RT 18

114 16 0
                                    

Gikwang termenung di sofa. Sejak sore hari hingga malam dia hanya termenung di sofa tanpa melakukan apapun. Air matanya hanya bisa menggenang saja. Hatinya terlalu sakit untuk mengeluarkan air mata. Dia terus menyalahkan dirinya. Bahkan dia memukul dirinya sendiri beberapa kali. Entah apa yang dia lakukan sebagai anak pertama. Dia tidak bisa melindungi adiknya sendiri. Apa gunanya dirinya saat ini?

"Ah, hyung! Aku bawa makanan untukmu," ujar Changsub di depan pintu. Gikwang segera beranjak dan menghampiri Changsub. Perutnya bahkan tidak merasakan lapar sama sekali. Dia hanya ingin mendapatkan solusi dari Changsub.

"Changsub-ah, kau benar," ujarnya di awal kalimat. Changsub terdiam. Dia tidak mengerti apa yang Gikwang katakan. Ia meletakkan makanannya di meja.

"Benar? Hyung bicara apa?" tanyanya tidak paham. Gikwang mengeluarkan satu kotak obat kapsul yang dia simpan di dalam sakunya. Tangannya bergetar menggenggam obat itu. Dia juga menemukan barang-barang itu di laci kamar Minhyuk. Semua yang Changsub katakan memang benar. Minhyuk menyembunyikan sakitnya selama ini.

"Hyung, kau menemukannya juga?" tanyanya tidak percaya.

"Ini serius Changsub-ah. Aku sudah memeriksa obat ini di internet, dan Minhyuk benar-benar mengalami sakit secara psikisnya," ujar Gikwang menahan air mata. Changsub menggigit bibir bawahnya. Matanya memerah menahan sesuatu yang akan meledak sebentar lagi. Kekhawatirannya beberapa waktu lalu terjawab sudah.

"Aku sudah bertanya masalah itu pada temanku di rumah sakit. Tidak bisa, hyung. Seseorang dengan penyakit seperti itu tidak ada obatnya. Minhyuk hyung akan tetap seperti itu selama hidupnya," jelas Changsub.

"Hei! Kau bicara apa? Kau ini seorang dokter! Kau harus membuat kakakmu sembuh!" ujar Gikwang sedikit berteriak. Tentu saja Changsub ingin membuat kakaknya sembuh. Bagaimanapun caranya akan dia lakukan demi kesembuhan kakaknya. Tapi tidak semua penyakit bisa ditangani oleh dokter. Masalah Minhyuk bukan terluka secara fisik, tapi psikisnya. Dia mengalami luka parah di dalam dirinya.

"Sudah terlambat, hyung. Tidak ada cara untuk menyembuhkannya. Dia terluka bukan di luar tubuh, tapi di dalam. Ini pasti ada hubungannya dengan orang-orang yang terus membenci Minhyuk hyung. Dia menjadi depresi berat dan berakhir dengan seperti ini," ujar Changsub.

"Lalu kita akan diam aja? Minhyuk akan semakin tertekan, Changsub-ah! Mungkin dia bisa menahan dirinya dengan obat-obatan ini, tapi bagaimana jika ini semua sudah habis? Dia tidak akan bisa menahan dirinya sendiri," ujar Minhyuk.

"Minhyuk hyung tidak bisa berada di tempat yang terlalu ramai. Dia tidak bisa terlalu dekat dengan orang-orang di sekitarnya, dan dia hanya bisa makan sendirian atau tidak dengan kita saja. Jangan sampai Minhyuk hyung berdekatan dengan orang lain. Kalau dia memaksakan dirinya, dia akan semakin parah," ujar Changsub.

"Ini semua karena Appa! Minhyuk menjadi seperti ini karena Appa dan orang-orang yang terus saja memaki Minhyuk! Mereka pasti sangat puas sudah membuat Minhyuk tertekan sampai sejauh ini. Aku tidak akan diam saja. Kita harus bisa menyembuhkan Minhyuk, Changsub-ah!" kata Gikwang.

"Sekarang bukan waktunya untuk menyembuhkan Minhyuk hyung! Kita hanya bisa mengurangi rasa tertekan Minhyuk hyung. Dia tidak boleh mengingat sesuatu yang akan membuat penyakitnya kambuh. Jangan membuat dia tertekan," ujar Changsub.

Gikwang terduduk lemah di sofa. Kakinya sudah tidak kuat untung menopang tubuhnya lagi. Kenapa Minhyuk sampai seperti ini? Dia selalu mengatakan baik-baik saja saat Gikwang mengabarinya melalui telefon. Dia bahkan terus tersenyum, seolah tidak terjadi sesuatu padanya.

"Aku akan berusaha mencari jalan keluarnya. Hyung jangan khawatir," ujar Changsub. Penyakit mental adalah yang terburuk bagi seseorang. Susah sekali untuk menyembuhkannya. Changsub akan terus bertanya dengan teman-teman kerjanya agar bisa mengurangi sedikit rasa sakit Minhyuk.

Terdengar seseorang membuka pintu. Minhyuk pulang dengan wajah yang seperti biasa. Tetap tersenyum dan bahagia. Dia bahkan seperti tidak memikirkan masalah pada dirnya. Changsub melirik Gikwang sekilas. Gikwang memberi isyarat untuk tidak memberitahu masalah ini dulu. Biarkan waktu yang membongkarnya sendiri.

"Kimbab? Siapa yang membeli kimbab?" tanya Minhyuk membuka plastik yang berisikan banyak kimbab yang masih hangat.

"Aku. Gikwang hyung memaksaku untuk membelikannya makanan. Karena hanya ada kimbab di dekat rumah sakit," jawabnya.

"Kenapa semua orang membeli kimbab hari ini? Aku baru saja makan kimbab yang diberikan sekertarisku tadi," ujarnya. Gikwang menatap Minhyuk begitu dalam. Hatinya terus bertanya kenapa Minhyuk bisa menyembunyikan hal sebesar itu dengan aman? Di mana dia saat penyakitnya kambuh?

"Istirahatlah. Kalian berdua pasti lelah bekerja," ujar Gikwang. Changsub melangkah memasuki kamarnya. Minhyuk sebaiknya bertanya sekarang. Tidak punya waktu lagi untuk mengundur waktu yang tepat. Semakin hari perusahaan pasti semakin memburuk.

"Hyung, bisa bicara sebentar?" tanya Minhyuk. Gikwang mengangguk.

"Aku baru saja memeriksa berita terbaru tentang seluruh perusahaan besar di sini. Kenapa perusahaanmu hampir bangkrut? Hyung ada masalah?" tanya Minhyuk hati-hati. Dia harus memilah kata yang tepat untuk dia tanyakan pada kakaknya.

"Uh? Ternyata beritanya tersebar lebih cepat dari dugaanku. Jangan khawatir, ini hanya hambatan kecil bagi perusahaanku," jawabnya terlihat santai. Minhyuk tidak mendapati sebuah kejujuran dari kakaknya.

"Aku akan memberikan bantuan pada perusahaanmu. Walaupun aku hanya mempunyai sedikit saham kecil, semoga saja dapat membantu keuangan perusahaan," ujar Minhyuk. Gikwang sedikit tertawa. Dia bahkan bisa tertawa dalam keadaan seperti ini?

"Aniyo! Tidak usah membantu apapun. Kau urus saja perusahaanmu agar dapat menandingi perusahaan Appa. Kau harus bisa lebih sukses dari Appa agar dia dapat mengerti bahwa selama ini anak yang dia campakkan bisa sukses tanpa dirinya," ujar Gikwang.

"Hyung bicara apa? Tentunya aku bisa seperti ini karena aku terus mengingat Appa dan Eomma. Mereka memang tidak mengingatku lagi, tapi mereka yang membesarkanku. Mereka menyekolahkanku ke luar negeri agar aku dapat menjadi orang yang sukses. Tanpa mereka berdua mungkin aku tidak akan bisa seperti ini," sanggah Minhyuk.

"Kenapa kau terus membela Appa? Kau sakit seperti ini karena Appa!" Gikwang berteriak di dalam hatinya. Minhyuk benar-benar anak yang berbakti. Dia bahkan tidak pernah mengungkit keburukan Ayahnya. Dia selalu membanggakan Ayah yang sudah membuat mentalnya hancur.

"Appa tidak seperti itu. Sudahlah, jangan terus membanggakan Appa," ujar Gikwang. Tentu saja dia kesal dengan Minhyuk. Apa dia tidak mengerti sifat asli Ayahnya? Apa perlu Gikwang membongkar semua hal yang Ayahnya ucapkan untuk Minhyuk. Dia bahkan pernah berkata akan membunuh Minhyuk. Bukankah itu keterlaluan? Orang tua yang baik tidak akan berkata seperti itu.

"Hyung ada masalah? Ceritakan padaku. Aku akan membantu," ujar Minhyuk.

"Tidak ada. Kau pasti terlalu lelah sehingga kau berbicara tidak benar," kata Gikwang.

"Jangan membohongiku, hyung. Jelas-jelas saja kau pasti ada masalahkan? Ceritakan padaku," ujar Minhyuk memaksa.

"Kau tidak perlu memikirkan masalahku. Jaga dirimu sendiri, pikirkan dirimu sendiri," jawab Gikwang. Ia memukul pundak Minhyuk dengan pelan. Setelah itu dia berlalu masuk ke dalam kamarnya. Minhyuk tidak mendapatkan jawaban apapun. Baiklah, jika kakaknya tidak mau memberitahu dia tidak memaksa. Minhyuk akan terus memantau perusahaan kakaknya.

~•••~

Setelah membaca di mohon meninggalkan jejak ya kawan :)

봄날의 기억 || Remember That ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang