RT 06

169 23 0
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Sejak kejadian di ruangan kerjanya, Changsub belum menghubungi Chorong. Ia berniat untuk berbicara, tapi ia selesai bekerja jam 8 malam. Pasti Chorong sedang sibuk dengan kegiatan malamnya. Sampai detik ini pun ia tidak tau dimana letak kesalahannya. Ia sudah memilah kata-kata yang sekiranya tidak menimbulkan kemarahan pada Chorong. Memikirkan hal ini lebih sulit dari pada memikirkan sebuah virus di tubuh seseorang.

"Apa dia tersinggung saat aku mengatakan 'anak kecil'? yang benar saja! Dia tidak tau aku hanya menggunakan kata perumpamaan?" ujarnya berbicara sendiri.

"Wanita memang susah ditebak! Kepalaku terasa akan meledak saai ini juga," umpatnya.

Changsub memilih untuk tidur di apartement kakaknya. Kenapa ia tidak pulang ke rumah? Ia tidak mau Ayahnya terus menyuruhnya membujuk Gikwang agar pulang. Ayahnya sama sekali tidak menyuruh kakak keduanya untuk pulang. Bertahun-tahun kakaknya pergi, Ayahnya tidak pernah memohon sama sekali. jangankan memohon, bertanya kabarnya saja tidak.

Ia melepaskan jas yang sejak tadi ia kenakan. Tubuhnya benar-benar lelah sekali. rasanya hari ini sangat panjang. tiba-tiba saja ia merindukan Minhyuk. Sudah lama ia tidak menghubungi kakaknya. Ini bukan waktu yang tepat untuk menelfon kakaknya. Sebaiknya besok saja.

Changsub mendapati sebingkai foto yang berada di ruang tamu. Selama ia menginap di sini, baru kali ini ia melihat foto di ruang tamu. Memang letaknya agak tersembunyi. Foto keluarga yang lengkap. Ia tidak ingat kapan terakhir kali ia foto bersama keluarganya. Saat kejadian itu dia belum dewasa sehingga tidak peduli dengan sikap Ayahnya. Hanya Gikwang yang menahan Minhyuk meninggalkan rumah itu. Ia hanya bisa diam tanpa melakukan apapun. Kalau tau jadinya seperti ini, seharusnya ia ikut menahan Minhyuk pergi dari rumah.

Ayahnya sangat keras sekali. tidak ada yang bisa membantah perkataan yang keluar dari mulut Ayahnya. Sampai saat ini pun seperti itu. Sebagai anak terakhir, tentunya ia hanya bisa menuruti apa kemauan orang tuanya. Kalau ia sudah terlalu lelah dengan Ayahnya, ia memilih meninggalkan rumah dan lari ke apartement Gikwang.

Ponselnya berdering beberapa saat. Matanya melebar begitu melihat siapa yang mengirimnya pesan, ia tidak menyangka Chorong menghubunginya terlebih dahulu. Changsub pikir, kali ini ia yang akan memohon lagi. "Bodoh!"

Changsub berlari keluar dari apartement. Jam malam seperti ini kenapa Chorong menunggunya di rumah sakit? Seharusnya dia tau bahwa Changsub jarang mengambil jadwal malam. Bagaimana kalau sesuatu terjadi padanya? Ini sudah hampir jam dua belas malam, dan wilayah rumah sakit tidak seramai siang hari. Seorang wanita seharusnya tidak berkeliaran di malam hari.

Untung saja jarak rumah sakit dengan apartement tidak terlalu jauh. Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit untuk ke sana. Chorong berdiri di depan rumah sakit dengan wajah yang datar. Ini yang paling membuat Changsub bingung. Ia tidak tau apakah Chorong marah atau tidak. Ekspresi wajahnya benar-benar datar. Ia bukan pria yang mudah menebak suasana hati seorang wanita.

Changsub menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mendadak mulutnya kaku untuk berbicara. Ia tidak akan mengeluarkan kalimat 'anak kecil' lagi. Wajahnya masih datar. Bahkan Chorong menatapnya seperti seorang pembunuh. Ia takut Chorong membawa pisau di balik punggungnya.

"Mianhe," ujarnya. Changsub hanya berani mengucapkan kata-kata itu. Kalau ia mengucapkan kalimat yang panjang, ia takut akan mengeluarkan kata-kata yang salah lagi. Satu kata cukup baik untuk mengawali pembicaraan, kan?

"Aku tidak memintamu datang kesini. Kau ingin bertemu dengan siapa?" tanyanya.

Astaga! Apa Changsub salah lagi? Memang Chorong hanya mengirim foto rumah sakit, tapi secara spontan Changsub beranjak dari apartement menghampirinya. Changsub bukan orang gila yang membiarkan kekasihnya sendirian di jam malam seperti ini. Chorong hanya bisa berteriak dan menangis jika ada bahaya yang mendatanginya. Ia sama sekali tidak bisa melawan. Kalau sampai terjadi sesuatu pada Chorong dan Changsub tidak ada, apa yang akan terjadi selanjutnya? Mungkin Changsub akan mengutuk dirinya sendiri.

"Kau mengirim foto di rumah sakit jam segini, apa aku harus diam saja? Kalau ada penjahat bagaimana? Di rumah sakit ini tidak ada penjaga yang sebanyak menjaga rumahmu. Bisa saja kau terkena bahaya," jelasnya. Changsub tidak bisa memilah kata-kata yang akan dia keluarkan lagi. Kekhawatirannya terlalu besar saat ini.

Chorong tersenyum dengan malu. "Kau mengkhawatirkanku? Jinjja? Ku pikir kekasihku ini terlalu cuek," ujarnya. Changsub ikut tersenyum. Ia mendekat dan memeluknya dengan erat. Changsub begitu menyayangi kakasihnya ini. Walaupun sifatnya seperti anak remaja, ia tetap mencintainya. Hanya akan ada Chorong di hatinya. Sampai kapanpun.

"Kau tidak malu memelukku di sini? Bagaimana kalau orang-orang melihat Dokter Changsub bermesraan di tempat umum?" ucapnya. Justru Changsub semakin mengeratkan pelukannya. Siapa peduli orang-orang melihat mereka bermesraan. Lagi pula tidak akan ada dokter atau suster yang berkeliaran pada jam seperti ini.

"Kau harus pulang sekarang. Ayahmu akan menyuruh bawahannya untuk mencari putri satu-satunya yang tidak juga pulang jam segini," ujar Changsub.

"Aniyo! Appa tidak akan mencariku. Bagaimana kalau kita ke danau? Aku ingin ke danau," jawabnya.

"Mwoa? Ya! Kau ingin ke danau malam-malam seperti ini? Yang benar saja," tolak Changsub. Permintaannya aneh-aneh saja. Siapa yang mau ke danau tengah malam begini? Yang ada orang-orang memilih tidur di ranjang mereka.

"Jebbal, sudah lama kita tidak ke danau," rengeknya. Changsub menghela nafas. Baiklah, kali ini ia akan menuruti kekasihnya itu.

~•••~

Setelah membaca di mohon meninggalkan jejak ya kawan :)

봄날의 기억 || Remember That ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang