Gea berjalan mondar mandir di rumahnya. Sesekali dia mengelus anaknya yang masih di dalam perut. Pikirannya sedang kotor. Entah mengapa ia ingin mengakhiri hidupnya. Gea merasa jika dia bunuh diri, anaknya tidak akan disalahkan oleh Tuhan, hanya dirinya sajalah yang salah. Dia bisa bernafas lega, tidak ada yang perlu dipikirkannya lagi dan tidak akan ada yang dia khawatirkan.
Walaupun pria itu sanggup membiayai hidup Gea dan anaknya kelak, belum tentu Gea akan hidup bahagia. Dia akan hidup penuh ke khawatiran. Pikirannya dangkal, dia tidak ingin ambil pusing memikirkan masa depan yang belum jelas.
Tekat Gea sudah bulat. Dia segera keluar rumah. Gea berjalan ke arah jalan raya. Banyak mobil yang berjalan kencang. Gea mendekat, dia sama sekali tidak takut. Mungkin karena dia ingin segera mengakhiri hidupnya. Ayahnya sudah memiliki keluarga baru, begitu pula Ibunya. Gea tidak khawatir dengan masa tua orang tuanya nanti, dia yakin saudara tirinya serta keluarga baru mereka akan merawat orang tuanya.
Sebuah mobil sedan hitam melaju kencang. Gea berjalan menjauhi bahu jalan. Tanpa ragu dia berlari ke tengah jalan dan menabrakkan dirinya pada mobil sedan hitam itu.
Ciiiitttttt bruakkkkk
Tebak, apa yang Gea rasakan? Jika kalian menjawab saat ini pandangannya hitam, berarti jawaban kalian salah. Gea masih baik-baik saja. Dia masih bisa bernafas, tetapi jantungnya berdetak tidak karuan. Kakinya juga masih menapak di tanah yang artinya Gea masih hidup.
Mobil sedan hitam itu menabrak pembatas jalan. Asap mengepul dari balik kap mobil. Sang pengemudi keluar dari mobil. Dengan tatapan tajam, pengemudi itu berjalan mendekati Gea dan memaki-maki gadis itu.
"Kamu gak waras?!" tanya pria itu. Gea membuang wajahnya ke arah lain. Kenapa pula harus pria itu yang dilihatnya sekarang. Bahkan pria itu keluar mobil langsung memarahi Gea.
Adam tidak habis pikir kenapa Gea ingin bunuh diri. Dan yang lebih gilanya adalah menabrakkan diri pada mobilnya. Untung saja Adam segera membanting setir dan mengorbankan mobilnya itu hingga berasap.
"Kamu tega ngorbanin anak ini?! gak punya otak?!" bentak Adam. Pria seberengsek dirinya tetap saja tidak akan pernah berpikir mengorbankan darah dagingnya sendiri. Adam masih bisa berpikir positif untuk melihat masa depannya dan masa depan darah dagingnya sendiri.
Gea menangis, air matanya keluar. Dia malu, semua orang melihat mereka. Semua orang tahu jika dirinya sedang hamil. Gea malu karena orang-orang menatapnya rendah, dia telah menjadi orang yang jahat. Apalagi saat ini Adam menatapnya kecewa. Gea merasa telah sama rendah dengan pria itu. Mungkin kini orang-orang menatap Gea lebih rendah dari Adam walaupun Gea-lah yang menjadi korban.
"Kenapa kamu gak datang ke kantor aku? Padahal aku mau nikahin kamu"
...
Gea merapikan tempat tidurnya. Tak lupa Gea membasuh wajahnya yang terlihat semrautan. Saat ini ada orang asing yang sedang duduk di ruang tamunya. Dia adalah Adam. Gea mengintip dari kamarnya, memperhatikan pria itu yang membersihkan luka di dahinya. Sebenarnya Gea merasa bersalah, karena ulahnya pria itu malah terluka. Tetapi Gea yakin luka pria itu hanya luka kecil tidak perlu dijahit. Gea terlalu gengsi untuk membantu pria itu mengobati lukanya.
Sesekali Adam merintih sakit. Tidak biasanya dia diperlakukan acuh seperti ini. Wanita itu malah membiarkannya menunggu. Padahal Adam ingin minta tolong dibantu obati lukanya. Dia harus berkaca dari ponselnya untuk melihat posisi lukanya.
"Sudah kelar" kata Gea. Adam menatap wanita itu dengan pandangan bertanya.
"Kamu sudah kelar?" tanya Gea, kali ini dengan nada yang lebih jelas. Adam melanjutkan kegiatannya acuh. Sementara Gea, ikutan duduk tanpa berniat sama sekali membantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pay One Get Two
RomanceKarena salah paham, Gea dan Adam berakhir di ranjang hotel setelah berhubungan badan. Karena kejadian itu Gea hamil. Dia tidak tahu nama orang yang menghamilinya, tidak tahu harus meminta tanggung jawab pada siapa. Diam-diam Adam selalu membuntuti w...