14

54.4K 3.5K 28
                                    

            Berkali-kali panggilan telpon Adam berakhir dengan bunyi 'bipp'. Orang-orang rumah berkata bahwa Gea tidak di sana. Security yang berjaga di pintu masuk berkata Gea mencegat taxi dan pergi tanpa meninggalkan pesan. Adam cemas kemana istrinya pergi. Tiba-tiba dia ingat sesuatu, Gea ingin pergi ke rumahnya untuk mengambil lukisan. Tanpa pikir panjang lagi Adam segera menyetir ke rumah wanita itu.

Dalam perjalan Adam berpikir apakah dia telah berbuat salah pada wanita itu. Apakah Gea marah ditinggal terlalu lama. Adam merasa bersalah. Ditelpon berkali-kali dan tak dijawab rasanya menyakitkan. Jika saja dia berumur lebih muda, mungkin sudah dikatakan ABG galau. Tetapi sekarang Adam bukan lagi remaja, dia seorang kepala keluarga yang memiliki seorang istri dan calon anak. Dia khawatir jika wanita itu jauh dari pengawasannya.

Setibanya di rumah Gea, Adam menerobos masuk. Pintu rumah tidak dikunci dan benar saja dugaannya, Gea ada di dalam rumah sedang mengemasi alat lukisnya.

"Kamu kenapa? Aku buat salah sama kamu? Hhm?" tanya Adam. Gea menatap pria itu lama, kemudian melemparkan senyumnya. Berat dan susah dilakukannya, tetapi dia ingin terlihat baik-baik saja.

Adam datang mendekat dan memeluk wanita itu. Jika diperlakukan seperti ini bagaimana bisa Gea tidak merasa dicintai pria itu. Adam memberikan harapan padanya, tetapi mencoba menggantungkannya. Gea ingin menangis tetapi ditahannya.

"Kamu lama banget" kata Gea. Masih dengan posisi berpelukan, Adam mengelus puncak kepala wanita itu dan berkata,

"Maaf, lain kali masuk aja ke ruang rapat terus bilang begini 'sayang.. ayo kita pulang'" canda Adam. Gea ikut tertawa. Tahu apa yang dirasakan Gea? Mencoba merasa bahagia di atas ketidakpastian.

Saat ini mereka menuju tempat makan siang, Adam heran istrinya tidak banyak bicara. Padahal dia telah minta maaf. Ada yang lain dari Gea.

"Tadi ngapain aja di rumah?" tanya Adam.

"Aku lanjutin lukisan yang waktu itu" Adam ingat. Lukisan bunga berwarna ungu yang menurutnya sangat menyedihkan.

Tidak ada lagi percakapan antara mereka. Adam kembali mencari topik. Tepat saat lampu merah mobil berhenti.

"Coba kepal tangan kamu" perintah Adam. Gea menurut dan mengepal tangan kanannya.

"Terasa kosong gak?" Tanya Adam. Gea mengangguk.

"Aku tanpa kamu seperti itu"

Gea menatap jalanan. Pohonan hijau tertutupi bangunan tinggi. Ingin hidup, tetapi terhalangi. Dikasih ruang, tetapi tidak untuk selamanya karna kapan saja akan ditebangi. Gea mendengus menatap pemandangan luar kaca yang seperti dirinya.

"Saking tulusnya, sampai lupa kalau aku dibodohin" gumam Gea.

...

Siang ini mereka makan siang berdua di salah satu restoran yang tak jauh dari kantor. Adam menatap diam wanita yang duduk di hadapannya. Gea tidak banyak bicara dan makan tidak lahap. Bagi Adam lebih baik Gea mencaci maki dirinya seperti kali pertama mereka bertemu ketimbang diam seribu bahasa seperti ini.

"Cerita sama aku. Kamu kenapa sih?" tanya Adam. Gea meliriknya sebentar lalu menggeleng. Walau diperlakukan halus, Gea masih sakit hati. Tidak mudah menaruh harapan dalam abu-abu.

"Koreksi letak kesalahan aku di mana. Aku gak akan ngulangin kesalahan yang sama"

Gea memilih menyimpan hal itu. Sementara Adam tidak tahu apa yang akan terjadi kelak. Apa yang seharusnya dia bersihkan baik-baik sebelum terlambat. Jika saja mereka berdua sama-sama terbuka, ada hal baik yang akan berjalan dari sekarang.

Pay One Get TwoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang