Kumcer 2 - Resolusi Hati

362 95 65
                                    

Saya pernah mendengar ungkapan bahwa 'sempurna' itu hanya milik Tuhan Yang Maha Esa. Tapi kali ini, untukmu, saya mematahkan ungkapan itu.

Kamu sempurna, dengan dirimu, bahasamu, sikapmu, dan sifatmu. Kamu adalah rahasia kecil yang tersimpan selama bertahun-tahun dalam hati saya. Terselip rapi dalam alunan melodi detak jantung saya.

Napasmu adalah harmoni.
Suaramu adalah melodi.
Dan bagi saya, dirimu adalah sajak puisi.

Begitu banyak karya yang ingin saya ciptakan tentang dirimu. Namun, seribu satu karya Tuhan, tidak ada yang mengalahkan betapa indahnya dirimu.

Saya sangat menyukai wajahmu. Klasik. Dengan rahang kokoh yang tegas, kamu terlihat begitu memesona. Seperti saat ini contohnya, ketika kamu mengajak saya ke Kafe favorit kamu, saya hanya diam memandangi wajahmu.

Sungguh indah ciptaan-Nya.

"Mau minum apa Jo?" tanyamu di sela-sela kesibukanmu membolak-balik daftar menu. Saya masih diam, mendengar suaramu bagaikan obat tidur bagi saya.

"Jo?" tanyamu lagi, kali ini benar-benar sambil menatap saya.

Saya terpaku, buru-buru menjawab karena saya takut mempermalukanmu di depan pelayan Kafe ini. "Americano saja." Kamu lalu mengiyakan dan kembali fokus memesan.

Kamu terlalu memesona untuk duduk berdua dengan saya. Gadis 20 tahun yang biasa saja. Saya hanya salah satu orang paling beruntung di dunia bisa bersahabat denganmu. Kamu selalu saja mengatakan ini pada saya ketika saya minder. "Jo, lo tahu kenapa penyesalan selalu dateng paling akhir? Karena mereka selalu menyia-nyiakan yang ada. Tidak bersyukur. Gue bersyukur karena punya lo sebagai sahabat gue. Kenapa gue harus malu waktu jalan bareng lo? Lo itu cantik Jo, dengan cara lo sendiri."

Saya masih merasa canggung tiap kali jalan berdua bersamamu. Rasanya seperti, wah siapa saya berani dekat-dekat dengan Jonathan Cristopher? Seorang Josephine Kanedrila jalan berdua dengan Jonathan? Berani sekali.

Saya selalu berharap, dunia ini hanya milik kita. Agar saya bebas bercanda denganmu, menghabiskan waktu bersamamu, dan menciptakan momen-momen bahagia bersamamu. Meski hanya sebatas sahabat, salahkah saya mengharapkannya?

Usai memesan, kamu terlihat gelisah. Berulang kali mengecek ponsel silvermu, dan melihat pintu Kafe yang sepertinya lebih menarik daripada kopi kesukaanmu.

Saya memberanikan diri untuk bertanya padamu. "Kenapa Nath? Kok, lo gelisah banget."

Kamu kemudian mengernyit kaku. Menatap saya dengan rasa bersalah. "Maaf Jo. Ada seseorang lagi yang akan bergabung. Tapi, sepertinya dia telat."

Saya paham arti kalimatmu. Tiap kali kita jalan, hanya akan ada kita. Kamu tidak pernah mengundang siapapun saat menikmati waktumu dengan saya. Mungkin, hari ini berbeda lagi ceritanya.

"Siapa?" Saya kembali bertanya, karena penasaran siapa orang yang dimaksud olehmu. Apakah ia Dorothy sepupu dekatmu? Apakah ia Alex atau Ethan sahabatmu? Siapa? Dan betapa sialnya saya dirundung rasa takut.

Takut akan adanya orang lain. Salahkan ego saya yang memintamu untuk tetap berdua dengan saya. Tanpa ada siapa-siapa.

Kamu tersipu malu. Terakhir kali kamu berbicara malu-malu adalah ketika saya bertanya apa yang kamu curhatkan pada Dorothy. "Ada. Nanti lo bakal tahu, Jo."

Saya berusaha bersabar. Menunggu. Lima belas menit kemudian, suara lonceng pintu Kafe terdengar. Seorang wanita anggun dengan high-heels cream dan rambut coklat digerai berjalan ke arah kita. Kamu lalu berdiri, menyambutnya dan mencium keningnya sekilas.

Saat itu, saya terpaku. Hanya mampu diam, memandangimu dan dirinya. Saya benci mengakuinya tapi kalian—kamu dan dia terlihat sangat serasi. Sial!

Detik itu, saya merasa bahwa kamu melupakan keberadaan saya. Saya mencoba tenang dan tetap diam. Mungkin, dia sepupumu yang lain ya?

Ah! Bodoh sekali Josephine! Jangan berharap yang tidak-tidak! Kau hanya sahabat Jonathan! Atau kau akan jatuh dan hancur nantinya!

Saya berpegang teguh akan keyakinan saya. Mungkin memang benar, wanita yang kini duduk di sampingmu adalah sepupumu.

Kamu tersenyum lebar, dan sialnya, senyuman itu sarat akan kebahagiaan. "Jo, kenalin. Ini Jasmine. Pacarku."

Begitu kalimat itu terlanjut keluar dari bibirmu, saya merasakan arti sakitnya jatuh cinta. Saya paham betapa menyakitkannya itu. Pacar ya? Detik itu, saya hanya berharap agar air mata saya tidak jatuh di hadapanmu. Saya tahu, ini momen penting untukmu. Jadi, saya hanya diam.

Kamu lalu berbincang sedikit dengan wanita yang kamu panggil Jasmine itu, kemudian menatap saya dengan tatapan yang terasa asing. "Dia Jasmine Jo, wanita yang ingin aku jadikan pendamping hidupku. Gue tahu, mungkin terlalu cepat ya? Gue cuman mau ngenalin dia ke elo, karena lo sahabat gue."

Sahabat. Ingat Josephine, kau hanya sahabatnya!

"Y-ya, Aku Josephine." Suaraku mendadak muncul kala wanita itu mengulurkan tangannya lalu kami berjabat tangan.

"Jasmine. Nathan sering sekali bercerita tentang kamu Jo. Ah, boleh aku panggil Jo? Sama seperti Nathan memanggilmu?"

Dia, wanita itu, meminta izin dari saya. Betapa saat itu suara saya sangat sulit untuk dikeluarkan. "Ya, tentu." Jawab saya sekenanya. Mungkin, terkesan cuek.

Sisa malam itu, dihabiskan oleh kamu dan Jasmine berbincang tentang banyak hal. Inilah yang sangat saya takutkan.

Dilupakan.

Oleh teman-teman saya, sahabat-sahabat kita. Terlebih lagi olehmu. Malam itu, kamu menganggap saya tidak ada, Nathan. Apa kamu tahu betapa menyakitkannya hal itu bagi saya? Mungkin memang selama ini saya yang terlalu berharap padamu ya?

Sampai saya lupa caranya bahagia.

Karena kebahagiaan saya hanya satu, kamu, Jonathan Cristopher.

***

TAMAT
Kumcer 2 - Resolusi Hati

HarmoniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang