Kumcer 19 - Bidadari Kecil Ayah

73 28 7
                                    

"Sashi letakkan kran airnya! Nanti badanmu basah semua sayang," suara itu berasal dari layar berukuran 32 inci berwarna hitam yang terletak di ruang keluarga rumah kami. Suara itu berat, meledakkan rasa rindu yang teramat sangat.

Kulihat, Sashi kecil berlarian ke sana dan ke mari dengan membawa selang berwarna hijau di tangan kirinya. Begitupun adiknya, Shelly. Mengitari taman belakang rumah dan membuat diri mereka sendiri basah kala itu. Permainan yang cukup mengasyikkan. Kemudian, lelaki berbadan tegap dengan kaca mata menggantung di tulang hidungnya menghampiri Sashi yang dulu. Menggendongnya dan membawanya terbang tinggi di angkasa.

Mereka adalah anakku tersayang, Sashi dan Shelly.

Benar kata orang, bahwa cinta pertama anak perempuan adalah sosok Ayahnya sendiri. Bagiku, melihat mereka terlahir adalah dunia dan matiku. Aku sering membelikan mereka mainan, mengajaknya makan ke tempat makan favorit mereka dengan Istriku, selalu menuruti kemauan mereka, mendaftarkannya di sekolah paling bagus, intinya, Ayah akan memastikan Sashi dan Shelly mendapatkan hidup yang sangat layak, serta selalu merasakan yang namanya kebahagiaan.

Aku sangat menyayanginya. Sejak kecil, akulah yang paling dekat dengan mereka. Bukan berarti hubungan mereka dengan Ibunya itu jauh, hanya saja, secara batin dan fisik, aku memang sangat dekat dengan putri-putri kecilku. Aku selalu menyebut mereka, "Bidadari kecil Ayah". Bahkan galeri ponselku hanya berisi foto-foto mereka berdua dan keluarga kecil kami.

Aku tersenyum. Betapa sangat rindu memeluk dan mencium mereka.

Hari ini, adalah hari Senin, 17 Mei 2021, pukul 00.05 WIB. Hari ulang tahun Istriku, Mia. Namun, ia telah tiada. Sepuluh tahun yang lalu, nyawanya direnggut oleh Sang Maha Kuasa. Kepergiannya memberikan pukulan hebat tidak hanya terhadap diriku, tapi anak-anakku yang masih belia. Tahun terberat dalam hidup kami.

Sengaja aku memutar kembali video-video lama kenangan keluarga kecilku yang masih tersimpan rapi di kamar. Aku masih tinggal dengan kedua putriku. Meski mereka sudah menikah beberapa tahun yang lalu. Perjuangan hidup mereka mungkin lebih berat daripada diriku, tapi ketika aku menolak untuk ikut dengannya, mereka marah. Sangat lucu.

"Ayah, nanti Kakak marah kalau Ayah gak mau tinggal sama kita," ujar putri keduaku kala itu yang datang ke rumah untuk mengajakku tinggal bersama dengan mereka.

Aku sempat tertawa, "Anak Ayah masih saja keras kepala, padahal sudah menikah."

Kulihat raut wajah Shelly mengembang, membentuk senyuman manis yang masih sangat Ayah rindukan. Malam ini, mereka pasti tengah tertidur lelap di kamar masing-masing. Biarlah, mereka pasti lelah sehabis bekerja seharian, dan menjaga putra-putri mereka. Ya, cucu-cucuku.

Akhirnya, aku mengiyakan permintaan itu. Kembali tinggal bersama dengan mereka ternyata membuat kenangan lama selalu berputar di kepalaku. Sashi Indriyani, anak pertamaku yang sangat manja padaku. Ku ingat, dulu ia yang paling sering marah jika aku tidak menemaninya tidur. Sashi kecil akan menggangguku saat bekerja agar bermain dengannya, Sashi kecil akan membuatku khawatir ketika ia pulang terlambat, dan Sashi kecillah yang sering memeluk dan mencium keningku. Lucu sekali!

Ketika beranjak dewasa dan memiliki seorang adik, Sashi adalah yang paling protektif pada Adiknya. Sangat menyayangi Shelly, dan selalu bersikap mengayominya. Membuat aku dan istriku sangat bangga pada mereka.

Sebagai seorang Ayah, aku tidak ingin melihat keluargaku sedih. Apalagi disakiti oleh orang lain. Jika ada, tentunya mereka akan berhadapan denganku. Ayah akan menjadi orang pertama yang akan pasang badan.

Dulu, Sashi pernah meminta ijin Ayah. Katanya, "Ayah, Sashi kan sudah berumur 20 tahun, Sashi juga sudah lulus kuliah dan mendapat pekerjaan. Jika nanti ada seseorang yang melamar Sashi, bagaimana menurut Ayah?"

HarmoniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang