Kumcer 8 - Penunggu Gerbang

102 46 29
                                    

"Dila makan dulu rotinya!"

"Udah telat Ma! Assalamualaikum!"

Aku berlari terbirit-birit menuju pintu utama rumahku. Membukanya lalu kembali berlari ke arah depan. Menunggu Ayah mengeluarkan mobilnya. Hari ini aku telat lagi. Pasti Ketua Ekskul di SMA-ku akan kembali mengomel.

Aku mengembuskan napas gusar. Sudah 8 kali aku telat seperti ini.

Aku menyesali kemampuanku terlelap dengan cepat. Karenanya, aku jadi lupa bangun dan alhasil kembali bangun kesorean. Jarum kecil jam di pergelangan tanganku sudah menunjukkan angka 4. Sial, aku sudah telat 1 jam!

"Pa, buruan dong. Dila udah telat pake banget nih," ujarku pada Papa yang sedang fokus menyetir. Wajahnya tak kalah kusut dariku. Sebenarnya, aku juga tidak enak terus meminta antar-jemput padahal aku sudah SMA. Tapi mau bagaimana lagi, Mama memaksa Papa untuk mengantar dan menjemputku karena aku adalah anak sematawayang mereka.

Papa juga sudah tidak muda lagi. Aku yakin dia kelelahan. Sehabis pulang bekerja, harus kembali mengantarkan putrinya ini mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. Dan bolak-balik seperti itu setiap hari.

"Iya, ini sudah ngebut kok Papa."

Barulah sekitar 4 menit kemudian, aku sudah berada di depan gerbang SMA Adiwiyata Nasional. Sekolah yang baru berusia 9 tahun di Jakarta Selatan ini adalah sekolah yang paling dekat dengan rumahku.

Aku berpamitan sebentar pada Papa. Menyalami punggung tangannya kemudian berlalu. "Hati-hati Dil!" Peringat Papa.

Aku mengangguk yakin sambil terus berlari.

"Assalamualaikum Kak! Maaf say—" belum juga selesai berucap, Kakak OSIS sekaligus ketua ekstrakulikuler Design Grafis di depanku langsung memotong.

Dia menunjukkan wajah tidak bersahabatnya padaku. "Nggak punya jam di rumah ya?" Sekalinya kalimat itu keluar dari bibirnya, detik itu juga ruangan seluas ruang kelas ini menjadi seribu kali lebih hening. Aku menggigit bibir. Bingung mau mencari alasan apalagi.

Kak Fajri, orang paling menyebalkan yang tengah berdiri di hadapanku kemudian mengambil kursi untuknya duduk. Menatapku dengan tatapan intimidasinya. "Gantian kamar mandi? Baru pulang sekolah berangkat lagi? Capek? Bangun tidur kesiangan? Habis les? Kejebak macet? Ada kecelakaan? Ada tilangan? Mobilnya mogok? Gaada angkot? Gak dibolehin terus masih maksa Mama? Atau lagi dapet terus jadi mager?" Dia menyebutkan hampir semua alasan yang pernah kukatakan padanya.

Menyebalkan!

28 anggota ekskul di ruangan ini menertawakanku. Karenanya!

Aku berdeham pelan. "Niat ikut ekskul gak sih kamu Dek? Ini udah telat 1 jam loh, dan kamu tahu sendiri toleransi kita hanya sampai 10 menit. Terus sekarang mau gimana? Udah yang kesekian kalinya begini."

Ucapannya dingin dan menusuk. Aku jadi gugup berbicara dengannya. "Y-ya gimana Kak?"

"Yasudah, duduk di bangku kamu. Pak Ari lagi di luar."

Aku mengangguk dan mengambil posisi duduk di samping Ais, teman ekstrakulikuler-ku. Ais kemudian menanyakan alasan aku kembali datang terlambat. Ya ku katakan saja bahwa aku bangun kesorean. Dia malah tertawa dan mengejekku. Jahat!

Sisa hari itu dihabiskan oleh aku yang menghindari kontak mata dengan Kak Fajri. Orang itu, sangat menyebalkan!

Selesai ekskul, aku dan Ais akan duduk di luar gerbang, di salah satu bangku untuk menunggu jemputan. Ais menunggu supir pribadinya, sedangkan aku menunggu Papa menjemputku. Jarak 19 kilometer dari rumah bukan jarak yang bisa ditempuh selama 5 menit.

HarmoniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang