Kumcer 20 - Toxic

68 29 8
                                    

Siang itu kelabu. Awan putih mengelilingi semesta yang sebentar lagi berduka. Sama halnya dengan dua hati yang kini duduk di bangku bernomor F23 dan F24. Mira dan Aksa. Keduanya tengah berdiam diri menikmati film musikal yang tengah diputar di layar lebar. Suasananya begitu tenang, mungkin sedikit haru.

Sudah terhitung 4 bulan sejak pandemi Covid-19 menghantui hampir seluruh lapisan masyarakat di berbagai belahan dunia. Tak terkecuali di Indonesia. Nyaris 3 tahun. Ya, 3 tahun bukanlah waktu yang sebentar.

Setidaknya untuk Aksa.

Lelaki itu menyerahkan botol minuman yang ada pada genggamannya bahkan sebelum mereka memasuki teater.

"Rasa matcha, kesukaan kamu."

Mira lalu meraihnya, sembari tersenyum tipis, namun matanya tak lepas dari layar. "Makasih ya."

Aksa tersenyum, tulus.

La La Land Season 2 adalah film yang tengah diputar. Sejak keberhasilannya pada tahun 2016 silam, hari ini adalah penayangan perdana kembalinya seorang pianis dan calon aktris itu untuk menyapa para penggemarnya.

Terdengar banyak bisik-bisik di sekeliling mereka. Karena banyak pasangan muda-mudi yang juga turut meramaikan dan merasakan euforianya.

Lelaki itu memandang Mira sebentar, melihat wanita yang ia cintai sejak 3 tahun yang lalu kini berada di sampingnya. Ia kemudian tersenyum, lagi.

Aksa—lelaki bertubuh tegap, tidak terlalu tinggi, dengan kaca mata hitam bertengger di hidungnya. Ia siswa jenius, saat SMA. Begitupun ketika mengambil jurusan Statistika, kepintarannya tak lantas pudar. Aksa mulai menyukai Amira sejak kelas 8 SMP. Satu sekolah, namun berbeda kelas. Setiap jam istirahat, Aksa akan menyempatkan diri melewati ruang kelas Amira sekadar melihat wajah manis berambut hitam legam itu tertawa bersama para sahabatnya. Aksa sendiri tidak mengerti bagaimana cara kerja cinta. Yang ia rasakan saat itu berdebar setiap kali Mira membalas tatapannya, jantungnya sedikit bekerja lebih keras ketika melihat kibasan rambut perempuan itu yang terbawa oleh sapuan angin.

Aksa tidak mengerti perasaannya hingga kelas 12 SMA. Tetap bersekolah di satu sekolah yang sama. Bedanya, saat itu Aksa dan Mira teman sekelas!

"Hai, Aksa ya? Kenalin yaa gue Mira. Kayaknya kita pernah satu SMP. Oh ya semoga makin akrab ya, Aksa!" Begitulah kalimat pertama yang Mira ucapkan padanya. Menyapa Aksa dan sekali lagi, hatinya berdegup kencang.

Amira Fatetani.

Di antara semua teman sekelasnya saat itu, Mira berbeda. Entah mengapa, gadis itu seperti memiliki daya tariknya tersendiri.

Mira suka membaca buku, begitupun Aksa. Mira suka cokelat, matcha, dan vanilla, begitupun juga Aksa. Gadis itu cukup pintar, dia pernah memenangkan Olimpiade, pandai melukis, bernyanyi, berakting, sangat ceria, tidak pernah marah, baik, sopan, memiliki banyak teman, dan Mira cantik.

Daripada cantik, Aksa lebih suka menyebut wanitanya manis karena memang Mira memiliki lesung pipi di sebelah kiri wajahnya dan satu tahi lalat di dekat dagunya. Membuat wajah kuning langsat itu semakin manis dibuatnya.

Ya, Aksa jatuh cinta.

Tetapi, tidak semua hubungan berjalan baik-baik saja bukan?

HarmoniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang