Part 2

3.5K 196 5
                                    

Rara berusaha menenangkan Adriana yang sedang rewel dengan memberinya ASI. Sekarang sudah tengah malam, dan apabila Adrian ikut terbangun karena tangisan Adriana, maka habislah sudah.

Anak kembarnya sudah berumur tepat dua bulan hari ini. Dan Rara hanya dirumah belakangan ini untuk beristirahat dan menjaga anak-anaknya.

Dan benar saja, mengurus anak kembar memang memerlukan tenaga dan kesabaran yang ekstra, namun Rara selalu merasa bahagia dengan kehadiran anaknya, meskipun ia harus mengucapkan selamat tinggal pada jadwal tidurnya yang teratur.

Gio yang baru saja kembali setelah mengambil air minum pun memandang khawatir kepada Rara dan Adriana. "Kamu mau minum susu?" tawar Gio.

Rara menggeleng. "Nanti aja. Aku belum lapar kok, Mas," jawabnya.

Gio mengelus pipi Adriana, lalu menatap Rara. "Ra, kamu emang dari kecil ya kenal sama Ethan?"

Rara mengerutkan keningnya dan menatap Gio. "Iya, Mas. Emangnya kenapa?" tanyanya balik.

Gio menggeleng. "Nggak. Aku heran aja. Karena setau, kamu belum pernah ke luar negeri selain sama aku, kan?"

Rara mengangguk pelan. "Aku kenal dia karena dulu dia tetangga adik dari ibuku. Aku pernah tinggal di Palembang."

"Kenapa dulu kamu pindah ke Palembang, Ra?" tanya Gio.

Rara menggigit bibirnya pelan. "Sejak Bunda sakit, Ayah ngirim aku ke Palembang hampir setiap akhir pekan. Dulu aku nggak ngerti dengan keadaan itu, jadi aku sering nanya sama Ayah, dan kata Ayah, beliau melakukannya supaya aku akrab sama Kak Arga. Ayah adalah anak tunggal, dan satu-satunya saudara Bunda adalah Bunda Sarah. Kak Arga satu-satunya sepupuku.

"Dan pada saat ulang tahun aku yang ke-10, aku merayakannya di Palembang dengan jalan-jalan bersama Kak Ethan dan makan malam bersama keluarga Bunda Sarah. Bunda Sarah banyak diam pada saat makan malam dan aku bingung kenapa. Dan setelah makan malam, Bunda Sarah memberitahuku kabar buruk. Bahwa Bunda telah meninggal. Akhirnya setelah pemakaman Bunda, Ayah memutuskan agar aku pindah ke Palembang. Dan karena itulah aku..."

Gio melirik Rara, menunggu kelanjutan dari cerita Rara. "Karena itulah aku akrab dengan Kak Ethan. Karna tempat tinggal yang berdekatan."

Gio mengangguk paham. "Oh, begitu. Kalo dengan Radika gimana?"

Rara menatap Gio terkejut. "Dari mana kamu tau tentang Dika, Mas?" tanyanya.

Gio terdiam karena menyadari kecerobohannya. Rara menepuk bahu Gio yang terdiam. "Dari mana kamu tau, Mas?" tanyanya lagi.

Gio menghindari tatapan Rara. "Kamu pernah cerita tentang dia pas kita liburan ke Paris," jawabnya.

Rara menatap Gio curiga. "Aku nggak pernah ngasih tau kalo nama panjangnya adalah Radika."

Gio menghela napas kasar. "Aku dulu juga berteman dekat dengan Dika. Dia adalah sahabat Aldrin, dan Aldrin adalah sepupuku yang paling dekat denganku saat itu. Sahabatnya juga menjadi sahabatku."

Rara menyipitkan matanya. "Jangan bilang..." Rara berhenti bicara. Lidahnya terasa kelu, namun rasa penasaran menguasai dirinya saat ini. "Apa kamu menikah denganku karena Dika, Mas?"

Gio terkejut mendengar pertanyaan Rara. Mata hijaunya menghindari tatapan Rara.

Rara menghela napas berat. "Ah, aku ngerti," gumamnya, lalu beranjak untuk membaringkan Adriana yang sudah tertidur ke dalam baby box.

Rara berbaring di ranjang dengan posisi membelakangi Gio. Gio menghela napas kasar, dan menarik Rara agar menghadap dirinya.

"Kenapa perempuan selalu mengambil kesimpulan sendiri tanpa mau repot-repot bertanya?" keluhnya sambil melingkarkan tangannya di pinggang Rara. Saat Rara mencoba memberontak, matanya menatap Rara tajam.

"Dulu aku memang berniat untuk batalin pernikahan kita, Ra. Lalu Aldrin bilang kalo aku nggak menikahi kamu, maka dia yang akan menikah dengan kamu. Dan Aldrin cerita tentang Dika dengan kamu. Aku mengurungkan niatku. Aku ingin Mama bahagia dan tidak ada salahnya bila aku menjaga adik kecilnya Dika, kan?

"Aku tau aku seharusnya jujur dengan kamu sejak awal. Tapi aku nggak pernah nganggap kalo pernikahan kita ini adalah kesalahan. Adrian dan Adriana nggak lahir karena sebuah kesalahan."

"Lalu kenapa repot-repot, Mas? Kalo kamu membatalkan pernikahan kita, setidaknya tidak ada yang tersakiti di antara kita," kata Rara getir.

Gio menatap Rara bingung. "Apa maksud kamu, Ra?" tanyanya heran.

Rara tersenyum getir. "Kamu masih mencintai Mira, kan, Mas?"

Pelukan Gio melonggar setelah mendengar pertanyaan Rara. Rara pun membalikkan tubuhnya dan meninggalkan Gio di dalam keheningan.

-----------

Saat sarapan, Rara dan Gio keluar dari kamar mereka tanpa saling berbicara satu sama lain. Rara bergegas membantu Carmel di dapur, dan Gio ke rusng kerjanya untuk mengambil beberapa berkas untuk dibawa ke kantor.

Bahkan saat sarapan pun, mereka sama-sama diam, hanya Gio yang sesekali menimpali perkataan Juno dan Ana. Selebihnya yang banyak bicara adalah Carmel, Juno dan Ana.

Carmel pun merasa aneh karena Gio dan Rara tidak berbicara satu sama lain. "Ada apa di antara kalian berdua, Rara, Gio?" tegurnya.

Keduanya serempak menggeleng. "Nggak papa, Ma," sahut mereka serempak.

Carmel mengernyitkan dahinya. "Kalian berantem?" tanyanya lagi, yang dibalas Rara dan Gio dengan gelengan.

"Terus kalian kenapa? Dari tadi diam-diaman gitu kayak orang berantem," gerutu Carmel.

Gio mengusap wajahnya lelah. "Ma, kami cuma agak lelah. Tadi malam Adriana cerewet, jadi kami terbangun," kata Gio beralasan, dan Rara mengangguk setuju.

Carmel mengangguk paham. "Oh begitu. Kalo mau, kamu istirahat saja dulu, Rara. Biar Mama yang jaga Adrian sama Adriana."

Rara menggeleng. "Aku nggak papa, Ma. Nanti kalo mereka tidur aku juga istirahat kok, Ma," tolaknya secara halus. Rara tidak ingin merepotkan mertuanya.

Carmel tersenyum. "Setidaknya biarkan Mama ikut menjaga cucu Mama, Rara," katanya. Rara hanya tersenyum dan mengangguk.

Gio dan Ares berdiri dan berpamitan untuk pergi ke kantor. Carmel dan Rara mengantarkan mereka keluar. Sedangkan Juno dan Ana bergegas untuk menghabiskan makanan mereka.

Saat Gio dan Ares sudah berangkat, Juno dan Ana berjalan menuju pintu dan berpamitan kepada ibu mereka. "Ma, Juno nemenin cewek kesepian yang satu ini jalan-jalan dulu ya," pamit Juno kepada ibunya.

Ana melotot. "Eh, enak aja lo. Durhaka banget lo sama kakak sendiri," omel Ana.

"Lah, lagian lo kenapa juga pengen banget jalan ama gue? Gini nih kalo LDR. Punya pacar tapi rasanya kayak jomblo," balas Juno. Aldin memang sedang di Singapura beberapa bulan belakangan ini karena urusan pekerjaan.

Juno dan Ana pun berdebat tanpa henti saat berjalan keluar rumah. Carmel hanya menggeleng.

"Mereka itu, sudah dewasa tapi bertingkah seperti anak-anak," gerutu Carmel. Rara hanya tertawa mendengar gerutuan Carmel.

Rara dan Carmel menggendong si kembar yang sudah terbangun dari tidur mereka. Saat Carmel sedang bermain dengan si kembar di ruang tamu bersama Rara, ponsel Carmel berbunyi. Carmel memanggil pengasuh si kembar untuk membantu Rara dan berlalu menuju dapur.

Carmel kembali ke ruang tamu. "Rara, Mama harus pergi. Sahabat lama Mama yang dari London baru datang kesini, jadi Mama mau jemput dia. Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Carmel.

Rara tersenyum dan mengangguk. "Nggak papa, Ma."

Carmel bergegas pergi dan Rara mengantarkan mertuanya tersebut ke pintu. Saat Carmel sudah pergi, Rara membalikkan badannya dan melangkah kembali ke ruang tamu. Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara mobil yang baru saja masuk melewati pagar rumah.

Rara berbalik dan terkejut saat melihat siapa yang keluar dari mobil tersebut.

"Kak Ethan?"

*******

Picture: Ferdina Haura Natasha

Never Forget You [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang