Setelah kembali dari Puncak, hubungan Rara dan Gio mulai membaik. Mereka tidak mengungkit masalah Mira maupun Ethan lagi.
Saat mereka menghabiskan waktu berdua di Puncak, Gio dan Rara sepakat bahwa mereka tak akan membahas masalah Mira maupun Ethan, karena mereka merasa tidak nyaman saat mendiamkan satu sama lain, terlebih Gio dan Rara telah memiliki anak-anak.
"Ra, kamu mau belanja?" tawar Gio saat Rara mengikatkan dasinya. Anak-anak mereka masih tertidur, sehingga keadaan di dalam kamar mereka masih tenang.
Gerakan tangan Rara terhenti dan ia mendongak, menatap suaminya. "Hah? Belanja? Belanja apa?" tanya Rara bingung.
Gio mengernyitkan dahinya. "Belanja pakaian. Kamu lupa kalo malam ini ada acara ulang tahun perusahaan?"
Rara terdiam, lalu sebuah ingatan terlintas di kepalanya. Rara menepuk dahinya pelan dan meringis. "Aku hampir aja lupa, Mas."
"Jadi, kamu mau belanja dulu?" tawar Gio lagi.
"Nggak usah. Aku punya dress yang masih bagus, kok," tolaknya secara halus sambil kembali mengikat dasi Gio hingga selesai.
"Hm, kamu punya dress yang warnanya biru malam?"
Rara menggeleng. "Nggak. Harus warna biru malam, ya?"
Gio mengangguk. "Iya. Supaya matching sama aku, Ra. Aku udah nyiapin tuksedo warna biru malam buat nanti malam," jawabnya.
Rara menatap Gio lekat, dan akhirnya mengangguk. "Iya deh. Aku nanti pergi belanja abis sarapan," katanya menyerah.
Gio tertawa pelan dan mengelus kepala Rara, membuat pipi Rara bersemu. Meskipun mereka sudah menikah, tetap saja perlakuan Gio membuat Rara tersipu.
"Ayo kita sarapan," ajak Gio sambil menarik tangan Rara dengan lembut.
---------
Rara berjalan keluar dari sebuah butik dan menuju ke restoran yang ada di pusat perbelanjaan tersebut.
Sebelum pergi, Rara menitipkan kedua anaknya dengan Carmel dan pengasuh mereka, Nina, dan Rara pergi sendirian.
Saat Rara akan memanggil seorang pelayan untuk memesan, ada seseorang yang menarik kursi yang ada di depannya dan duduk di hadapannya.
Rara menatap orang tersebut dengan bingung. "Kak Ethan?"
"Ngapain?" Ethan melirik paper bag yang ada di samping kaki Rara, lalu mengangguk paham. "Shopping, ya?"
Rara mengangguk. "Iya, Kak. Malam ini ada acara ulang tahun perusahaan, jadi aku beli dress baru buat acara nanti malam," jelasnya.
Ethan tersenyum. "Aku juga dapat undangannya. And by the way, the dress will look good on you," katanya tulus.
Rara membalas senyum Ethan. "Makasih, Kak. Kakak juga mau pesan?"
Ethan mengangguk. "Boleh," sahutnya. Rara pun memanggil pelayan dan mereka berdua memesan makanan dan minuman.
Sambil menunggu pesanan, mereka mengobrol tentang banyak hal, terutama tentang London, yang merupakan kampung halaman Ethan.
"Jadi Kakak sepupunya Freya? Freya Alexandra?" tanya Rara heboh saat Ethan menceritakan tentang liburannya bersama salah seorang sepupunya yang namanya sering diperbincangkan oleh orang-orang zaman sekarang, karena ia adalah seorang model, dan bahkan berperan di beberapa film.
Ethan tertawa geli dan mengangguk membenarkan. "Let me guess, kamu salah satu fansnya, ya?"
"Well, aku suka Freya. I like her style, dan dia juga cantik, pintar, terus juga jarang ada kabar buruk tentang dia. Bener, ya, kalo Freya lulus kuliah setelah ulang tahunnya yang ke-20? Terus dia bisa bicara 9 bahasa?" tanya Rara bersemangat.
Ethan tak bisa berhenti tertawa. Rupanya gadis satu ini banyak membaca artikel tentang sepupu terkenalnya itu.
"Iya, itu benar. Kamu kayaknya sering baca artikel tentang dia, ya?" tanya Ethan geli.
Rara terkekeh. "Iya. Aku titip salam sama dia, ya, Kak. Terus bilangin ke Indonesia kapan-kapan."
"Nggak janji deh, Ra," canda Ethan, membuat Rara cemberut.
Obrolan mereka terus berlanjut hingga pesanan mereka datang, dan bahkan hingga makanan mereka telah habis.
Setelah selesai, Ethan dan Rara berjalan keluar dari restoran tersebut. "Maaf, ya, Ra. Aku nggak bisa nganterin kamu, karena aku udah ada janji sama orang lain. Kamu nggak papa pulang sendiri?" tanya Ethan.
Rara tersenyum. "Nggak papa, kok. Aku duluan, ya, Kak. Bye," katanya sambil melambaikan tangan, lalu berjalan menuju pintu keluar.
Ethan pun berbalik dan menuju ke tempat yang sudah ditentukannya bersama temannya untuk bertemu. Namun langkah Ethan terhenti saat melewati sebuah kafe.
Ethan menatap tak percaya pada pemandangan yang ada di depan matanya tersebut.
---------
Gio mengusap wajahnya kesal. Rasa bersalah menghantuinya, dan keberadaan Ethan memperparah semuanya. Dirinya merasa tidak suka saat Rara bersama Ethan, dan Gio tidak tahu mengapa.
Gio menyesal telah menyakiti Rara. Harus dia akui, Rara memiliki sifat yang lebih baik daripada Mira, meskipun Rara tidak bisa dibandingkan dengan para mantan pacarnya, apalagi Mira. Namun tetap saja, fisik bukan segalanya, kan?
Gio kembali mengingat saat-saat dirinya mulai bersama Rara. Gio menyadari bahwa tidak seharusnya dia menyakiti perempuan sebaik Rara. Lagipula, tidak selamanya Rara akan bersabar kepadanya. Dan Gio tidak ingin membayangkan bagaimana dirinya apabila Rara meninggalkannya.
Untuk apa dia mempertahankan Mira? Ada ibu dari anak-anaknya yang selama ini berada di sisinya, meskipun Rara tahu bahwa ia masih menghubungi Mira. Mengapa dia harus menyakiti Rara lebih dari ini?
Gio akhirnya menghubungi Mira untuk bertemu di sebuah kafe di pusat perbelanjaan. Mira pun setuju, sehingga Gio melajukan mobilnya menuju ke pusat perbelanjaan tersebut.
Dan saat ini, Mira sedang duduk di hadapannya sambil menyesap minuman kesukaannya. Sedangkan Gio terlalu tegang sehingga ia hanya menatap minumannya.
"Kenapa nggak diminum?" tanya Mira heran.
Gio menatap Mira, lalu menghela napas berat. 'Inilah saatnya,' batin Gio.
"Mira, sebaiknya kita jangan berhubungan seperti ini lagi. Aku sudah menikah, begitu juga dengan kamu. Kita masih bisa berteman, namun aku nggak ingin kita berhubungan seperti ini lagi, Mira," kata Gio.
Mata Mira melebar. "Kenapa kamu kayak gini? Bukannya kamu juga mau kita berhubungan kayak gini?"
"Aku tau, dan aku salah Mira. Apa kamu pernah membayangkan gimana sakitnya hati Andro kalo tau kamu masih berhubungan sama aku?"
Mira terdiam mendengar perkataan Gio. Sebagian dari dirinya mengakui bahwa apa yang Gio katakan memang benar. Tapi dia mencintai Gio.
"Dan begitu juga perasaan Rara, Mira. Dia ibu dari anak-anak aku. Dia tau hubungan kita selama ini, tapi dia nggak pernah menunjukkan itu kepada aku, sampai akhirnya ia kehilangan kesabaran karena aku menuduh dia. Nggak ada orang yang ingin berada di posisi Andro dan Rara," sambung Gio.
"Jadi, lebih baik kita berteman aja?" tanya Mira pelan.
Gio menggenggam tangan Mira dan mengangguk. "Benar."
Mira mengangguk. "Baiklah," jawabnya, dan Gio tersenyum lega.
Namun senyum Gio luntur saat seseorang meninju pipinya dan menyebabkan pipinya membiru. Orang-orang yang berada di kafe tersebut pun menjerit.
"Sialan! Gue udah merelakan Rara, dan lo malah nyakitin dia," desis Ethan berbahaya. Lalu Ethan meninggalkan Gio yang terdiam karena mendengar perkataan Ethan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Forget You [2]
Lãng mạnBahkan setelah anak-anak mereka lahir, Gio masih menemui Mira dan Rara mengetahuinya. Rara semakin ragu untuk mempertahankan pernikahan mereka, terlebih seseorang dari masa lalunya kembali ke hidupnya, dan membuat hatinya selalu bertanya-tanya. Siap...