Part 16

1.4K 98 3
                                    

Ethan sedang duduk sendirian di sebuah kafe. Sambil menikmati minumannya, ia kembali teringat kejadian beberapa hari yang lalu.

Dia memang telah kehilangan kesempatan untuk bersama Rara sejak beberapa tahun yang lalu. Namun mengingat bahwa dirinya bisa saja kehilangan Rara beberapa hari yang lalu membuat hatinya mencelos.

Sekarang ia akan menganggap Rara sebagai adiknya. Ia tahu bahwa Gio sebenarnya mencintai Rara, dan sesungguhnya tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan oleh Ethan.

Rara hanya perlu mendengarkan Gio.

--------

Flashback

Sesudah menerima kabar dari Gio, Ethan mencari penerbangan dengan waktu terdekat. Ini masih malam di London, namun ia tak bisa kembali tidur karena mencemaskan keadaan Rara.

Ethan hanya membawa barang seperlunya dan menyiapkan keberangkatannya ke Indonesia.

Setelah sampai di Jakarta, ia menerima pesan dari Gio untuk menemui Rara di rumah orang tua Rara. Ethan mengambil mobil yang ia sewa selama ia di Indonesia dan langsung menuju rumah keluarga Rara. Ia sebelumnya sudah pernah melihat rumah orang tua Rara karena salah seorang sepupu Gio menunjukkannya kepada Ethan, sehingga dia tahu kemana ia harus pergi.

Namun saat mendekati rumah orang tua Rara, tampak asap berwarna gelap membubung tinggi, lalu ia melihat orang yang ramai berkumpul di jalanan.

Akhirnya Ethan memakirkan mobil di depan sebuah toko yang sedang tutup dan berlari menuju ke rumah orang tua Rara.

Saat semakin dekat dengan tempat tujuannya, Ethan melihat api, sehingga ia mempercepat langkah kakinya.

Lalu ia mendapati kakak dari Rara yang pernah ia temui bersama Rara saat kunjungan sebelumnya ke Indonesia. Ia langsung menanyakan dimana keberadaan Rara, dan jawaban dari Elin membuatnya merasa cemas setengah mati.

Ethan berlari ke dalam rumah orang tua Rara yang terbakar, mengabaikan suara sirene dan teriakan pemadam kebakaran yang baru saja tiba.

Matanya langsung mendapati Rara yang tergeletak tak sadarkan diri di lantai ruang keluarga rumah tersebut. Ethan langsung meraih tubuh Rara dan menggendongnya keluar dari rumah tersebut.

Kedua adik Rara menangis kencang melihat sang kakak yang tak sadarkan diri, sedangkan Elin berusaha menghubungi petugas kesehatan.

Tak lama kemudian, ambulans pun datang. Elin dan Ethan memutuskan kalau Ethan akan menemani Rara di ambulans menuju rumah sakit, sedangkan mobil yang dipakainya akan dibawa oleh Elin untuk mengantarkan kedua adiknya yang lain ke rumah kerabat mereka terlebih dahulu. Saat tubuh Rara dibawa masuk ke dalam ambulans, Elin menghubungi suami dari Rara agar menyusul mereka ke rumah sakit.

Sepanjang perjalanan, Ethan hanya bisa menatap Rara yang terbaring tak sadarkan dengan gusar dan berharap semoga perempuan di hadapannya ini baik-baik saja.

--------

Saat terbangun, Rara disambut oleh sinar matahari pagi yang masuk melalui celah tirai, membuatnya mengerjapkan matanya. Dirasakannya genggaman pada tangannya, sehingga ia mengalihkan pandangannya dari jendela dan mendapati suaminya yang sedang menggenggam tangannya dan tertidur dengan tertelungkup. Ternyata hanya ada mereka berdua di ruangan ini.

Rara meringis dan menepuk pelan lengan suaminya, berusaha untuk membangunkan suaminya agar berpindah ke sofa untuk kembali tidur. Rara merasa posisi Gio sangat tidak nyaman.

Gio pun terbangun dan mengerjapkan matanya, lalu tersenyum saat melihat Rara yang tengah menatapnya. Gio mengelus pelan kepala istrinya dan mengecup punggung tangan istrinya. Rara pun agak terkejut dengan perlakuan manis suaminya, namun ia tak menghentikannya karena merasa nyaman.

"Ada yang sakit, Ra?" tanya Gio.

Rara menggeleng pelan. "Cuma kepalaku masih agak pusing," sahutnya.

"Ra..."

"Hmm?"

"Kamu nggak bahagia, ya, sama aku?"

Rara terkejut mendengar pertanyaan Gio. Gio pun merutuki dirinya. Banyak yang ingin dia katakan kepada Rara, tapi kenapa malah pertanyaan seperti itu yang keluar dari mulutnya?

Setelah terdiam beberapa saat, Rara akhirnya angkat bicara. "Aku nggak tau."

Gio menghela napas dan mengusap wajahnya. Kenapa rasanya begitu sakit mendengar keraguan Rara saat menjawab pertanyaan tersebut.

"Aku mau nanya sama kamu, Mas."

Gio pun menatap Rara lekat, menunggu pertanyaan dari Rara.

"Jujur sama aku. Kamu masih cinta sama mantan kamu?"

Rara bahkan malas menyebut nama mantan kekasih Gio tersebut. Rara berusaha menyiapkan dirinya apabila jawaban dari Gio bukanlah yang ia harapkan. Tapi, memangnya apa yang harus ia harapkan?

Gio tak terlalu terkejut mendengarnya. Tentu saja, Rara akan menanyakan hal seperti ini. Atau lebih tepatnya, kembali menanyakan.

Gio menjawabnya dengan gelengan, karena memang begitu faktanya. "Nggak, Ra. For God's sake, aku bahkan nggak pernah ketemu dia lagi beberapa bulan belakangan ini. Disaat aku pulang dengan luka lebam itu, saat itu aku bilang sama dia kalo aku sama dia bener-bener nggak ada hubungan lagi."

Rara terpana. Jadi, beberapa waktu belakangan ini, kekhawatirannya itu tidak nyata? Rara sekarang sedang merutuki dirinya sendiri.

"Kenapa kamu nggak bilang?" ucap Rara galak. Ia merasa agak kesal sekarang, entah kenapa. Padahal itu juga salahnya yang dulu tak mau bertanya, kan? Ia terus mempercayai kalau Gio sering menemui Mira, terlebih saat suaminya tak ada di rumah.

"Hah?" Gio kebingungan melihat perubahan perilaku Rara.

"Terus perasaan kamu sama aku gimana?"

Gio hanya terdiam selama beberapa saat dan mengerjapkan matanya. Entah kenapa, Gio merasa salah tingkah sendiri saat Rara menanyainya begini. Bukankan jawabannya adalah hal yang sangat ingin dirinya katakan kepada istrinya?

"Kenapa kamu diam? Baru sadar kalo kamu nggak ngerasa bahagia sama aku?"

Entah kenapa, Rara merasa emosional sendiri. Melihat Gio yang tak menjawab pertanyaannya membuatnya berpikiran buruk. Mata Rara telah berkaca-kaca.

Gio yang ditanyai seperti itupun panik dan langsung mengecup punggung tangan Rara berkali-kali, lalu berkata, "Aku bahagia sama kamu, Ra. Bahagia banget. I love you, you know. So much. Aku takut banget kehilangan kamu," cerocosnya karena panik yang ia rasakan saat melihat Rara yang hampir menangis.

Tubuh Rara menegang. Sekarang ia tak salah dengar, kan? Suaminya berkata kalau ia mencintai Rara, kan?

"Kamu...beneran?"

Gio mengangguk mantap. "Of course. Jadi, jangan berpikiran macam-macam lagi, ok?"

Rara mengangguk pelan. Gio pun tersenyum dan mengecup kening Rara dengan lembut.

"Tapi, Ra, perasaan kamu sama aku gimana?"

Rara menjadi salah tingkah saat ditanyai seperti itu oleh suaminya. Ia pun tersipu malu.

"Eh...I love you too," sahutnya cepat dengan pipi yang merona.

"Hah? Beneran?"

Rara cemberut. "Kamu maunya aku bohong?"

Gio tersenyum lebar. "Enggak, lah," sahutnya, sebelum menyatukan bibirnya dengan bibir Rara, mencium istrinya dengan lembut.

"ASTAGA!!"

Sebuah teriakan yang berasal dari pintu ruangan tersebut membuat Rara mendorong Gio menjauh dan mendapati kakaknya yang sedang melotot, berdiri bersama kedua adiknya yang menutup mata mereka. Saking asiknya menikmati waktu berdua, rupanya Rara dan Gio tak mendengar suara pintu yang dibuka.

Gio hanya menyeringai, sedangkan Rara menyembunyikan wajahnya di lengan Gio karena malu.

Never Forget You [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang