Part 7

2.9K 208 13
                                    

Mata Rara terus-terusan menatap kearah Gio yang sedang bermain dengan si kembar di ranjang. Jelas sekali kalau Rara ingin mengatakan sesuatu kepada Gio.

Gio pun akhirnya tak tahan dengan tatapan Rara dan menoleh. Gio bisa melihat ekspresi gugup yang ada di wajah Rara.

"Ada apa, Ra?" tanya Gio tak sabar. Rara pun kelabakan dan menggelengkan kepalanya, namun mulutnya masih tertutup rapat.

"Bilang aja, Ra. Aku tau kalo kamu mau bilang sesuatu sama aku," lanjut Gio. Kedua alisnya bertautan dan menatap Rara curiga.

"Lain kali kalo kamu jalan sama Mira, lebih hati-hati buat pilih tempat ya, Mas. Aku..." Rara menatap Gio dengan ragu. "Aku nggak mau Kak Ethan ngeliat kalian lagi dan memukul kamu lagi."

Ekspresi terkejut terlihat jelas dari wajah Gio. "Kamu...kamu tau dari mana? Ethan?" tanyanya.

Rara hanya menunduk untuk menghindari tatapan tajam Gio dan tetap membungkam mulutnya. Rara takut kalau Gio merasa kalau dirinya terlalu mengatur Gio.

"Sejak kapan kamu tau?" tanya Gio lagi. Hati Gio menjadi penuh dengan rasa bersalah.

"Aku..." Rara terdiam sebentar, namun akhirnya mendongak dan menatap Gio. "Aku ngeliat kalian jalan dan pegangan tangan, sebelum melahirkan si kembar."

Gio mengerutkan keningnya. "Kenapa kamu nggak bilang dari dulu? Kenapa reaksi kamu cuma begini?"

"Buat apa, Mas? Kamu mau aku marah-marah? Kamu mau aku teriak dan ngelarang kamu buat ketemu sama Mira lagi?" sahut Rara dengan nada suara yang meninggi. Matanya berkaca-kaca dan Gio dapat melihatnya.

Gio mendengus dan membaringkan Adrian dan Adriana ke dalam baby box. "Itu lebih wajar, Rara!"

Rara menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apa gunanya?" lirihnya.

Gio menatap Rara tajam. "Kamu nggak masalah kalo suami kamu sendiri berhubungan sama wanita lain?" tanyanya aneh.

Rara mengusap pelan wajahnya. "Aku nggak punya hak buat ngelarang kamu, Mas. Kamu cinta sama Mira sejak dulu, dan aku cuma seorang gadis yang kebetulan dijodohkan dengan kamu oleh ibu kamu."

Melihat Gio yang terdiam, Rara pun menggeleng pelan dan berjalan keluar dari kamar mereka.

-------

"Milo, benar kan?" kata Ethan sambil menyodorkan minuman malt coklat tersebut kepada Rara yang sedang duduk di sebuah bangku taman. Ethan baru saja kembali dari sebuah minimarket terdekat. Ethan ikut duduk di samping Rara.

Rara menyambutnya dengan senang hati. "Aku nggak nyangka kalo Kakak masih ingat minuman kesukaan aku. Thank you," sahutnya dan tersenyum tipis.

Mereka sedang mengunjungi sebuah taman yang tidak terlalu jauh dari rumah Gio. Beberapa saat yang lalu Ethan menjemput Rara dari rumah Gio. Rara sebenarnya ingin membawa anak-anaknya bersamanya karena merasa tidak enak untuk meninggalkan mereka, namun ibu Gio memaksa untuk menjaga si kembar dan memberi izin kepada Ethan untuk mengajak Rara keluar. Rara juga mengirim pesan kepada Gio untuk memberitahu suaminya tersebut, namun Gio tak membalasnya.

Tentu saja Carmel mengetahui hubungan 'kakak-adik' antara Ethan dan Rara tersebut. Sahabatnya, Diana, yang merupakan ibu dari Ethan, bercerita kepada Carmel bahwa keduanya dulu sangat dekat saat di Palembang, bahkan mereka seperti bersaudara.

Namun anehnya, ibu Ethan tak menyadari kalau anaknya telah mencintai gadis yang disebutnya sebagai adik tersebut.

Rara berhenti minum dan meletakkan kaleng minumannya di sampingnya. "Kakak mau ngomong apa?" tanya Rara memecah keheningan yang tercipta di antara mereka karena menikmati minuman masing-masing.

Ethan menghela napas. "Aku bakal balik ke London. Aku cuma mau ketemu kamu, karena aku nggak tau kapan aku balik ke Indonesia lagi," sahutnya.

Rara menatap Ethan dengan tatapan bersalah. "Maafin aku, Kak," katanya penuh sesal.

Ethan menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis. "Bukan salah kamu, Ra. Cinta nggak bisa dipaksakan. Tapi kalo Gio nggak bisa membahagiakan kamu, aku akan menghabisinya."

"Thank you, Kak. Tapi aku masih berharap kalo Kakak bakal datang lagi. Aku peduli dan sayang sama Kakak," kata Rara sambil menggenggam tangan Ethan.

Ethan mengembangkan senyumnya. "Mumpung masih jam 11, gimana kalo kita pergi ke tempat lain? Dulu waktu di Palembang, kita sering jalan-jalan ke taman bermain, atau juga ke kedai es krim, lalu ke kebun binatang..."

Rara tertawa pelan dan mengangguk. "Ke kebun binatang aja dulu, Kak. Aku udah lama nggak kesana," katanya antusias.

"Tapi makan siang dulu, ya?" kata Ethan, yang dibalas Rara dengan anggukan.

Ethan tertawa dan mengacak pelan rambut Rara. "Ayo," ajaknya, dan mereka melangkah menuju mobil Ethan.

-------

"Choco chips?" tanya Ethan kepada Rara yang sedang berjalan di sampingnya.

Rara mengangguk. "Iya, Kak," jawabnya. Saat ini mereka berada di sebuah kedai es krim. Saat menyadari bahwa hari sudah hampir sore, keduanya memutuskan untuk pergi dari kebun binatang.

"Aku yang pesan, kamu cari tempat duduk, ya." Rara kembali mengangguk dan Ethan pun berjalan menuju kasir untuk memesan, sedangkan melangkah menuju tempat duduk yang masih kosong.

Baru saja Rara duduk, ponselnya yang dia taruh di atas meja pun berbunyi. Dan nama Gio tertera di layar ponselnya. Rara pun menghela napas dan menekan tombol hijau.

"Halo?"

"Kamu dimana, Ra?"

Suara lelah Gio membuat Rara mengerutkan keningnya. Namun Rara menahan dirinya agar tak bertanya.

"Lagi makan es krim sama Kak Ethan, Mas. Aku tadi udah SMS kamu sebelum pergi sama Kak Ethan, tapi kamu nggak ngebalas."

"Aku tau. Kamu kapan pulang?"

"Paling sebentar lagi. Ada apa, Mas? Kamu udah pulang?"

"Iya. Aku tunggu di rumah."

Gio pun memutuskan panggilan. Rara kembali meletakkan ponselnya di atas meja.

"Siapa yang nelpon?" Suara Ethan mengejutkan Rara, dan Rara hampir saja menjatuhkan ponselnya yang tersenggol oleh sikunya.

Rara mengelus pelan dadanya. "Kakak bikin aku kaget aja," gerutunya sambil mengambil ponselnya dan memasukkannya ke kantong celananya.

Ethan duduk di hadapan Rara dan mengerutkan keningnya. "Kamu belum jawab pertanyaan aku."

"Gio, Kak," sahut Rara sambil mengambil es krimnya dari hadapan Ethan yang sedang menikmati es krim rasa vanilla, lalu memakannya.

Ethan menatap Rara datar. "Oh," balasnya, dan kembali menikmati es krim nya.

Rara menyilangkan kedua lengannya di dadanya. "Kak!" serunya kesal.

Ethan kembali menatap Rara dan menghela napasnya. "Maaf, Haura. Tapi aku serius sama ucapan aku tadi. Kalo Gio nyakitin kamu lagi, aku habisin dia."

"Kakak!" seru Rara lagi, membuat Ethan mengangkat kedua tangannya.

"Maaf, maaf," Ethan menurunkan kedua tangannya. "Tapi jangan pernah sungkan buat cerita sama aku, ya. Tentang apapun."

Rara terkekeh. "Biaya nelpon ke luar negeri mahal, Kak," candanya.

Ethan mengacak rambut Rara. "Alasan," cibirnya, sehingga Rara kembali terkekeh. Mereka pun kembali berbincang sambil menghabiskan es krim mereka.

Never Forget You [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang