Prilly sempat menutup matanya karena telah menduga-duga jika jatuh ke selokan pasti rasanya akan sakit sekali dan mungkin kepalanya akan bocor terbentur ubin. Tapi seakan jatuh diatas kasur empuk, Prilly tidak merasakan sakit apapun sewaktu dirasa tubuhnya sudah jatuh seratus delapan puluh derajat.
Ketika ia membuka mata, ia baru sadar, jika ia jatuh ditangan Ali. Pria itu telah menolongnya.
Dan mata mereka bertemu lagi, Prilly menatap Ali dengan rasa penuh terima kasih untuk pertolongan siaganya. Ali langsung membantu Prilly membenarkan posisi berdirinya, kemudian melepas hoodie miliknya lalu mengikatkannya ke pinggang Prilly.
"Lu berdua mau cari masalah hah?" tanya Ali sepelan mungkin. Tapi dari Chika maupun Aurel tak ada yang berani membuka suara, sebab mereka tahu, bertutur lembut adalah awal kemarahan terbesar Ali.
"DAN LU SEMUA! GUA TANYA SAMA LU YANG DARI TADI CUMA NONTONIN KAYAK ORANG BEGO, LU MANUSIA APA PATUNG?!" teriak Ali, membuat Chika dan Aurel terkejut bukan main. Bukan hanya dua gadis tukang cari masalah itu saja, Prilly pun sama terkejutnya.
"CABUT LU SEMUA!" perintah Ali dengan suaranya yang begitu lantang.
Semua siswa-siswi itu langsung berhamburan pergi, ada yang langsung pulang, dan ada pula yang ke kelas terlebih dahulu untuk mengambil tas. Mereka begitu takut jika Ali sudah marah besar, karena pernah ada yang Ali habisi hingga babak belur akibat kurang ajar dan menantangnya. Kejadian itu sudah berangsur lama, dua tahun yang lalu.
"Dan buat lu berdua. Kalo gua sampe liat lu berdua atau siapapun itu berani nyentuh Prilly, abis lu semua sama gua!!" ancam Ali.
"Li, udah. Tahan emosi lo!!" Prilly menarik bahu Ali yang mulai mendekat kearah Chika sambil menunjuk wajah gadis itu. Setelah melihat Ali ditenangkan oleh Prilly, Chika dan Aurel langsung pergi dengan rasa bencinya yang bertambah besar terhadap Prilly.
"Gue nggak mau kejadian itu terulang lagi ya! Emangnya lo mau dilaporin ke kantor polisi lagi?!"
Ali mencoba mengatur nafasnya yang tersengal karena berteriak dan menahan amarah, jika tidak ada Prilly, mungkin Ali tidak akan memberi ampun dua gadis itu dan mungkin juga ia akan masuk kedalam penjara.
Untuk kedua kalinya, Prilly selalu menjadi peredam amarahnya. Walaupun dulu Ali tetap tidak bisa mengontrol diri sewaktu berkelahi dikandang balapan motor musuhnya, murid SMA Pahlawan Bangsa juga. Mungkin jika Prilly tidak datang untuk menahan Ali hari itu, Ali akan menyisakan nama saja untuk musuhnya. Berita itu menyebarluas, bahkan musuhnya itu tak berani lagi datang ke sekolah dan memilih keluar, meski awalnya kasus perkelahian mereka sempat diperpanjang ke jalur hukum. Untung papanya Ali menyuruh Bi Risa untuk menjamin putranya.
"Makasih karena udah nolong gue, tapi kalo caranya gini gue nggak suka!" ucap Prilly. "Pikirin bokap lo, Abel, dan masa depan lo kalo sampe lo ngulangin kesalahan itu lagi. Bokap lo udah mahal-mahal ngejamin elo supaya nggak dipenjara!" lanjut Prilly.
Abel. Adik kecilnya yang tunanetra. Ali jadi melupakan amarahnya ketika mendengar nama adik semata wayangnya itu.
"Lu bener.." desis Ali.
"Thanks ya?" lagi-lagi Prilly mengucapkan terima kasih sambil mengusap lengan Ali lembut.
"Lu ada yang luka nggak?" tanya Ali khawatir sambil memutar-mutar tubuh Prilly untuk mencari apakah ada luka disekujur tubuh gadis itu.
"Nggak kok, nggak ada. Cuma pusing dikit aja karena tadi dijambak," jawab Prilly seadanya sambil terkekeh kecil karena melihat tingkah Ali yang begitu khawatir padanya.
"Baguslah. Tapi tadi gua liat, tangan si Chika berdarah sampe berbekas cakaran itu gara-gara lu?" tanya Ali lagi, dan diberi anggukan kecil oleh Prilly.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Best(girl)Friend
Fanfiction[SELESAI] Jangan patah semangat, cukup gue aja. Gue tahu ini cara bodoh dengan lari dari kesulitan dan ninggalin semuanya, tapi gue harap kalian ngerti. Semoga kalian nggak pernah berada di posisi gue. Biarin semua kesedihan gue kubur bareng kepergi...