Rumah minimalis yang biasanya sepi dan damai itu kini telah dipenuhi oleh isak tangis orang-orang berpakaian serba hitam. Oma setia berada di samping Prilly, menangis dan terus menciumi pipi cucunya yang sudah terbujur kaku. Teman-temannya pun sudah berkumpul, mereka sampai tidak percaya bahwa Prilly telah tiada. Apalagi Beby, ia sampai pingsan karena tak sanggup menerima kenyataan ini. Apa ini acara farewell yang Prilly maksud? Acara perpisahan yang Beby kira dikarenakan Prilly akan segera pergi ke Amsterdam, tapi nyatanya ia pergi untuk selama-lamanya.
Juan dan Galang tak kalah terpukul, ia berhasil menangis meskipun berusaha ditahan sekuat tenaga.
Lalu tak lama kemudian, muncul seseorang dengan keadaan yang kacau. Wajahnya dipenuhi air mata, jalannya lenggang seperti tak ada lagi yang ingin dicapai sebab kini tujuannya telah menutup mata untuk selamanya.
"Pril.." ia menarik secarik senyuman di sudut bibirnya sewaktu melihat tubuh Prilly telah ditutupi dengan kain, hanya menyisakan kepala sehingga ia bisa melihat pucatnya wajah gadis itu.
"Ali!" Beby bangkit dari sofa, menghampiri Ali kemudian memeluk tubuh pemuda itu dari samping.
"Prilly udah nggak ada, Li, hiks hiks.."
Tes.
Air matanya lagi-lagi jatuh, kemudian ia menghampiri raga yang tak lagi bernyawa itu kemudian mencium keningnya dalam waktu beberapa detik.
Dingin. Itu yang Ali rasakan ketika bibirnya mendarat di kening Prilly. Bahkan tanpa sadar ia melihat luka lebam di pipi kanan Prilly, menurut informasi mungkin itu luka yang diakibatkan terkena terumbu karang tajam sewaktu Prilly melompat.
Ali segera meninggalkannya setelah kecupan terakhir itu, lalu ia duduk diluar bersama Juan dan Galang. Tak ada bahan pembicaraan, hanya kebisuan yang melanda keadaan ini.
Di sisi lain, Beby mulai teringat sesuatu. Ucapan Prilly beberapa waktu lalu saat di rumah sakit tiba-tiba terlintas dipikirannya. Prilly menitipkan pesan agar Beby pergi ke kamarnya untuk mengambil dua buah amplop dan berikan kepada orang yang namanya tertera disana.
"Oma, Beby izin ke kamar Prilly boleh?"
Oma mengangguk dan Beby langsung berlari kecil. Ia membuka pintu bercat putih itu dengan tangan yang bergetar, kenangannya bersama Prilly tiap kali ia main ataupun menginap terlintas menjadi fatamorgana yang berhasil membuat rongga dadanya terasa sesak.
Sebelum ia membuka laci meja, diatas sana ada potretnya bersama Prilly, Galang, dan Juan saat foto box. Persahabatan mereka tidak bisa didefinisikan lagi, meski baru berjalan tiga tahun tapi Beby begitu dekat dengan Prilly.
Lalu Beby membuka laci mejanya, dan benar, disana ada dua buah amplop yang ditindih oleh secarik kertas. Beby membuka kertas yang dilipat dua itu, disana ada sederet kalimat dan dengan rasa penasaran ia segera membacanya.
Jangan patah semangat, cukup gue aja. Gue tahu ini cara bodoh dengan lari dari kesulitan dan ninggalin semuanya, tapi gue harap kalian ngerti. Semoga kalian nggak pernah berada di posisi gue. Biarin semua kesedihan gue kubur bareng kepergian gue:)
Beby langsung menutup kembali kertas itu dan ia simpan di dalam kantung kemejanya. Lalu ia menarik dua amplop putih itu, disana tertera nama di masing-masing amplop.
Yang pertama. To: Ali.
Yang kedua. To: Papa.
Akhirnya Beby memutuskan untuk segera turun ke bawah, tapi sebelum itu, ia merasakan suara seseorang yang begitu familiar berbicara tepat ditelinganya.
"Makasih ya, Beb!" Beby menoleh ke belakang, tapi tak ada siapapun kecuali gorden kamar yang terbang ditiup angin. Ia yakin itu suara Prilly, gadis itu mengucapkan terima kasih karena Beby menepati janjinya untuk memberikan amplop-amplop itu kepada seseorang yang harus disampaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Best(girl)Friend
Fanfiction[SELESAI] Jangan patah semangat, cukup gue aja. Gue tahu ini cara bodoh dengan lari dari kesulitan dan ninggalin semuanya, tapi gue harap kalian ngerti. Semoga kalian nggak pernah berada di posisi gue. Biarin semua kesedihan gue kubur bareng kepergi...