Lesson I

15.3K 916 144
                                    

🐇 Enjoy reading 🐇








Nafas segar terhembus penuh gairah. Menggugah hati yang terselubung rasa resah. Rindu dendam meradang bak luka yang bernanah. Hati bergemuruh, luluh lantah. Sebagian ruasnya mungkin telah patah. Atas segenap rasa yang tumpah ruah.

Ruas jalanan Seoul kembali ramai pagi ini. Sebagian besar penduduknya masih dalam masa produktif. Aktivitas berjalan lugas seperti biasa di hari-hari lain. Bahkan ada sekelompok orang yang sudah memulainya sebelum mentari muncul menyapa dunia.

Seoul adalah kota metropolis dengan wilayah yang cukup luas yang padat penduduk. Serta terdapat banyak gedung-gedung pencakar langit. Geografisnya yang cukup unik selayaknya medan magnet yang mengundang banyak orang untuk bertempat tinggal dikota yang dulunya sempat sepi.

Sebuah sedan putih melaju kencang membelah salah satu ruas jalanan Seoul. Nampak seorang pemuda duduk dikursi belakang menyandarkan tubuhnya dan mengenakan kacamata hitam. Sang sopir sesekali mengintip ke arah majikannya. Mencuri-curi pandang, bukan karena terpesona. Ada satu rasa yang membuatnya selalu ingin menoleh ke belakang.

Wajahnya nampak tegang seperti sedang mengkhawatirkan sesuatu. Sedangkan pemuda yang sedang ia perhatikan masih terdiam sejak kira-kira 20 menit yang lalu. Dalam posisi yang tak bergeming sedikitpun.

“Tuan muda? Apa anda baik-baik saja?” Tanya si sopir dengan nada sedikit bergetar. Tak ada sahutan dari pemuda itu.

Melihat tidak ada respon dari panggilannya dan juga tak ada pergerakan dari seseorang yang duduk di kursi belakangnya, sopir langsung banting stir dan menepi. Karena terlalu keras menginjak rem, membuat tubuh pemuda itu sedikit tergoncang dan akhirnya tersadar.

“Aaah!! awwh..!!” Desahnya ketika mendadak ia terbangun dan hampir terpental.

“Ada apa? Apa kau menabrak sesuatu?” Tanya pemuda itu sambil membuka kacamatanya. Ekspresi wajahnya tak kalah panik.

“Ah, syukurlah anda baik-baik saja,” Desahan lega terdengar setelahnya. Tanpa peduli sebuah kesalahan yang telah ia perbuat.

“Apa kau berhenti karena aku ?”

“Ya, tentu saja, saya sangat khawatir ketika anda terdiam dan sama sekali tidak mendengar teriakan saya, saya pikir terjadi sesuatu dengan anda, Tuan,”

“Hahhh.. kau ini, aku sama sekali tidak sakit, lanjutkan perjalanan,” Mendengus kesal pada akhirnya. Karena nyatanya, semua baik-baik saja. Dan paniknya menjadi sia-sia.

Sesegera mungkin sopir itu menuruti perintah majikannya. Ia kembali melajukan sedan putih itu di jalanan. Mobil melaju kencang, pemuda itu memandangi sekitar tanpa memakai kembali kacamata hitamnya. Pandangan kosong seolah sedang memikirkan sesuatu. Dan mendadak saja ia tersenyum sendiri.

Namanya Kim Jungkook. Seorang pemuda berparas manis dan tampan dalam sudut yang sama. Dia adalah salah seorang putra dari salah satu konglomerat. Sudah cukup lama tidak menginjakkan kaki di kota ini. Sejak kecil, hingga usianya yang hampir menginjak 25 th ini ia tinggal diluar kota Seoul. Dan kali ini sang Ayah mendadak menyuruhnya untuk pulang. Kembali ke rumah dimana dia di besarkan.

Jungkook adalah anak kedua dari Tuan Kim Yoonseong. Anak pertamanya bernama Kim Taehyung.

Tn. Kim Yoonseong adalah seorang pebisnis yang sukses membawa perusahaannya dalam masa jaya. Perusahaannya terbagi menjadi beberapa filial, bernaung di bawah corporation bernama Kingdom Corp. Usaha yang begitu besar yang ia rintis seorang diri dari titik nol sampai menjadi besar dan menguasai pangsa pasar.

Sampai sekarang, laki-laki berusia hampir setengah abad itu masih saja aktif menduduki kursi kekuasaannya. Sekalipun sesekali ia absent karena kesehatannya yang terganggu. Degenerasi fungsi tubuhnya lantaran usianya yang sudah tidak lagi muda.

Invisible Affliction ( Vkook / Brothership )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang