Belasan tahun yang lalu, sepulang ia dari Rumah sakit, setelah terbangun dari coma pasca kecelakaan hebat, Jungkook dan Taehyung masihlah akrab dan bermain dengan sangat menyenangkan. Ingatannya terpotong beberapa bagian. Terakhir yang terlintas dalam benaknya, ketika wanita berwajah seperti Bunda, mendadak berteriak histeris sambil memeluk Taehyung yang tergeletak tak sadarkan diri.Wanita itu melempari Jungkook dengan balok-balok permainannya bersama Taehyung. Berteriak dengan lantang dan menyuruhnya untuk menjauh. Dari ingatan itu Jungkook sama sekali tidak mengerti kenapa wanita itu terlihat sangat marah padanya, dan kenapa Taehyung bisa sampai terluka.
Sampai akhirnya ingatannya terputus ketika seseorang mendadak menarik tubuhnya dan menyelamatkannya dari sang Bunda yang hendak menusukkan pisau kearahnya. Sungguh kenangan buruk yang sama sekali tidak ingin ia ingat kembali. Sakit menghantam dinding hatinya saat ini. Mengapa semua hal terasa begitu memberat dalam benaknya. Tak bisa ia kendalikan seorang diri.
“Tuan muda, jika butuh sesuatu silahkan hubungi saya secepatnya,” Ucap sekertaris Dan yang masih iba melihat nasip Jungkook. Sekalipun Jungkook selalu tersenyum di hadapannya, ia tahu persis apa yang Jungkook rasakan.
Jungkook masih melihat mobil sekertaris Dan yang mulai menjauh meninggalkan apartemennya. Sebelum pergi sekertaris Dan memberikan sesuatu kepadanya. Melihat kejadian tak terduga seperti itu, sangat mengkhawatirkan jika membiarkan Jungkook tinggal sendirian.
Begitu menerima sebotol obat dari sekertaris Dan, ia langsung menelpon sahabat tercintanya. Karena selepas sekertaris Dan pergi, ia meminta Jungkook untuk menelpon Mingyu sekedar meminta penjelasan mengenai obat tersebut.
Mingyu bilang itu adalah Alprazolam, obat penenang untuk meredakan kepanikan. Bisa dibayangkan betapa bahayanya jika mendadak Jungkook mengalami kepanikan hebat lagi dan mendadak berhenti bernafas seperti kejadian di RS beberapa waktu yang lalu.
Terlebih sekarang ia tinggal di apartemen sendirian tanpa pengawasan. Maka, obat itu cukup membantu jika Jungkook menggunakannya di saat yang tepat.
Jungkook hanya tersenyum menatap botol itu. Sudah seperti orang dengan gangguan kejiwaan saja jika ia menyimpan obat seperti itu di apartemennya. Tapi pada kenyataannya obat itu bukanlah sesuatu yang menyebalkan. Jungkook lebih melihat jika obat itu adalah wujud kasih sayang dan kekhawatiran Mingyu terhadap dirinya.
“Yaa.. apa yang terjadi dengan wajahmu..?” Tanya Mingyu yang sedang videocall dengan Jungkook.
“Aku terjatuh,”
“Kau pikir siapa yang sedang kau bohongi..!!”
Jungkook tersenyum menyadari Mingyu telah mengembalikan kata-kata yang pernah ia lontarkan.
“Apa kau diterima baik dengan mereka, Ayah, Bunda dan juga Kakak mu..?”
“Tentu saja, mereka pasti sangat merindukan ku,”
“Lantas kenapa kau tinggal di apartemen sekarang..?!! Kenapa kau tidak serumah dengan mereka jika mereka menerima mu..??!!”
“Ba… bagaimana kau… tau..?”
“Cepat buka pintunya atau ku panggil polisi..!!!”
Jungkook terkejut melihat Mingyu sudah berdiri didepan pintu apartemennya. Ia mematikan sambungan videocallnya dan langsung bergegas menghampiri pintu. Mingyu berdiri dengan tatapan yang sama menyeramkannya dengan milik Haera saat marah. Ia merangsek masuk kedalam sebelum Jungkook berkata sesuatu.
“Aku sudah tahu ini akan terjadi, jadi jangan coba-coba membodohi ku.. kita sudah bersama belasan tahun lamanya dan akan terus bersama ribuan tahun kedepan, terbukalah dengan ku and everything’s gonna be alright!!” Mingyu hanya menerocos saja tanpa memberi ruang untuk Jungkook melontarkan pembelaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Invisible Affliction ( Vkook / Brothership )
Fanfiction[ Complete ] DILARANG PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN TIDAK TERIMA ALASAN TERINSPIRASI KALO ISINYA SAMA PERSIS BESERTA SUSUNAN KATA² NYA BERANI PLAGIASI TANGGUNG RESIKONYA DARI TUHAN!!! Dia... si manis yang selalu tersenyum tipis tiada lelah tetap meng...