Lesson III

6.8K 734 66
                                    

Jika bisa memeluk mu, maka angin pun tak kan sedingin ini
😌😌😌

Enjoy reading Dear 😘






Invisible Affliction



Tak bisa merasakan sakit, tak berarti boleh di perlakukan apa saja. tak berarti boleh mendapatkan luka apapun bentuknya. Karena tak bisa merasakan sakit, bukan berarti dia akan bahagia.

Hatinya tetaplah normal sebagaimana mestinya. Yang juga bisa merana jika mendapatkan perlakuan tak adil dari orang-orang disayanginya. Hatinya pun sama dengan manusia normal lainnya. Hati yang nampak tegar, namun rapuh dari dalam.

Didalam ruangan kerjanya yang ia kunci rapat-rapat, Jungkook membuka jasnya. Betapa terkejut dirinya melihat lengan kiri kemeja putih itu sudah semerah darah sampai ke pergelangan. Rupanya, tamparan Taehyung cukup keras sampai membuatnya terpelanting dan memecahkan sesuatu dan membuat lengannya terluka cukup dalam.

Luka semacam itu sering kali Jungkook dapatkan. Luka seperti itu bisa ia atasi sendiri karena ia sudah terbiasa. Hidup tanpa orang tua di sampingnya belasan tahun lamanya. Membuatnya bisa melakukan apa saja yang tidak banyak orang bisa lakukan sendiri.

Contoh kecil seperti merawat luka sobek di lengannya itu. Dari desinfektan, tiga jahitan sampai perban yang rapi terpasang menutupi luka dan menghentikan perdarahan. Jangan lupakan, jika dia punya sahabat yang sangat bisa di andalkan. Mingyu, yang mengajarinya merawat luka dalam kondisi darurat.

“Lumayan dalam ternyata…,” Gumamnya pada diri sendiri.

Lengannya sudah terobati, sama sekali tak terasa sakit, karena memang dirinya tak bisa merasakan sakit. Sekalipun luka itu cukup dalam. Yang tersisa hanyalah bekas tamparan Taehyung yang menyakitkan dan juga kecaman Bunda.

Kedua hal itu bergabung menjadi satu dalam benaknya membuatnya semakin merasa sedih. Sepertinya keinginan Taehyung dan Bunda itu sama. Tapi Jungkook sedikit heran, kenapa mereka tidak mengutarakannya secara langsung padanya jika jabatannya itu harusnya adalah milik Taehyung.

“Harusnya kalian bilang baik-baik saja pada ku apa yang kalian mau, aku bukan orang tamak yang akan menjadikan semua ini milik ku sendiri,” Gumam Jungkook sambil mengancingkan kemeja baru.

Jungkook tidak bisa jika harus mengunci pintu ruangannya terlalu lama. Karena sekarang ia adalah direktur yang akan sibuk mulai saat ini. Tidak bisa jika ia masih memelihara kebiasaan buruknya sebelum bekerja, melamun. Ia harus menunjukkan kemampuannya, kalau ia memang bisa melakukan apa yang Ayahnya inginkan darinya.

“Baiklah, mari kita bekerja, ini lebih berat dari yang ku kira,”

Hari pertamanya bekerja, sudah disodori agenda yang cukup padat untuk hari ini. Selesai pertemuan perdananya di gedung ini, ia harus bertemu dengan beberapa perwakilan karyawan yang mengajukan beberapa keluhan.

Beberapa hari belakangan, jauh sebelum ia masuk keperusahaan, sudah terjadi percikan api pertikaian di antara karyawan industri kimia dengan kepala bagian dipusat. Mereka merasa kesejahteraan karyawan mulai dikesampingkan. Maka dari itu mereka mengajukan demo.

Dan sekarang sebagai direktur baru, Jungkook harus bisa menyelesaikan masalah ini. Masalah yang bukan dirinya penyebabnya namun harus bisa ia selesaikan. Tidak berhenti sampai disitu, malam nya ia harus bertemu dengan beberapa mitra kerja yang mengajaknya nongkrong di café sebagai perkenalan dan juga sambutannya secara informal sebagai direktur baru.

“Direktur… ini mungkin sedikit sulit karena anda orang baru di perusahaan, mereka akan lebih meremehkan anda dari pada kepala bagian, jadi.. ijinkan saya menemani,” Ucap sekertaris Dan yang telah mengatur jadwal pertemuannya dengan karyawan pendemo itu.

Invisible Affliction ( Vkook / Brothership )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang