Lesson XI

4.5K 454 104
                                    

Pagi, cinta 😘
Maaf ya saya fast up
Kkk~~~

Buat yang lagi ujian, semangat ya
Saya nunggu kabar baiknya 😘




Enjoy Reading 🐇
















Invisible Affliction
















Setengah sadar dan nampak samar. Suara sayup itu terdengar. Derap langkah seribu memaksanya untuk tetap membuka mata. Sosok tak asing datang menyambanginya. Dia yang tengah lemah, dan tak ingin orang lain mengetahuinya.

Wooji bergegas membantu Jungkook berdiri dan berpindah tempat. Sekuat tenaga ia memapah Jungkook sampai ke sofa dan merebahkannya disana. Wooji segera mengunci pintu ruangan Jungkook yang belum sempat ia tutup dengan benar.

“Direktur? Apa yang terjadi?” Desah Jungkook panik sambil membuka jas yang masih Jungkook kenakan.

Melihat wajah Jungkook yang begitu pucat membuat kepanikannya bertambah. Terlebih sesekali Jungkook memegangi kepalanya yang masih terasa berputar-putar. Dengan gerakan tangan yang lemah, Jungkook memberi petunjuk kepada Jungkook untuk mengambil sesuatu yang ada di laci meja kerjanya. Jungkook bergegas melakukan yang Jungkook inginkan.

Ia segera menghambur kearah meja kerja Jungkook dan membuka laci yang berlapis-lapis itu. Sampai di laci ketiga, Wooji menemukan sebuah botol berisi obat. Ia mengambilnya serta segelas air putih yang masih ada di meja Jungkook.

“Berapa butir?” Tanya Wooji dengan nada gemetar. Jungkook tak bersuara hanya bibirnya yang bergerak membentuk kata ‘dua’.

Sesuai petunjuk Jungkook, Wooji memberikan dua butir tablet pereda rasa sakit itu dan membantu Jungkook untuk meminumnya dengan baik. Pereda rasa sakit dengan dosis tinggi, sedikit menarik perhatiannya. Karena itu berarti gejala yang timbul dari sakit Jungkook frekuensinya sudah bertambah.

Sesungguhnya, kata sakit masih belum muncul kembali dalam kamus Jungkook. Rasa sakit hanyalah sebuah kiasan yang nampak dari visualisasinya semata. Rasa sakit, masih enggan menghampirir sistem sarafnya. Hanya saja, rasa sakit yang tak terlampiaskan itu, membuatnya frustasi. Kepalanya berputar, dan ia sangat mual.

Wooji termasuk salah satu orang yang mengerti dengan detail bagaimana Jungkook bisa mengidap Haematoma. Karena dokter yang merawat Jungkook sendiri yang menjelaskan kepadanya bagaimana kondisi Jungkook pada saat itu. Hasil ke usilan Wooji yang menanyakan secara langsung kepada dokter, mengenai keadaan Jungkook.

Hasil CT-Scan Jungkook beberapa hari yang lalu, menjelaskan adanya gumpalan tak wajar di luar jaringan otaknya, Haematoma. Trauma semacam itu, biasanya adalah akibat jangka pendek atau panjang nya cedera kepala yang disebabkan oleh benturan. Besar kemungkinan, kecelakaan yang Jungkook alami 2 tahun silam adalah faktor penyebabnya.

Wooji diam seribu kata melihat Jungkook kembali tenang dan tak lagi mengerang kesakitan. Ia menyeka sedikit demi sedikit peluh yang membanjiri kening Jungkook. Semakin dalam Wooji mengamati wajah bening pemuda itu, semakin dalam rasa khawatirnya dengan keselamatan Jungkook.

“Dia, masih belum sembuh kak, aku harus bagaimana?” Gumam Wooji, lirih. Bukan bicara pada Jungkook tentunya.

Memprihatinkan melihat Jungkook masih dalam belenggu nestapa sendirian. Bahkan seharusnya saat ini Jungkook wajib menjalani operasi untuk menghilangkan cairan yang mulai menggumpal di luar jaringan di dalam tempurung kepalanya. Tapi karena ada urusan penting yang harus Jungkook selesaikan, ia menolak melakukan operasi saat ini. Lantaran efek dari pembedahan yang membuatnya berpikir dua kali.

Invisible Affliction ( Vkook / Brothership )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang