"Dia itu kayak kabut, terlalu abu-abu buat di tebak. Datang dan pergi tanpa memberi tahu dan terkadang membawa rasa pedih tanpa kau sadari itu."
~Melani
~_¤_~
Melani menandaskan air lecinya dengan cepat, sementara mulutnya masih terlihat menggembung lucu karena barusan ia memasukkan ketoprak dengan suapan-suapan yang cukup besar.
Salsa dan yang lainnya hanya ternganga melihatnya, namun hanya sebentar. Setelah sadar, mereka langsung menutup mulut mereka kembali. Siapapun yang melihat Melani saat ini, pasti bisa melihat dengan jelas kilatan emosi di wajah cantiknya. Ica dan Sandy memandang ngeri melihat Melani yang tengah memakan makanannya seperti sedang kelaparan.
"Mel," Kiki memanggil pelan.
"Hem, apaan?" Melani mengangkat wajahnya membuat Kiki dan yang lainnya menahan napas.
"Itu, lo nggak lagi kenapa-napa kan?" tanya Kiki dengan nada khawatir.
Melani meletakkan sendok dan garpunya ke tempat semula, matanya memicing kemudian memandangi teman-temannya satu persatu.
"Nggak lah, emangnya gue kenapa?" tanya Melani akhirnya.
"Lo laper banget apa gimana? muka lo juga keliatan lagi emosi banget." Salsa menjawab pelan.
"Gue? Oh, jelas dong Sal. Gue yakin, pasti semua orang juga bakalan emosi seandainya ada di posisi gue. Coba aja kalian bayangin, hari ini gue terlambat, udah gitu disuruh nyiramin bunga sepanjang jalan kenanga sama nyapu sepanjang koridor kelas sepuluh, mana banyak banget lagi adek kelas yang nyebelin sambil senyum-senyum ngeledek gitu, habis itu waktu masuk kelas malah disuruh ngerjain soal akuntansi di papan tulis yang sumpah bikin gue mumet, ngerti aja enggak. Huuh, rasanya kayak ketiban sial gue hari ini." Melani menjelaskan dengan menggebu-gebu. Bahkan napasnya ikut turun naik tidak teratur.
Salsa dan yang lainnya pun bisa mengerti betapa kesalnya Melani saat ini.
"Iya Mel, gue paham banget yang lo rasain. Tapi yang gue penasaran, kok lo bisa telat sih?" Sandy bertanya penasaran.
"Mungkin gara-gara semalam gue tidurnya nyenyak banget kali ya?" Melani bertanya pada dirinya sendiri.
"Emangnya biasanya lo insomnia?" tanya Kiki penasaran.
"Iya, soalnya gue sering keingetan sama almarhum kakek nenek gue. Apalagi akhir-akhir ini gue juga lagi kangen berat sama abang gue." jawab Melani jujur.
Kiki dan yang lain akhirnya mengangguk paham betapa kesepiannya Melani selama ini. Tinggal di rumah yang mewah, namun sunyi juga tidak bisa menjamin kebahagiaan apa-apa. Walaupun Melani masih terhitung beruntung dibandingkan beberapa anak-anak di luaran sana yang tidak memiliki tempat tinggal, bahkan seandainya bisa, pasti mereka ingin bertukar posisi dengan Melani.
"Tapi kalian ngerasa nggak sih kalau akhir-akhir ini gue sering ketiban sial semenjak Faldi si bocah tengil itu ada di sekitar gue?" tanya Melani tiba-tiba sekaligus meminta pendapat teman-temannya.
"Hah?" Kiki, Salsa, Sandy, dan Ica kompak kaget dengan pertanyaan Melani.
"Menurut gue nggak gitu juga kali Mel, lagian nggak boleh suudzon gitu, dosa." jawab Salsa mengingatkan.
"Bener tuh Mel." timpal yang lainnya.
"Gue tuh nggak bermaksud suudzon, tapi kenyataanya memang kayak gitu Sal. Sebelum gue ketemu sama Faldi ya, hidup gue tu adem ayem, nggak pernah ada yang ngajak ribut, udah gitu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us (Spin Off Ilusi Hati)✔ Completed
Teen FictionPerihal Freesia Melani Atera yang terjebak pahitnya mencintai sendirian. ### "Alunan nada kita memang nyaris seirama, namun mengapa hati kita justru berlawanan arah?" ~Melani Cover by: Me