Terimakasih, karena telah menjadi alasanku tetap tersenyum.
~Anonim
🍥🍥🍥
Berada di hingar bingar pasar malam seperti saat ini sebenarnya jauh dari pilihannya. Seandainya ada dua pilihan, harus menghabiskan malam minggu di pasar malam seperti saat ini atau rebahan saja di kamar, tentu saja Faldi akan memilih opsi yang kedua.
Tapi sayangnya saat ini ia tidak disediakan pilihan, Clarisa mengajaknya, bahkan ini tidak bisa dikategorikan sebagai ajakan. Justru lebih terlihat sebagai paksaan. Karena sejak sore tadi, setelah pulang dari nge-band di Cafe pamannya tadi, Clarisa terus merengek padanya meminta ditemani ke pasar malam. Katanya ada sesuatu yang perlu ia beli di sana.
Tapi, sebentar. Gadis di ujung sana yang memakai sweater hitam dan celana jeans selutut itu terlihat seperti seseorang yang ia kenal dengan baik. Walaupun hanya terlihat dari samping pun, Faldi yakin seratus persen jika itu pasti Melani.
Tanpa ia sadari, sudut bibirnya sedikit tertarik. Ia baru saja berniat menghampirinya, namun langsung urung ketika dilihatnya tak jauh dari sana ada sosok lain yang ia kenali. Laki-laki itu terlihat seperti, Rizki?
Entah hanya perasaannya saja, atau memang iya, bahunya terasa melemas begitu saja. Sementara Clarisa sudah menarik-narik tangannya mengajaknya pergi ke Stan yang lain lagi.
Untuk pertama kalinya, Faldi menjauhkan tangan Clarisa dari lengannya membuat gerakan Clarisa terhenti tiba-tiba saking bingungnya.
"Bentar, gue mau nelepon dulu." ujar Faldi begerak menjauhi Clarisa dan kembali ke tempatnya semula saat ia melihat Melani.
Gadis di seberang sana tampak mengambil sesuatu dari saku sweaternya, yang tak lain adalah handphone. Gadis itu yang tak lain adalah Melani terlihat sedang mengamati ponselnya sebentar sebelum menempelkannya di telinga dengan ekspresi malas.
Tanpa sadar, Faldi terkekeh pelan.
"Apa?" Sarkas suara di seberang sana membuat Faldi terkekeh lagi.
"Ckck, galak banget sih." Faldi pura-pura berdecak kesal.
"Ish, apaan? Nggak jelas banget lo." Sambung Melani lagi yang mulai kesal.
"Lo dimana?" Faldi mulai menguji. Ia sendiri pun tidak tahu apa motifnya saat melakukannya.
"Lagi keluar ke pasar malam. Kenapa?" Melani bertanya penasaran.
"Ooh, tumben. Sama siapa?" Tanya Faldi dengan hati-hati.
"Lo ngapain sih nanya-nanya. Gabut banget ya lo?" Cecar Melani mulai berang.
"Jawab aja Mel." ujar Faldi terkesan sedikit memohon membuat Melani terdiam sesaat.
"Oke, gue lagi sama Kak ... Rizki." Melani menjawab sedikit ragu.
Faldi mencoba tersenyum lagi, senyum yang sedikit terpaksa.
"Jujur banget sih Mel, sekali-kali bohongin gue kek." Faldi mengucapkanya begitu pelan, bahkan hanya terdengar seperti gumaman saja.
"Lo bilang apa Fal? Nggak kedengaran." Di tempatnya, Melani tampak bingung. Bahkan kakinya bergerak-gerak gelisah.
"Nggak papa."
"Tadi gue bilang, coba lo hadap depan." Faldi sudah kembali seperti biasa, suaranya bahkan terdengar kelewat menyebalkan.
"Apaan sih? Nggak jelas banget lo." Balasnya terdengar kesal. Tapi di luar dugaannya, Melani tampak menuruti perintahnya untuk menghadap depan. Gadis itu mendelikkan matanya lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us (Spin Off Ilusi Hati)✔ Completed
Ficțiune adolescențiPerihal Freesia Melani Atera yang terjebak pahitnya mencintai sendirian. ### "Alunan nada kita memang nyaris seirama, namun mengapa hati kita justru berlawanan arah?" ~Melani Cover by: Me