🍥🍥🍥
Bian memandangi Melani dengan ekspresi sedih. Hatinya berantakan melihat adik semata wayangnya terbaring tak berdaya di bangsal rumah sakit. Ini bahkan sudah tiga hari sejak insiden kecelakaan malam itu, dan Melani belum membuka matanya sama sekali.
Bahkan sejak tiga hari belakangan ini Bian merelakan dirinya terus bolak balik ke rumah sakit karena tidak tega meninggalkan adiknya sendirian. Sementara orangtua mereka sedang dalam perjalanan bisnis, dan tidak mungkin meninggalkannya begitu saja. Bahkan saat mendengar kabar insiden itu Bunda terus menangis dan bisa menelepon Bian hingga lima kali dalam sehari, demi ingin memastikan putrinya sudah siuman atau belum.
Namun suara pintu yang baru saja dibuka membuat atensi Bian refleks teralihkan. Alis Bian mengernyit saat menemukan laki-laki yang kira-kira lebih muda darinya sedang berdiri di depan pintu sambil memegang buket bunga yang cukup besar dengan ekspresi terkejut.
Bian melirik Melani sebentar, kemudian ia kembali menatap laki-laki di depannya dengan terang-terangan.
"Lo siapa? Temennya dia?"
Tak bisa menahan rasa penasarannya, Bian bertanya pada laki-laki itu seraya menunjuk Melani dengan dagunya. Jangan lupakan nada yang begitu mengintimidasi yang sengaja ia keluarkan, namun sepertinya laki-laki di depannya tampak tidak terpengaruh.
"Ah, iya. Kenalin, gue Rizky. Gue seniornya Melani di sekolah." Rizky menjawab kikuk karena merasa tidak menemukan jawaban yang tepat. Sedikit berbasa basi, Rizky mengulurkan tangannya mengajak Bian berjabat tangan. Namun malas untuk menanggapi, Bian hanya mengabaikannya saja membuat Rizky akhirnya tersenyum masam.
"Ooh, pasti ada yang mau lo sampaikan ke adek gue kan? yaudah gue tinggal dulu." ujar Bian akhirnya, sepertinya ia mulai lelah bersandiwara.
"Adik?" Entah apa yang sedang ada dalam pikirannya, namun satu pertanyaan yang baru saja ia gumamkan membuat senyum Rizky langsung tertarik tanpa bisa dicegah.
"Gue masih punya kesempatan kan Mel? Gue janji, kali ini hati gue yang paling tulus akan gue persembahkan cuma untuk lo."
Tanpa bisa laki-laki itu cegah, senyumnya kembali terbit begitu saja. Ia meletakkan buket bunga yang ia bawa ke atas nakas, kemudian ia mendudukkan dirinya pada kursi yang tersedia di samping ranjang rumah sakit.
Untuk pertama kalinya, Rizky menyentuh beberapa helai rambut Melani yang jatuh mengenai wajah lembutnya, kemudian tangannya bergerak merapikannya.
"Gue belum pernah merasa sekehilangan ini ketika ada yang menjauhkan diri dari gue, dan lo yang pertama buat gue merasakan itu Mel."
"Dan lo juga yang pertama membuat gue dihantui rasa bersalah disaat selama ini gue selalu merasa bodo amat dengan rasa sakit oranglain."
"Maafin gue Mel karena pernah nyakitin lo demi orang lain."
Sebanyak apapun yang ia ungkapkan sepertinya percuma, Melani masih saja setia menutup mata dan pendengarannya.
🍥🍥🍥
"Pokoknya gue nggak mau tau, kita harus jenguk Melani siang ini yaa, gue rindu banget sama tu anak." Rengek Salsa seraya mengguncang-guncangkan lengan Kiki yang sedang menulis.
"Iya Sal, iyaa. Gue juga udah kangen banget sama si Mel-Mel. Bukan cuma lo doang. Tapi bisa nggak sih Sal lepasin tangan gue, susah banget dari tadi mau nulis, haish." Geram Kiki yang tak bisa ditahan lagi.
"Oh iya, ajakin si Faldi juga. Pasti tu anak mau ikut juga." ujar Sandy menyarankan yang langsung disetujui oleh mereka.
Salsa yang tidak bisa menunggu lama akhirnya berjalan menghampiri meja Faldi. Belakangan ini laki-laki itu tidak tampak secara biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us (Spin Off Ilusi Hati)✔ Completed
Teen FictionPerihal Freesia Melani Atera yang terjebak pahitnya mencintai sendirian. ### "Alunan nada kita memang nyaris seirama, namun mengapa hati kita justru berlawanan arah?" ~Melani Cover by: Me