Pokoknya Happy Reading man-teman:), semoga part kali ini bisa menghibur.
Mungkin pelan-pelan aku perlu belajar untuk membunuh debar menyenangkan ini. Meski baru sebesar biji padi, namun dipaksa untuk mati itu sakitnya tetap seluarbiasa ini :(
~Anonim
Hampir satu minggu sejak kejadian Melani yang membentak mamanya, gadis itu masih terus diliputi perasaan bersalah yang menggerogotinya tanpa ampun. Karena sejujurnya, sampai umurnya hampir menginjak 17 tahun pun, tak sekalipun ia pernah membentak orang tuanya, selain hari itu.Sampailah hari ini, tepatnya pada pukul setengah enam pagi, Melani menatap nanar kertas dalam genggamannya. Gadis itu memilih untuk menyampaikan permohonan maafnya lewat secarik kertas yang akan ia selipkan pada bagian bawah pintu kamar mamanya. Untuk menyampaikan permohonan maafnya secara langsung, rasanya Melani terlalu malu dan pastinya ia akan tergugu sendiri didepan mamanya nanti.
To: Mama tersayang
Ma, Melani minta maaf soal kata-kata Melani hari itu. Melani ngaku, Melani salah ma, cuma Melani lagi kebawa emosi waktu itu, dan mood Melani benar-benar lagi nggak baik. Itu semua karena Melani rindu mama, tapi Melani takut mama terganggu, dan Melani terlalu buta untuk menyampaikan kerinduan Melani. Tapi apapun alasannya, Melani sadar kalau Melani salah. Maaf.
Sekali lagi, Melani memberanikan diri untuk menatap surat buatannya, memastikan kata-kata yang ia untai tidak mengandung kalimat yang mungkin akan menyakiti hati mamanya lagi.
Pada akhirnya Melani memantapkan hatinya untuk menyelipkan suratnya saat ini juga, bahkan karena begitu gugup Melani sampai tidak mampu membayangkan respon apa yang akan ia dapatkan dari mamanya nanti. Melani memilih berlari kecil menuruni tangga serta menyambar ranselnya tanpa melirik sedikitpun kearah meja makan yang telah tersedia sarapan seperti hari-hari biasanya.
Dengan gerakan terburu-buru Melani mengikat tali sepatunya yang justru membuatnya kesulitan. Melani baru saja beranjak bangun ketika ia telah selesai mengikat tali sepatunya, namun gerakannya harus terhenti ketika suara sosok mamanya justru memanggilnya lirih membuat jantung Melani berdegup kuat.
"Melani,"
"Eh, iya Ma." jawab Melani sedikit canggung.
"Sini dulu sayang." panggil mamanya lembut.
Melani diambang keraguan, disatu sisi ia baru saja selesai mengenakan sepatunya, tapi disisi lain ia justru penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh mamanya. Sampai akhirnya ia memilih melepas kembali sepatunya.
"Em, kenapa Ma?" tanya Melani masih ragu.
"Duduk dulu Mel, kita sarapan sama-sama." Kali ini papanya yang bersuara.
Deg
Lagi-lagi jantung Melani berdegup kencang ketika mendengar tawaran papanya. Bukannya dihari-hari biasanya justru mereka yang tidak punya waktu walau hanya sekedar sarapan di rumah?
Jujur ini membuat Melani bingung, apa ini karena mama dan papanya baru saja membaca surat yang ia buat? Apa seberpengaruh itu?
"Iya Mel, lagian ini masih pagi juga. Masih sempat kan kalau kamu sarapan dulu?" tanya mamanya lagi. Melani mengangguk kikuk.
"Surat ini kamu yang buat?" lagi-lagi mamanya bertanya ketika Melani, Mama, dan Papanya baru selesai sarapan.
Saking gugupnya Melani sampai menggigit bibirnya sangat kuat, mengabaikan rasa perih yang menderanya. Hingga Melani mengangguk lagi, mamanya perlahan tersenyum kecut.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us (Spin Off Ilusi Hati)✔ Completed
Teen FictionPerihal Freesia Melani Atera yang terjebak pahitnya mencintai sendirian. ### "Alunan nada kita memang nyaris seirama, namun mengapa hati kita justru berlawanan arah?" ~Melani Cover by: Me