18. Jealousy

22.6K 678 14
                                    

Gerald terbangun karena usapan lembut di pipinya. Ia membuka matanya menemui wajah yang sangat ia cintai. Sean tersenyum padanya. Betapa indah pagi ini, ia terbangun dengan sentuhan dan senyuman Sean. Semalam ia dan Sean bergulat panas dan berkali kali hingga ia lupa berapa kali mereka melakukannya. Tiada kemarahan di antara mereka.

"Morning beautiful." sapa Sean. Ia meraih tangan Gerald lalu menciumnya.

"Sebaiknya kau mandi lalu kita pergi mencari sarapan." sambungnya.

Gerald tersenyum. Ia bangkit dengan tangan memegangi selimut yang menutupi dadanya sampai kebawah.
"Let's talk."

"Kau ingin bicara tentang apa?" tanya Sean dengan kening berkerut.

"Tentang kepergianmu seminggu ini."

"Baiklah. Aku memang pergi ke Denver bertemu ibuku."

"Bukankah Renai di New York?" tanya Gerald bingung.

"Ibu kandungku, Lydia."

"Aku tidak mengerti."

"Dulu ayahku menikah dengan Lydia dan lahirlah aku. Setelah aku berumur 5 tahun mereka bercerai. Ayahku menikah lagi dengan Renai." jelas Sean.

"Jika dipikir aku tidak mungkin anak Renai. Kami beda 12 tahun." sambungnya sambil tertawa.

"Oh."

"Dan itulah sebabnya Gema selalu bertengkar dengan ku." ucap Sean.

Gerald diam sejenak sementara benaknya bertanya tanya siapa Gema? Keningnya berkerut pertanda ia sedang berpikir.
Oh, Gema adalah putri Renai. Gadis yang selalu mengganggu Gerald saat pertama bekerja. Ia ingat sekarang.

"Lalu kenapa sampai seminggu? Bukannya kau bilang hanya tiga hari?" tanya Gerald.

"Di hari kedua aku terpaksa pulang ke New York. Ayahku sakit dan ia ingin aku menemaninya."

"Bagaimana keadaan Ayahmu?"

"Ia sudah membaik sekarang."

"Syukurlah."

"Jadi kenapa kau tidak menuruti ucapanku?" tanya Sean tiba tiba.

"Eh?"

"Sudah ku larang untuk pergi dengan Logam."

"Logan, Sean. Itu semua karena dirimu. Kau jarang mengangkat telfon ku dan juga jarang membalas pesanku."

"Kenapa tidak pergi bersama Rebecca, kenapa harus Logan?"

"Karena Rebecca sibuk dengan pacarnya." jelaa Gerald.

"Kenapa tidak pergi dengan Camilla?"

"Camilla berkunjung ke rumah suaminya."

"Kenapa tidak dengan bibimu atau pamanmu?" tanya Sean untuk ke sekian kalinya.

"Kau cemburu ya?" tanya Gerald. Senyuman menisnya terukir sempurna di wajah cantiknya.

"Kalau cemburu kenapa, eh?" tanya Sean. Ia mendekatkan tubuhnya lebih dekat dengan Gerald. Sean mencium kening Gerald.
"Bukankah itu hal wajah jika pacarmu cemburu?"

Gerald blushing akibat perkataan Sean. Kuharap ia tidak melihat wajah merahku, ucapnya dalam hati.

Jemari Sean mengusap punggung telanjang Gerald. Gerald merasa meremang dengan sentuhan Sean. Tangan Sean mengusap punggung lalu turun ke arah pinggang sementara bibirnya menciumi wajah Gerald.

"Sebaiknya kau mandi sekarang atau aku akan meneruskan yang semalam." bisik Sean di telinga Gerald sebelum menggigitnya pelan.

Gerald langsung mendorong Sean untuk menjauh. Ia melilitkan selimut di tubuhnya guna menutupi ketelanjangannya. Ia berlari kecil menuju kamar mandi sementara Sean tertawa di belakangnya.

"Kenapa harus ditutupi? Aku sudah melihat semuanya tadi malam." ucap Sean sambil tertawa.

"Fuck you." jawab Gerald dari kamar mandi.

****

Mereka tidak jadi makan di luar karena Sean mendapatkan telfon yang cukup penting. Itulah sebabnya Sean harus ke kantor. Dan sekarang ia sendiri lagi. Ia menghabiskan waktunya dengan membaca buku di kamar dan sesekali bermain ponselnya.

Jam terus berjalan dan hari mulai berganri sore. Gerald sedang berada di dapur saat pintu rumah terbuka. Jika bukan Sean pasti Raina karena hanya mereka yang mempunyai kunci pintu rumah ini. Saat hampir melangkahkan kakinya meninggalkan dapur, Sean tampak berjalan bergandengan dengan wanita cantik berambut pirang. Gerald mengenal wanita itu karena ia model terkenal, ia adalah Sarah Slade.
Mereka berdua sepertinya tidak menyadari keberadaan Gerald sementara Sarah bergelayut manja di lengan Sean.

Seketika hati Gerald rasanya seperti tertusuk oleh sepihan kaca. Bukankah Sean mencintainya? Tapi kenapa ia bersama Sarah dan bertingkah seperti sepasang kekasih? Tidak, ia percaya dengan Sean. Ia harus bertanya sendiri kepada Sean.

"Selamat sore." ucap Gerald pada akhirnya. Sean dan Sarah menoleh ke arah Gerald.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Gerald.

Sean membisikan sesuatu di pada Sarah. Selanjutnya Sarah langsung beranjak ke kamar Sean. Tinggal Sean dan Gerald yang saling berpandangan. Sean menatap Gerald dengan tatapan bersalah sementara Gerald membuang muka karena ia tahu bahwa air matanya akan tumpah.

"Tuan ingin makan apa untuk makan malam?" tanya Gerald sambil mengusap air matanya dengan punggung tangan.
Sean berjalan mendekat ke arah Gerald sementara Gerald berjalan mundur menjauh.

"Gerald." panggil Sean namun Gerald tidak menjawab. Ia tetap berjalan mundur karena Sean semakin mendekat. Geram dengan kelakuan Gerald, Sean langsung meraih pinggang Gerald dan membawanya mendekat dengan satu hentakan kasar.

"Apa?! Apa yang kau mau?!" tanya Gerald emosi dengan Sean.

Sean menangkup wajah Gerald berniat untuk menciumnya. Gerald memalingkan wajahnya sehingga bibir Sean menyentuh pelipisnya.

"Kau berhutang penjelasan padaku, Cage."

Sean mendesah

"Sarah hanya sahabatku. Apa kau percaya padaku?" bisik Sean. Gerald mendorong Sean untuk menjauh darinya.

Tak ada jawaban dari Gerald. Beberapa menit berlalu namun Gerald masih diam tak mengucapkan sepatah kata.

"Ingin memulai pertengkaran lagi?" tanya Sean dengan nada bosan. Hal itu sukses membuat Gerald mendongak menatapnya.

Seketika Gerald merasakan secercah rasa amarah. Ia menatap Sean dengan kening berkerut cukup lama sedangkan Sean memberikan tatapan tajam. Sepertinya ia serius dengan ucapannya barusan.

Gerald mendesah frustasi sebelum menjawab pertanyaan Sena"Ya, aku percaya."

Untuk saat ini, sambungnya dalam hati.

"Aku mencintaimu." Gerald mendengar suara Sean bergetar saat mengucapkan kalimat tersebut. Sean kembali mencium pelipisnya cukup lama.

Tiba tiba rasa khawatir mulai menyerangnya. Rasanya seperti Sean akan pergi meninggalkannya. Dan tanpa sadari keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.

Oh Tuhan, pertanda apa ini?

Gerald mendorong Sean menjauh, "Sudah cukup. Aku ingin bekerja sekarang."

Sean melepaskan pelukannya lalu terkekeh pelan sebelum beranjak pergi dari dapur.













Haloooooo fellas 👋
Terima kasih karena telah membaca maupun memberikan bintang 🙏

Btw, aku buat cerita baru huehuehuehueheu
Monggo kalau ingin membaca atau sekedar liat liat 😊

Terima kasih dan sampai jumpa lagi

Housemaid With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang