"Gerald." ucap Sean lemah. Perlahan lahan ia mulai mendapatkan kesadarannya. Ia membuka matanya perlahan berharap Gerald berada di sampingnya namun yang ia lihat bukanlah Gerald, melainkan Logan bersama pria yang wajahnya sangat mirip dengan Gerald. Ia yakin pria itu adalah Gale atau kakak dari gerald.
"Ia tak ada di sini." jawab Logan sambil membaca majalah sementara Gale tengah melihat Sean dengan tatapan membunuh.
Setelah sepenuhnya sadar, Sean mulai mengobservasi sekelilingnya. Ia tertidur di sofa dan di depannya ada meja kecil beserta beberapa majalah. Ia yakin jika ini adalah ruang tamu. Sean masih mengenakan bajunya yang kini kotor penuh debu dan bekas darah.
"Kamar tamu sedang direnovasi." ucap Gale dingin. Sean segera bangkit dari tidurnya lalu mengambil posisi duduk yang sopan. Rasanya seluruh tulangnya telah remuk.
Gale melirik Logan sebentar lalu Logan mengangguk paham. Logan melempar majalahnya ke meja lalu berjalan meninggalkan ruang tamu. Meninggalkan Sean dan Gale sendiri.
Sepertinya sudah saatnya introgasi. Pikir Sean.
"Apa yang membuatmu kemari?" tanya Gale dengan memberikan tatapan menikam kepada Sean.
Kan. Sudah kuduga.
"Aku ingin menemui George dan Gerald." jawab Sean jujur.
"Kenapa tidak dari dulu?"
"Karena ia melarangku menemuinya lagi dan aku tidak ingin ditolak lagi."
"Jadi kau cukup yakin jika sekarang ia tidak menolakmu?"
"Tidak terlalu yakin."
"Apa yang membuatmu sedikit yakin?"
"Aku yakin karena George. Jika ditolak lagi pun aku tidak apa apa. Aku hanya ingin melihat George dan Gerald." jelas Sean.
"Kumohon izinkan aku menemui putraku." sambungnya."Tidak seharusnya kau memohon kepadaku. Memohonlah pada Gerald karena ia ibunya." ucap Gake dingin. Ia terus menatap lurua ke luar jendela.
"Baiklah." lirih Sean. Rasanya rahangnya benar benar patah karena perkelahian tadi.
Gale bangkit dari duduknya, "Cepat selesaikan masalahmu dan angkat kakimu dari rumah ini dengan segera."
Wow aku diusir?
"Gerald!" panggil Gale sebelum pergi meninggalkan rumah.
Gerald datang sambil membawa kotak putih. Ia mengambil tempat duduk di sofa lain di samping Sean sebelum menyodorkan kotak putih tadi. "Aku yakin kau bisa mengobati lukamu sendiri." ucap Gerald datar.
"Mengapa kau kembali lagi? Bukankah sudah ku bilang bahwa semua sudah selesai?" tanya Gerald sambil melipat kedua tangannya di dada. Ia menatap Sean hanya sekilas sebelum membuang muka.
"Ya, kau sudah mengatakannya." Sean tidak mengalihkan pandangannya sedetikpun dari Gerald. Penampilan Gerald sekarang banyak berubah dan tentunya ia semakin cantik walau sedang marah.
"Lalu mengapa datang lagi?" tanya Gerald. Ia tidak menatap Sean melainkan memandang lurus ke depan.
"Karena George dan jujur aku tidak bisa jauh darimu. Aku ingin kau kembali." Gerald menoleh pada Sean mendengar kalimat terakhir yang dilontarkan Sean.
"Mengapa tidak mengatakannya 4 tahun yang lalu?" Gerald menatap Sean bingung dan tidak percaya.
"Aku tidak ingin ditolak lagi dan apakah kau mau menemuiku 4 tahun yang lalu?"
"Kau pikir aku masih mau menemuimu sekarang?" Gerald kembali membuang muka.
"Kenyataanya kau menemuiku sekarang bahkan berbincang berdua di ruang tamu ini." ucap Sean. Gerald membuka mulutnya untuk berbicara namun menutupnya lagi karena ucapan Sean adalah kebenaran.
Sean meraih tangan Gerald lalu mengelus punggung tangan Gerald sebelum menciumnya, "Aku ingin kau kembali."
Gerald sangat menikmati tiap sentuhan Sean. Mendengar Sean memohon kepadanya pun terdengar seperti mendengar denting lonceng di hari natal. Inilah yang ditakutkan Gerald, sikap manis Sean yang lama kelamaan akan menghancurkan tembok pertahanan Gerald yang sudah ia bangun dengan susah payah.
Gerald menarik tangannya, "Kita sudah memiliki hidup masing masing Sean. Kau dengan Sarah dan aku tidak mau menjadi alasan rusaknya rumah tanggamu."
"Sudah kukatakan aku tidak menikah dengannya. Dylan yang menikah dengan Sarah." jelas Sean.
"Bagaimana bisa?" tanya Gerald bingung.
"Dylan cinta mati dengan Sarah dan ia menerima Sarah apa adanya."
Keheningan mulai menyusup di antara Gerald dan Sean. Sean masih menatap Gerald namun tidak dengan Gerald. Ia tidak ingin menatap Sean karena ia tidak ingin tembok pertahannya hancur dengan melihat mata hazel Sean yang terlihat rapuh.
"Kumohon jangan halangi aku untuk menemui George. Ia juga anakku dan aku membutuhkannya." ucap Sean pada akhirnya.
"Baiklah."
"Apakah kau bersedia kembali kepadaku? Aku sudah memenuhi janjiku untuk menyelesaikan masalahku dengan Sarah."
Lagi lagi Gerald terkejut dengan permintaan Sean. Hatinya menjerit ingin kembali namun tidak dengan otaknya. Gerald sungguh sungguh bimbang sekarang. Ia senang bahwa Sean tidak menikah dengan Sarah dan masih mengharapnya kembali namun Gerald tidak ingin meremukan hatinya lagi. Memori saat hubungannya dengan Sean kandas kembali teringat di bayangannya.
Bagaimana jika suatu hari ia menyakitiku lagi? Pikir Gerald ragu ragu. Keheningan kembali terjadi.
Gerald menarik nafas dalam lalu menghembuskannya pelan, "Tidak maaf Sean. Aku tidak bisa kembali." ucap Gerald pada akhirnya.
"Kenapa?" tanya Sean. Gerald dapat mendengar kesakitan di suara Sean.
"Aku tidak ingin." ucap Gerald.
"Okay, masalah kita sudah selesai. Aku tidak akan menghalangimu bertemu dengan George. Jadi kau boleh pergi sekarang.""Bolehkah aku meminta sesuatu darimu? Sebelum aku kembali ke US." tanya Sean.
"Apa itu?"
"Izinkan aku bersamamu dan George untuk 2 hari dan setelahnya aku akan benar benar pulang dan tidak mengganggumu lagi." Sean terdengar serius bahkan matanya menggelap kali ini.
"Baiklah, hanya 2 hari."
"Terima kasih." ucap Sean datar.
Gerald bangkit dari sofa, "Aku harus menjemput George sekarang."
"Aku bisa menjemputnya." Sean berusaha bangkit juga namun Gerald menahan kedua pundaknya untuk tetap duduk.
"Tidak, kau baru saja masuk mesin penghancur. Kau harus istirahat. Tidak ada bantahan!" ucap Gerald dengan tatapan tajam.
"Aku pergi dulu." ucap Gerald sebelum berjalan ke arah pintu.
Wow, this conversation was really breathtaking. Pikir Gerald.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Housemaid With Benefits
عاطفيةPembantu yang mempunyai berbagai manfaat? Siapa yang tidak mau. Hugable Kissable? Sungguh pembantu dambaan. Geraldine Chester menemukan pekerjaan walau hanya sebagai pembantu. Namun siapa sangka pekerjaannya mempertemukannya dengan Sean Cage. Semua...