23. It's over

18.1K 616 20
                                    

Dua hari setelahnya, Sean menemui Sarah di kedai kopi dekat taman kota sesuai rencana yang telah ia buat bersama Dylan. Sean melihat Sarah berjalan ke arahnya setelah menunggu sekitar 20 menit.

"Ada apa dengan wajahmu Sean?" tanya Sarah. Kedua tangannya menangkup wajah Sean sembari mengeceknya. Sean sendiri segera melapskan tangan Sarah dari wajahnya lalu tersenyum.

"Duduk lah Sarah." ucap Sean. Sarah mengangguk sebelum mengambil tempat duduk di seberang Sean.

"Apa yang ingin kau bicarakan? Aku menelfonmu tapi kau tidak mengangkatnya." ucap Sarah dengan wajah cemberut.

Ponsel. Sean mengingat bahwa sekarang ia tidak punya ponsel. Ia telah membanting ponselnya hingga hancur di bar kemarin. Sepertinya ia harus mencari ponsel baru sekarang.

"Ah ponsel ya. Ponselku rusak."

Sarah mengangguk.

"Apakah kau sudah mempertimbangkan perkataanku kemarin?" tanya Sean.

"Kau membahas itu lagi. Aku muak Sean, terimalah apa yang terjadi."

"Aku memohon dengan sangat Sarah atau aku akan memberitahukan hal ini kepada ayahmu."

"Kau mengancamku? Maaf, itu akan sia sia. Mereka tidak akan mempercayaimu, terutama Hans."

"Aku akan mengusulkan tes DNA kepada ayahmu dan kau tidak bisa mengelak dengan hasilnya Sarah."

Sarah diam dan kini wajahnya memucat. Ia menatap meja dengan pandangan kosong. Sean langsung berlutut di hadapan Sarah, "Kumohon dengan amat sangat, tolong batalkan pertunangan ini. Aku sangat menyangimu tapi jika kau masih keras kepala aku tidak bisa untuk tidak membencimu dan ingin mengahancurkanmu. Ini juga demi bayimu. Jadi kumohon Sarah."

Untung Sean mengambil tempat di ujung sehingga tidak menarik perhatian orang. Sarah tidak menjawab. Sean menunggu dengan sabar respon Sarah. Di detik kelima Sarah mendorong Sean lalu pergi dengan terisak tanpa memberikan jawaban. Sean kembali duduk di tempatnya. Setidaknya ia sudah mencoba sebisanya dan tinggal menunggu hasilnya. Lima menit kemudian datanglah Dylan lalu mengambil tempat duduk dimana Sarah duduk tadi.

"Aku belum pernah mekihatnya sekecewa itu." ujar Dylan. Sean hanya mengangguk anggukan kepala. Yang ia pikirkan hanyalah Gerald.

Ah iya Gerald.

"Kau bilang tahu dimana Gerald. Dimana dia sekarang?" tanya Sean tidak sabar.

Tentu saja ia tidak sabar. Kapan Sean bisa bersabar terhadap hal yang berhubungan dengan Gerald. Padahal hanya beberapa hari Gerald pergi dan itu membuat Sean sakit kepala karena frustasi.

"Easy bro. Kita sarapan dulu. Ia masih di US jadi santailah sedikit." ucap Dylan sebelum pergi memesan sarapan.

****

Beberapa hari setelahnya, Dylan mengantarnya menemui Gerald. Sean menempuh perjalanan lama dari Seattle melewati Portland lalu melewati Sacramento dan berakhir di Los Angeles. Jadi selama pergi dari Sean, Gerald berada di Los Angeles bersama Logan. Tepatnya mereka tinggal di sebuah apartemen di kawasan Faifax.

Sean memperhatikan Gerald dan Logan dari dalam mobil. Ia sangat ingin memeluknya sekarang tapi ia takut jika Gerald akan berlari. Gerald terlihat bahagia dengan Logan. Bahkan mata birunya tidak terlihat adanya kesedihan sama sekali. Ia semakin cantik sekarang. Sudut bibirnya terangkat ke atas tanpa sadar. Ya, Gerald selalu cantik dari dulu hingga sekarang.

Mereka saling menatap sebentar lalu berpelukan. Apa apaan? Bahkan Sean melihat senyum Gerald mengembang sempurna. Apakah secepat itu Gerald melupakannya? Apakah selama ini Gerald hanya main main terhadap perasaanya?

Housemaid With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang