#maila 5

9.6K 210 3
                                    

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10209483734888932&id=1792841035

#Maila 5

Langit masih gelap ketika mobil yang membawa Hanafi, Naya dan Maila melaju meninggalkan kota Muaradua. Mereka sengaja memilih untuk berangkat setelah subuh agar dapat tiba di Palembang lebih awal. Bu Hajah sebenarnya ingin ikut pergi, tapi ada banyak hal  berkaitan dengan toko- tokonya yang tak dapat ditinggalkan. Naya selalu kagum dengan wanita yang usianya tidak muda lagi itu, lima puluh enam tahun. Di usianya yang sudah senja, ia masih dapat mengurus beberapa toko peninggalan mendiang suaminya. Nenek Maila itu seperti tak pernah merasa lelah.

Hanafi membuka kaca jendela mobil. Ia mengambil sebatang rokok dan menghidupkannya. Beberapa kali ia menghisap dalam tembakau itu kemudian menghembuskannya kembali, itu terjadi berulang dan Hanafi terlihat sangat menikmatinya.

“Bisakah kau matikan rokokmu?” Naya yang dari tadi gerah melihat asap rokok yang menyebar kemana- mana akhirnya memberanikan diri buka suara.

“Katakan alasan kenapa aku harus mematikan rokokku.” Jawab Hanafi dengan pandangan tetap fokus ke depan.

“Setidaknya bila kau tak perduli dengan kesehatanku, perdulilah dengan Maila yang harus menghirup asap rokokmu!”

“Maila sedang tidur, ia tak terganggu dengan asap rokokku!”

“Maila memang sedang tidur, tapi ia tetap bernafas dalam tidurnya. Sejak beberapa menit yang lalu ia telah menghisap uadara kotor yang dihembuskan oleh ayah kandungannya!” Naya berkata tegas.

Hanafi diam. Ia melirik Naya, wanita ini sungguh mengesalkan.

Naya tetap fokus melihat jalan, ia tak mau melihat muka masam Hanafi.

Hanafi melemparkan sisa rokoknya keluar mobil.

“Bila ini musim kemarau maka puntung rokok yang kau lemparkan itu pasti akan menyebabkan kebakaran hutan!”

“Jadi maksudmu aku harus menghentikan mobilku, berbalik arah dan mematikan puntung rokok itu?” Ada nada emosi dalam ucapan Hanafi.

Naya diam. Ia tak mau meladeni Hanafi. Suasana mulai memanas.

Melewati simpang martapura yang merupakan perbatasan antara Kabupaten OKU Selatan dan OKU Timur, Hanafi memilih berbelok ke kanan. Ia lebih suka lewat Martapura saja, memang perjalanan akan sedikit memutar tapi jalan yang akan mereka tempuh tak akan terlalu banyak tikungan tajam. Sepanjang perjalanan Naya asik menikmati hamparan sawah yang terbentang di sepanjang jalan. Selain itu beberapa Pura yang merupakan rumah ibadah umat Hindu berdiri gagah di beberapa tempat bersanding mesra dengan Masjid. Masyarakat OKU Timur merupakan multi etnis dimana banyak penduduk dari seberang ikut tinggal dan akhirnya menetap berbaur dengan penduduk asli. Ada beberapa teman kuliah Naya yang berasal dari OKU Timur yang ternyata keluarganya berasal dari Bali. Kakek neneknya dulu ikut program transmigrasi dan akhirnya menetap di sini.

Belum banyak truk-truk besar yang biasanya melewati jalan lintas provinsi berpapasan dengan mobil mereka. Mobil-mobil ini biasanya membawa hasil bumi seperti karet, kelapa sawit dan lainnya yang akan dijual ke Jawa.

Waktu menunjukkan pukul 06.40 ketika mobil mereka memasuki Baturaja. Lebih cepat dari yang Naya perkirakan, mungkin karena perjalanannya lancar dan tak terjebak kemacetan.

“Kita mampir sarapan dulu.” Hanafi berkata datar.

Naya mengangguk. Ia memang sudah lapar dan mungkin Mailapun merasakan hal yang sama.

Hanafi memesan nasi goreng dan segelas kopi sementara Naya memesan dua porsi bubur ayam. Ia agak sedikit berdebat dengan pelayan restoran ketika meminta agar bubur ayamnya tidak diberi penyedap rasa. Pelayannya tetap bersikeras untuk menambahkan penyedap rasa, ia berkilah rasa bubur ayamnya akan terasa kurang lezat bila hanya diberi garam saja. Naya harus mengancam meninggalkan restoran itu baru akhirnya si pelayan menuruti kemauan Naya. Hanafi hanya diam dan pura-pura tak melihat adegan itu. Ia tak begitu perduli dengan komposisi apa yang ada dalam makanan itu, yang ia tahu makanan itu harus enak.

mailaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang