#maila 6

9.3K 201 2
                                    

https://m.facebook.com/groups/KomunitasBisaMenulis/permalink/1894889113906304/

#Maila 6

Selepas sholat Subuh berjamaah di masjid, Rais langsung melajukan motornya menembus dinginnya angin pagi yang menusuk sampai ke tulang. Cuaca akhir-akhir ini di Muaradua memang lumayan dingin. Bila saja tidak terpaksa, ia malas harus mengendari sepeda motornya, melewati jalan tanah setapak yang bergelombang. Untung saja Rais sudah terbiasa dengan medan yang memang tidak mudah ini. Beberapa kali ia harus berhenti dan mengambil ancang-ancang untuk menaik jalanan menanjak yang licin.

Rais tiba dilokasi tujuan dua puluh menit kemudian. Ia menghirup udara segar tanpa polusi, matanya memandang jauh pada lahan kosong yang baru saja ia beli dari hasil menjual mobil. Tidak terlalu luas memang, cuma empat hektar, suatu saat ia ingin membeli lahan yang lebih luas lagi, tapi untuk sekarang ini sudah cukup karena ia memerlukan modal untuk memulai usahanya di bidang pekebunan.

“Bapak yakin lahannya tidak mau di semprot?” Bidin orang yang ditugaskannya untuk mengolah lahannya menghampiri Rais.

“Ia, tak usah disemprot. Setelah ditebas kau cari orang untuk merumputi lahan ini.”

“Tapi pak, itu akan membutuhkan biaya yang cukup banyak. Akan lebih murah kalau rumput-rumput yang tersisa kita semprot saja.” Bidin berkata lagi.

Rais menggeleng.

“Turuti saja perintahku.”

Bidin mengangguk dan segera permisi untuk melanjutkan pekerjaannya.

Rais memang ingin lahan yang dibelinya dikelola dengan cara yang alami. Bayangkan saja coba apabila dalam proses pembukaan lahan saja ia harus menyemprotkan zat kimia agar rumput-rumput mati, zat kimia berbahaya itu secara tidak langsung akan ikut terserap dalam tanah tempat dimana berbagai macam sayuran dan buah ditanam. Belum lagi bila proses tanam sudah selesai maka biasanya petani juga akan menyemprotkan lagi pestisida untuk menghalau hama dan juga menaburkan pupuk kimia agar pertumbuhan tanaman maksimal. Bisa dibayangkan ada berapa banyak kandungan zat kimia yang terkandung dalam tanaman tersebut. Belum lagi bila ada petani nakal yang sengaja menyuntikkan zat pemanis pada buah atau zat pewarna agar penampilannya tampak menarik. Bisa-bisa buah dan sayur yang kita makan bukan membuat badan kita sehat tapi malah menimbulkan banyak penyakit.

Rais ingin memulai usaha perkebunan alaminya yang bebas dari berbagai zat kimia. Ia ingin sayur dan buah yang dikonsumsi oleh konsumennya dapat terjamin nilai gizinya. Ia sudah melobi beberapa ahli gizi dan berbagai lembaga yang peduli terhadap kesehatan untuk mendukung usahanya. Tanggapan merekapun luar biasa, mereka bersedia menampung hasil panennya dengan syarat semua harus sesuai dengan standar yang mereka tetapkan. Ini merupakan usaha yang menjanjikan dan juga bermanfaat bagi sesama. Rais suka itu.

“Assalamualaikum Rais, sorry lama nunggu nih.”

Wahib sahabatnya yang akan membantunya mengelola usahanya ini segera menghampirinya.

“Waalaikumsalam. Susah gak nyari lokasinya?”

“Lumayan, tapi cukup dekat kok jaraknya dari Muaradua. Aku malah gak tahu kalau ada daerah bernama Gambang Turun di Muaradua ini.”

Rais tersenyum. Ia memang sudah melakukan survey di beberapa tempat sebelum memutuskan untuk membeli lahan ini. Lokasinya yang tak begitu jauh dari kota Muaradua menjadi salah satu pertimbangannya.

“Di bawah situ ada aliran sungai ya?” Wahib bertanya sambil menunjuk kedalam lembah tempat para pekerja Rais sedang sibuk bekerja.

“Ia, tanah yang kubeli ini dibelah oleh aliran anak sungai.”

mailaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang