https://m.facebook.com/groups/488655531196343?view=permalink&id=1921817097880172
#Maila 13
Terima kasih untuk admin yang sudah bersedia approve cerita saya.
Kritik dan saran selalu dinantikan.Hanafi dapat merasakan sepanjang malam Naya bahkan tak sedetikpun memejamkan mata. Sampai lewat tengah malam ia baru terlelap dengan tangan yang masih erat memeluknya dan mata bengkak karena terus menangis semalaman. Seharusnya isterinya ini tidur bersama Maila, Syifa dan Gina tapi semenjak ia batuk mengeluarkan darah itu, Naya memohon agar ia dapat tidur sekamar dengannya dan meminta Pak Mul untuk tidur di ruang tengah vila. Tentu saja Pak Mul menerima tawaran itu dengan senang hati.
Hanafi menangkap rasa ketulusan dari Naya, betapa ia sangat mengkhawatirkan suaminya ini. Berkali-kali ia memohon padanya untuk ke dokter malam itu juga. Tapi ia menolak dan lebih memilih untuk istirahat saja.Tampak raut kekecewaan dan rasa cemas terpancar dari wajahnya. Ia selalu berusaha tersenyum dan menenangkan tapi sesungguhnya ia lah yang lebih khawatir.
Ini adalah kali pertama ia dan Naya tidur bersama di tempat tidur yang sama pula. Sayang tak ada suasana romantis yang hadir, Naya tak berhenti menyeka air matanya dan mengatakan sayang berkali-kali.
Sungguh Hanafi sangat menyukai ini. Sebelum ini isterinya itu mana pernah mengucapkan sayang padanya, dia lebih suka memanggil ‘kamu’ padanya. Lalu malam ini, isterinya berkali-kali mengucapkan sayang dan meyakinkan dirinya bahwa ia sangat mencintai suaminya itu. Suatu perasaan yang aneh sebenarnya, bukan hanya sekali bahkan berkali-kali banyak wanita cantik mengucapkan cinta padanya setelah kematian Nabila, tapi tak satu pun mampu menggetarkan hatinya. Dan Naya, wanita sederhana ini hanya dengan mengucapkan cinta, telah membuatnya seakan melayang tinggi. Kita memang tak pernah dapat memilih ke mana hati akan berlabuh.
Hari masih sangat pagi ketika Syifa dan Maila telah merengek ingin berenang lagi. Melepaskan anak-anak itu hanya berenang dengan Gina saja sangatlah berbahaya, karena Maila suatu waktu masih bertindak mengejutkan. Pak Mul masih sibuk membuat jamu yang menurutnya sangat baik bagi Hanafi, jadi dengan terpaksa Naya harus ikut menemani mereka berenang walau ia lebih senang menemani Hanafi saja.
“Ramuannya sudah siap Pak?” tanya Hanafi menghampiri Pak Mul yang sibuk di dapur.
Pak Mul tersenyum penuh arti.
“Saya lagi buat teh Pak,” jawab Pak Mul.
“Saya gak nyangka Bapak ternyata berbakat dibidang lain juga,” sahut Hanafi memulai pembicaraan.
Pak Mul tersenyum sambil membawa dua gelas teh ke ruang makan, Hanafi mengiringi langkah supirnya itu.
“Bagaimana semalam?” tanya Pak Mul.
“Benar seperti yang Bapak bilang, semalaman ia terus memeluk saya dan mengucapkan kata ‘sayang’ berulang-ulang. Saya mau tersenyum tapi dia lagi nangis Pak.”
“Benarkan apa yang saya bilang, wanita itu terkadang gengsi mengungkapkan perasaanya. Nah pas dia sadar akan kehilangan kita baru kelihatan perasaan aslinya.”
Hanafi tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, tak menyangka supir yang cuma tamat SD ini bisa punya ide secermelang itu.
Peristiwa semalam itu memang ide dari supirnya, ia gemas katanya melihat hubungan Hanafi dan Naya yang masih belum mencair. Menurutnya harus ada sedikit drama yang membumbui percintaan mereka biar feel nya lebih kerasa.
“Yang Bu Naya tahu kan Bapak perokok berat, terus cuaca di sini dingin. Bapak pura-pura saja batuk parah dan mengeluarkan darah, nanti kita lihat bagaimana reaksinya, bila dia mencintai Bapak pasti dia akan panik.” Pak Mul menjelaskan idenya pada Hanafi malam itu ketika ia curhat tentang sikap dingin Naya.