https://m.facebook.com/groups/488655531196343?view=permalink&id=1989162544478960
#Maila
#Bukan_Sambungan_Maila
Buat yang kangen dengan Maila dan kawan-kawan, ini ada obat rindunya sementara novelnya masih diproses oleh penerbit.
Terima kasih, untuk admin yang sudah approve cerita saya.Dua wanita muda berpakaian rapi itu menatap Rais dengan tatapan malu-malu. Sesekali mereka saling bisik dan tersenyum penuh arti.
“Mas ini Bosnya ya?” tanya wanita berambut ikal.
“Oh bukan Mbak, saya cuma pegawai biasa saja,” sahut Rais.
Dua wanita itu saling pandang seolah tak percaya.
“Masa sih Mas? Kata orang-orang di sana, Mas Bosnya kok.” Wanita berkerudung putih itu berkata.
“Oh, mungkin mereka salah liat Mbak, mereka kira mungkin saya Pak Wahib, padahal saya cuma tukang bersih-bersih di sini.” Rais menjelaskan.
Kedua wanita itu membulatkan mulutnya tanda mengerti kemudian tersenyum penuh arti seolah menyesali telah berlaku terlalu ramah pada pegawai rendahan ini.
Baru satu bulan ini, Rais dan Wahib membangun sebuah kantor kecil yang bersebelahan dengan gudang tempat hasil panen disimpan sebelum dipasarkan. Keberadaan tempat ini sangat diperlukan, mengingat tertib administrasi harus diberlakukan, apalagi aktivitas keluar masuk barang setelah panen membutuhkan pengawasan yang ketat.
Sudah berkali-kali sebuah perusahaan keuangan menghubungi Rais dan Wahib menawarkan beberapa pilihan pinjaman uang dengan bunga yang sangat rendah (versi mereka) dan iming-iming asuransi yang menguntungkan (versi mereka juga). Berkali-kali pula kedua sahabat karib itu menolak, tapi rupanya mereka tak pernah putus asa hingga mengirimkan utusannya ke kantor mereka.
“Pak Wahibnya mana Mas?” tanya wanita berambut ikal itu dengan nada berbeda, lebih ketus dari kali pertama ia bertanya.
“Sedang on the way Mbak, tadi sudah saya kirim pesan,” sahut Rais.
“Ohhh, orang sibuk ya Mas, Pak Wahib itu,” sahut wanita berhijab.
Rais mengangguk.
“Kalau boleh tahu, nama Mbak-mbak siapa dan darimana?” tanya Rais.
“Saya Dina dan ini Ranti teman saya, kita dari perusahaan keuangan Mas, mau nawarin kerja sama gitu sama Pak Wahib.” Wanita berambut ikal bernama Dina itu menjelaskan.
Rais mengangguk-anggukkan kepala. Perusahaan itu rupanya, bukankah sudah beberapa kali ditolak. Tapi masih nekad saja mengirim utusannya kemari.
“Mas sudah lama kerja di sini?” tanya Ranti.
“Sejak pertama kali perkebunan ini dibuka Mbak.”
“Wah, sudah lama ya. Berarti tau banyak dong tentang Pak Wahib.”
“Insya Allah.” Rais tersenyum.
“Pak Wahib hebat ya Mas, masih muda tapi usahanya sudah semaju ini. Keren, dia pasti lulusan Universita ternama ya?” Dina menatap Rais dengan tatapan menyelidik.
Rais tersenyum. Sepertinya kedua wanita ini selain mencari nasabah sekalian mencari jodoh.
“Dia lulusan cum laude di Universitas Negeri di Lampung Mbak,” jawab Rais.
“Ihhh keren banget.” Wanita bernama Ranti itu mencubit gemas temannya. Ranti meringis kesakitan dan balas mencubit. Keduanya tersenyum penuh arti.