tujuh

951 48 1
                                    

  “Satya?"
Tanyaku sudah tak sabar karena rasa penasaran yang tak bisa aku tahan

Istri Kapten Agus melempar pandangannya jauh mengingat ingat seseorang

“Satya, dia pemuda  jujur, lugu, dan setia pada Bapak. kami menganggap dia sebagai putra kami sendiri” ucap istri Kapten Agus sembari menolehkan kepalanya padaku

Aku masih belum mengerti, siapa sebenarnya orang yang sedang istri Kapten Agus bicarakan ini…

“saya yakin, bapak belum meninggal. Kalaupun bapak memang sudah meninggal, saya baru akan percaya jika mendengarnya langsung dari Satya, dia selalu bersama dengan bapak. Sampai kapanpun saya tidak akan pernah percaya dengan ucapan para raksasa- raksasa berpangkat itu” lanjut istri Kapten Agus dengan mimik wajah yang menunjukkan kebencian dan kekecewaan.

  Aku semakin tak paham dengan situasi yang sedang terjadi ini. apa mungkin wanita ini sangat mencintai suaminya sehingga dia berbicara ngelantur? Atau mungkin memang benar apa yang dikatakan istri kapten Agus ini??

hey kau! Lancang sekali kau ini!”

Belum sempat aku mengajukan pertanyaan pada istri kapten Agus, salah satu pelatih berteriak padaku. Aku lantas berdiri tegap dan membuat jarak dengan istri Kapten Agus.

“siapa namamu?!”
Tanya pelatih setengah melotot padaku

“siap, Dion Pratama”

“tak punya adab kau heh! Berani sekali kau berbicara bahkan memegang istri Kapten Agus! Mau mati kau?!{menyepak tulang kering kakiku} dari blok mana kau?!”

Sakit. Sepakan berlapis telapak pantofel yang keras aku dapatkan siang ini

“siap, blok C”

“pulang kau! Atau kupatahkan kakimu sekarang!”

“siap”

Aku hormat pada pelatihku, kulihat pelatihku itu mendekati istri kapten Agus. Ia seperti hendak mengajaknya pulang, tetapi kulihat istri kapten Agus tidak nyaman dengan keberadaan pelatihku itu, Kapten Haris namanya. Kalu tidak salah dia seangkatan dengan Kapten Agus. Tapi entahlah, aku tak tau pasti apa yang sebenarnya terjadi.


Aku bersiap melangkahkan kaki meninggalkan makam Kapten Agus, namun, baru saja aku membalikkan badan..

“hei anak muda,”

Ya, itu adalah suara istri Kapten Agus yang aku yakin tertuju padaku

Aku lantas kembali membalikan badanku, melihat kearah wanita berumur 40 tahun yang baru saja ditinggal mati oleh suaminya ini.

saat jangkar menjadi satu satunya pelindungmu, mercusuar sebagai tonggak berlabuhmu, kompas laksana satu satunya kepercayaanmu dan kemudi menjadi senjatamu, percayalah… bahkan ‘ombak’ setinggi gunungpun tak akan mampu menenggelamkanmu” ucap istri Kapten Agus

Perkataan yang ambigu menurutku, ia seperti ingin memberitahuku sesuatu hal yang besar, namun jelas aku lihat rasa takut di mata sendunya. Ini membuatku semakin tenggelam dalam rumitnya misteri ini.

Kapten Haris menunjuk nunjukan tangannya padaku isyarat aku harus segera pergi, aku lantas tersenyum kecut kepadanya dan pergi meninggalkan istri Kapten Agus.

***

  "Kau cari kesana, aku akan cari kearah yang lain” ucap Hesa pada Palo

Palo mengangguk tanda ia mengerti dan segera lari kearah Barat (arah rel kereta terdekat dengan pemakaman) untuk mencari taruna pincang misterius itu.

HUJAN SORE ITU [Bersamamu Aku Terluka, Tanpamu Aku Tak Kuasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang