Didi?

2.1K 228 0
                                    

"Didi, apakah ini rumahmu?" tanya Edward sambil menatap Didi.

Didi menghela napas sejenak, pertanyaan itu kembali meluncur dari mulut Edward kali ini. Didi kemudian menggelengkan kepala.
Sementara Edward terdiam, sedang menatap lukisan perempuan di dinding ruang tamu.

"Ada apa Edward?" tanya Muti sekali lagi.

"Aku... Apakah, em... Apa kamu tahu siapa perempuan dalam lukisan itu?" tanya Edward sambil menatap Didi. Didi mengernyit, kemudian menggelengkan kepala.

"Aku tidak tahu. Apa kau mengenali sesuatu?" tanya Didi lagi.
Wajah Edward berubah bingung.

"Itu... Lukisan itu kenapa mirip sekali dengan Nenekku," jawab Edward dengan suara pelan.
Didi dan Muti terbelalak.

"Nenekmu? Apa kau ada hubungannya dengan Ibu Sari?!" seru Didi, sambil bangun dari rebahannya. Sesaat ia meringis, sebab kepalanya memang belum benar-benar pulih dari rasa pening. Ia mengangkat kepalanya dan menatap Edward dalam-dalam.
Pria tersebut mengernyit, kemudian menggeleng.

"Aku tidak tahu siapa Bu Sari, Aku hanya mengenal wajah dilukisan itu..." jawabnya.

Didi mengangguk-anggukkan kepala.
Pantas saja, ia seperti mengenali perempuan yang menangis di samping bawah lemari es malam itu.
Tapi...
Jika Edward tidak mengenali Bu Sari, lalu apa hubungan lukisan perempuan itu dengan Edward?

Wuuuushhh

Angin tiba-tiba berembus kencang sekali, dari arah pintu yang terbuka lebar.

BRUUUK

Beberapa detik kemudian, pintu tertutup dengan sangat kencang. Edward dan Muti tersentak kaget. Sementara Didi, gadis itu tercekat, ia melihat Nenek tua yang sering ia lihat dikamar mandi, tiba-tiba saja muncul dari balik tembok kamarnya.
Tangannya menggenggam sebilah pisau, langkahnya tertatih.

"Muti..." gumam Didi.
Muti dengan wajah panik menatap Didi.

"Kamu kenapa lagi, Didi?" tanya Muti.

"Muti awaaaas!"

PRAAANG

Vas Bunga di atas meja tamu seketika terjatuh dan pecah.
Didi merangkul tubuh Muti, sementara Edward nampak tegang menatap keadaan yang sungguh di luar penglihatannya itu.

*

"Didi, ada apa sebenarnya?!" hardik Edward, setelah ia memasang perban pada kaki Didi yang terkena pecahan beling.

Didi diam terpaku, ia tak tahu harus menjawab apa, atau memulai dari mana.
Mungkinkah mereka percaya dengan apa yang akan diceritakannya?
Tapi seandainya Didi tidak menceritakan tentang penglihatan ketiganya, maka bukan tidak mungkin lambat laun, Mereka akan menganggap Didi tidak waras.

Hening beberapa saat, hingga Edward selesai membereskan kotak P3K.

"Aku... Aku sebenarnya bisa melihat apa yang tidak bisa kalian lihat," gumam Didi seraya menundukkan kepala.
Edward dan Muti terbelalak dan saling pandang. Mereka menatap Didi dengan tajam.

"Maksudmu, indera ke Enam?" tanya Muti. Didi menatap Muti dalam-dalam, kemudian mengangguk pelan.

"Ini menjadi sangat mungkin jika memang begitu ceritanya, Didi. Tapi, apa hubunganmu dengan rumah ini, sebenarnya?" ujar Edward. Pria itu memiringkan tubuhnya, agar bisa menatap wajah Didi.

Didi menghela napas panjang, tatapannya menerawang, jauh keluar jendela.
Didi mulai menceritakan segalanya, dari awal kedatangannya, tentang Bu Sari, dan segalanya yang terjadi hingga detik ini.
Sementara Edward dan Muti, seakan menahan napas mendengar semua yang diceritakan oleh Didi.

Ruang EksekusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang