"Pe... Permisi ..." gumam Didi gugup. Perempuan tersebut membalikkan badan. Ia menatap Didi sambil mengernyit. Kemudian menunjuk pada dirinya sendiri. Didi mengangguk. Perempuan itu mengangkat lagi tangannya, sebagai perwakilan dari kalimat 'tunggu sebentar.'
Didi mengangguk. Ia menunggu perempuan tersebut menyelesaikan pembicaraannya ditelpon.
Beberapa menit kemudian, Perempuan itu menutup pembicaraannya dengan seseorang, lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku jaketnya."Ada yang bisa kubantu?" suara perempuan itu membuyarkan lamunan Didi.
Didi salah tingkah, ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya.
Sementara itu, hujan turun semakin deras."Ayo Kita bicara di sana!" seru perempuan tadi seraya menunjuk sebuah kedai kopi. Didi tak bergeming, sesungguhnya Ia tidak tahu mau bicara apa, dan apa yang mendorongnya untuk menemui perempuan asing itu.
Perempuan tadi membalikkan badan, lalu berjalan kembali menemui Didi.
"Ayo, hujannya tambah deras!" tanpa persetujuan, perempuan itu menyeret pelan tangan Didi. Didi hanya mengangguk dan mengikutinya, menyeimbangkan langkah lebar perempuan itu.
Didi dibawanya kesebuah bsngku yang cukup jauh dari pengunjung lain. Dan ia mempersilahkan Didi untuk duduk. Lagi-lagi gadis itu hanya mengangguk. Didi meletakkan tasnya begitu saja.
"Mau minum kopi?" tawarnya. Didi menggeleng.
"Teh hangat?" ulangnya. Didi diam sejenak, kemudian mengangguk.
Perempuan memanggil pelayan, lalu memesan kopi dan teh manis panas. Kopi untuknya, dan teh untuk Didi.
Perempuan itu menatap Didi, sepeninggal pelayan.
Ia tersenyum, melihat raut cemas diwajah Didi."Jadi, ada apa? Apa Kau mengenalku?" tanya perempuan.
Didi memainkan ujung jarinya, ia tidak tahu harus berbuat dan mengatakan apa. Ia tidak fasih memulai suatu percakapan. Terlebih, dengan orang baru yang ditemuinya.
Sekali lagi Didi bahkan bingung, ia sendiri tidak tahu, mengapa tadi Didi tiba-tiba saja mengayunkan langkah menemui perempuan itu, hanya karena melihatnya berbicara dengan Edward.
Bagaimana jika perempuan itu saudaranya Edward? Atau teman dekatnya mungkin...
Perempuan tersebut tersenyum lagi, kemudian Ia mengeluarkan sebungkus rokok, dan mengambilnya Satu batang. Dan dengan santai, perempuan tersebut membakar rokok yang terselip dijari tangannya.
Didi hanya mampu bengong, melihat perempuan cantik tersebut menghisap Rokoknya dengan begitu santai.
"Aku Audrey, Kau siapa gadis manis?" suara perempuan kembali menyadarkan Didi. Gadis itu menatap tangan perempuan yang terulur. Didi tersentak, lalu membalas uluran tangannya.
"Didi..." gumamnya.
Perempuan yang mengaku bernama Audrey itu tersenyum. Lalu menyeruput kopi nya dan kembali menghisap rokok ditangannya.
"Ada apa, Didi? Katakan saja... Apa wajahku terlihat menyeramkan?" kelakar Audrey. Didi tersipu lalu menunduk, wajahnya merona.
"Ma maaf... Aku hanya ingin tahu, apakah... Apakah Kakak mengenal dekat, pria yang tadi berbicara dengan Kakak?" tanya Didi meski dengan suara pelan.
Audrey mengernyit, Ia mengikat rambutnya dengan karet gelang yang dipungutnya barusan, di bawah kaki meja.
"Edward, maksudmu? Kau mengenalnya?" tanya Audrey.
Didi mengangguk. Ternyata benar! Perempuan itu memang mengenalnya."Oohh... Dia rekan bisnis Suamiku. Masih muda memang, tapi otaknya sangat cemerlang sehingga ia diberi kepercayaan oleh Papa nya untuk melanjutkan bisnis mereka," jawab Audrey.
Didi mengangguk-angguk lagi."Apakah Kakak mengenal dekat sekali?" tanya Didi lagi.
Tawa Audrey mengembang, ia menatap Didi."Jangan katakan, jika Kau korban berikutnya?" ujarnya.
Didi mengernyit."Korban? Korban apa?" tanyanya lugu.
Audrey terkekeh."Sudahlah, lupakan. Kupikir Kau salah satu perempuan yang sering mendatangiku untuk bercerita soal kelakuan Edward yang sering gonta ganti pacar," ujar Audrey sedikit berbisik. Lalu tawanya meledak.
Didi menghela napas lega.
Huhhh kenapa segalanya menjadi mencurigakan di dalam pikiran gadis itu.
"Oh ya, panggil Aku Audrey saja, Didi. Biar lebih akrab," lanjut Audrey.
Didi tersipu kemudian mengangguk.
Lalu senyumnya menghilang, Didi melemparkan pandangannya pada rintik hujan yang kian deras di luar sana, Didi tidak tahu harus bicara apa lagi."Hey..." seru Audrey.
Didi membalas tatapan Audrey beberapa detik, kemudian menunduk."Ada apa? Katakan padaku. Aku janji, tidak akan menceritakannya pada Edward," lanjut Audrey.
Ia meraih tangan Didi yang bertumpu pada meja.
Didi seperti mulai merasakan kehangatan. Dari tatapan perempuan itu, dari caranya menggenggam jemari Didi."Oh ya, ngomong-ngomong, Kau seperti hendak pergi, Didi. Mau kemana?" tanya Audrey, sambil menatap sekilas pada tas jinjing kumal Didi yang tergeletak di samping kakinya.
Didi tersenyum, kemudian menggeleng."Aku... Seandainya Aku bercerita, apakah Kau akan mendengarkanku, Kak... Eh Audrey?" tanya Didi kelu.
Audrey mengangguk."Tentu saja. Aku sudah bilang, jika ceritamu akan aman berada ditanganku," jawabnya sembari mengedipkan mata.
Didi tersenyum, lalu diam lagi. Ia sedang mengatur kata-kata di dalam kepalanya. Agar apa yang keluar dari mulutnya, tidak nampak mengada-ada.
"Aku..." lagi-lagi, hanya sampai di sana dan lidah Didi kembali kelu.
"Santai, minum dulu. Ceritakan pelan-pelan saja..." ujar Audrey.
Ia seperti memahami apa yang ada dalam pikiran Didi.
Didi mengangguk, lalu menghirup teh yang mulai dingin. Tersebab angin bertiup cukup kencang siang itu.
Dan Audrey, masih dengan sabar menunggu hingga Didi benar-benar siap untuk bercerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Eksekusi
Mystery / ThrillerSeperti Kepiting, tenang, namun mematikan. Tak mengusik, tak mengganggu, namun Capitnya akan mencengkeram kuat, ketika Ia dalam keadaan tak aman. Seperti kasih sayang, tulus, penuh cinta dan pengorbanan. Namun akan menjadi petaka, ketika Kau memaksa...