Didi menjerit, ketika seorang lelaki kira-kira paruh baya menyeringai di bawah tempat tidur. Seperti macan tidur yang dibangunkan, Pria tersebut merangkak keluar dari kolong ranjang, mendekati Didi.
Didi mundur beberapa langkah, ia berdoa sebisa mungkin. Didi tidak mungkin berbalik untuk melarikan diri, sebab saat ini tubuhnya telah berada dibalik lemari besi.
Didi mencoba untuk tetap tenang, dan terus melafalkan ayat-ayat suci. Sehingga tak menunggu lama, hantu pria paruh baya itu menghilang begitu saja.
Didi menghela napas panjang-panjang, kemudian tergesa ia menyelesaikan pekerjaannya.Srekk
Sesuatu terseret oleh sapu, dari kolong lemari baju.
Didi menghentikan pekerjaannya. Kedua bola matanya berputar ke kanan dan kiri, masih dalam keadaan tak bergeming.
Didi masih menunggu, berharap tak ada lagi yang bergerak di bawah sana, atau lebih parahnya bukan jemari tanpa tangan yang menyangkut pada sapu dalam genggamannya.Sepuluh detik kemudian, Didi merunduk, setelah yakin sapu yang ia pegang benar-benar tidak bergerak lagi. Ia menyeret sesuatu yang mengganjal tadi, dengan sapu. Beberapa saat kemudian, Didi dengan ragu dan hati berdebar-debar, meneliti hasil penemuannya.
'Pigura...' gumamnya.
*
Tok Tok Tok
"Di... Didi!"
Didi buru-buru memasukkan pigura kecil tersebut ke dalam saku celananya, tanpa sempat meneliti foto siapa yang terdapat dalam gambar tersebut.
"Didi!" sekali lagi, itu suara Edward.
"Sebentar!" jawab Didi sambil berjalan cepat menuruni anak tangga.
Cklek
"Kenapa lama sekali?" tanya Edward begitu pintu terbuka. Didi mengernyit, kemudian mengikuti Edward yang sudah masuk mendahului.
"Aku sedang membersihkan rumah, Edward. Kebetulan sedang di lantai Dua saat Kau panggil Aku tadi, jadi tak terlalu mendengar suaramu," jawab Didi.
Edward membalikkan badan.
"Di lantai Dua? Apa yang Kamu lakukan?" tanyanya.
Seperti pertanyaan bodoh, tidak sih?
"Apa maksudmu? Aku kan sudah bilang, sedang membersihkan isi rumah," jawab Didi sambil mempertegas ucapannya.
Edward terkekeh lalu menggaruk-garuk kepalanya."Aku... Sudahlah. Oh ya, apa Muti datang kemari?" tanya Edward.
Didi mengangkat kedua alis. Kemudian menggeleng. Ia tidak mungkin menceritakan pada Edward soal pertemuannya pagi tadi dengan Muti.
"Tidak. Ada apa memangnya?" ujar Didi. Ia meletakkan sapu di samping sofa.
"Kupikir Dia menemuimu. Depotnya tutup sejak siang," jawab Edward sambil menghempaskan tubuh di sofa.
"Edward... Apa Kau lupa soal menyelidik Nenekmu?" tanya Didi pelan. Edward mengembuskan napas panjang, ia menatap Didi dalam-dalam.
"Didi, Aku sudah memutuskan untuk berhenti memusingkan soal itu. Kupikir, setelah Ibu Sari bersikap begitu, Aku tidak tahu harus berbuat apa. Sudahlah, lupakan soal semuanya..." jawab Edward.
Didi mengangguk pelan, meski sesungguhnya ia sedikit bingung dengan keputusan Edward yang terasa mendadak dan santai itu.
"Lalu, untuk apa Kamu kesini jika penyelidikan itu dianggap selesai?" Didi mengerutkan kedua alisnya.
Edward menoleh padanya, lalu menggaruk-garuk kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Eksekusi
Mystery / ThrillerSeperti Kepiting, tenang, namun mematikan. Tak mengusik, tak mengganggu, namun Capitnya akan mencengkeram kuat, ketika Ia dalam keadaan tak aman. Seperti kasih sayang, tulus, penuh cinta dan pengorbanan. Namun akan menjadi petaka, ketika Kau memaksa...