"Silahkan tinggalkan rumah Saya sekarang juga," suara Bu Sari terdengar pelan, bergetar dan memiliki penekanan yang luar biasa menjebolkan pertahanan Didi. Keduanya masih duduk tak bergeming, hingga Bu Sari kemudian berdiri.
"Didi, jangan pernah membantah apa yang telab Saya amanatkan padamu," lanjut Bu Sari dengan tatapan yang seakan menusuk jauh ke dalam kedua mata Didi. Didi mengangguk lalu menunduk, tak ada keberanian sedikitpun untuk membalas tatapan perempuan yang berdiri di hadapannya tersebut.
Didi dan Edward meninggalkan rumah Bu Sari, setelah beberapa saat kemudian Bu Sari membukakan pintu rumahnya lebar-lebar.
Keduanya pulang, tanpa secuilpun mereka membawa informasi.
Perjalanan selama berjam-jam itupun pada akhirnya berakhir sia-sia.
Bu Sari menatap kepergian mereka berdua, kemudian membanting pintu, tepat di depan hidung keduanya, tanpa menunggu apa-apa lagi.*
Jalanan Desa amat lengang, beberapa kali mobil yang dikemudikan Edward menginjak lobang yang terdapat dijalanan kecil tersebut.
Didi memejamkan kedua matanya, ketika beberapa meter lagi, mereka akan tiba di depan rumah Didi.
Edward menggenggam jemari Didi erat sekali, tanpa mengatakan sepatah katapun. Genggaman yang ia yakini sebagai penenang bagi Didi saat ini.Didi membalas genggaman tangan Edward, gadis itu meremasnya. Entahlah, ia sadar atau tidak. Yang jelas, Didi memang sungguh sangat membutuhkan kekuatan. Kekuatan untuk melewati rumah tinggalnya, yang kemungkinan di teras sana, ada Bapak yang sedang menikmati secangkir kopi dan sepiring singkong goreng, sambil bencengkerama dengan Ibu.
*
"Sudah lewat, Didi..." gumam Edward.
Didi membuka matanya perlahan, ia menghapus air matanya kemudian mengembuskan napas lega.
Melalui spion, Didi melihat sebuah sepeda motor berhenti di depan rumahnya, Dua orang pria turun dan seketika tangis Didi pecah."Kamu kenapa?" tanya Edward sambil mengikuti arah mata Didi melihat melalui spion.
"Siapa mereka?" tanya Edward kemudian menghentikan mobil.
Didi menggeleng kemudian,"Lanjutkan, Edward. Mereka... Mereka bukan siapa-siapa..." jawab Didi disela tangisnya yang ia tahan sekuat mungkin, meski akhirnya ia benar-benar tidak dapat menahannya.
Edward menggeleng, ia melihat seorang pria menyeret tubuh renta, keluar dari pekarangan rumah Didi.
Edward menepiskan tangan Didi, kemudian turun dari mobil, dan berlari ke belakang. Ia tak mempedulikan sedikitpun teriakan Didi yang berusaha mencegahnya.Dezig
Bukk Bukkk
Braaakkkk
Tubuh Satu pria jatuh tersungkur di pinggir jalan. Sementara pria tua dengan tubuh renta jatuh terpental. Mereka menatap kedatangan Edward yang tiba-tiba, dengan terkejut.
Didi bergegas turun dari dalam mobil, lalu berlari cepat menghampiri kekacauan di depan rumahnya.Sementara itu, Ibu dan Kedua Adik Didi muncul dari dalam rumah. Mereka semua menjerit histeris, melihat perkelahian yang terjadi dipinggir jalan, tepat dihalaman rumah Mereka yang sunyi senyal.
"Hentikan! Edward, cukup!" teriak Didi.
Mereka semua menghentikan hantam baku yang berlangsung sengit. Seorang pria dengan tubuh tinggi besar menghampiri Edward.
"Heh, siapa kalian?! Jangan ikut campur urusan Kami!" hardik pria tersebut pada Edward.
"Didi!"
"Kakaaak!"
Teriakan demi teriakan menambah hingar pada malam yang hening itu.
Didi menghampiri Ayah, kemudian membantu tubuh pria tua itu berdiri.
Ibu dan Adik-adik Didi turut menghampiri Mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Eksekusi
Mystery / ThrillerSeperti Kepiting, tenang, namun mematikan. Tak mengusik, tak mengganggu, namun Capitnya akan mencengkeram kuat, ketika Ia dalam keadaan tak aman. Seperti kasih sayang, tulus, penuh cinta dan pengorbanan. Namun akan menjadi petaka, ketika Kau memaksa...