Semakin lama, suhu kamarnya memanas. Susa kembali gelisah di tengah tidurnya. Selimut tidak lagi membungkus tubuh dan tersibak tidak karuan lalu dicengkeram. Paru-parunya sulit menghela napas seakan ada sesuatu yang menyumbat. Rasa sakit itu kemudian merambah ke tenggorokan. Susa ingin menjerit sekencang-kencangnya tapi tidak sanggup.
Bukan aku! Dia memekik dalam hati. Aku tidak melakukan apa pun!!
Kepalanya makin terbenam ke bantal. Keringatnya tumpah kemudian membanjiri wajah serta lehernya hingga mengilap. Lalu di puncak emosinya, dia menangis tanpa suara. Sinyal palsu yang ditangkap telinganya semakin memperparah kegelisahan yang merundung. Lagi dia kesulitan bernapas. Tubuhnya tiba-tiba mengejang disertai dengan busa yang keluar dari mulut.
Setelah seharian pergi dari manor dan baru kembali sore hari tadi, Juda kali ini tinggal lebih lama hingga bisa menyadari kondisi gadis itu lebih cepat. Langkahnya hampir tidak menimbulkan bunyi. Dalam waktu singkat dia sampai di depan pintu kamar Susa lalu membukanya tanpa menyentuh gagang.
Cahaya lentera hanya mampu membuat ruangan itu tampak temaram. Juda mendekat ke ranjang, memunggungi pijarnya hingga bayangan besarnya menutupi kelambu. Laki-laki itu kemudian menyibakkan dinding serat ranjang, mendapati Susa tengah mencakar-cakar selimut dan seprai. Di beberapa sudut sudah terlihat bekas-bekas sobekannya.
Apa yang Juda lakukan selanjutnya sama seperti yang sudah-sudah. Tangan kirinya menekan dagu gadis itu hingga mendongak tajam ke atas, sementara tangan yang lain menahan bahunya yang berguncang. Juda mendekatkan wajah keduanya. Tiba-tiba netra Susa membuka nyalang. Sorotnya masih memancar liar dan tidak mengenali Juda.
Ketakutan gadis itu bertambah berkali-kali lipat sewaktu tatapan mereka bertemu.
Pembunuh!! Kalau tatapan bisa melontarkan kata, maka Susa pasti sedang mengutuknya sekarang.
Insting untuk melindungi diri langsung mengambil alih kendali tubuh Susa. Kakinya menendang, ditambah tangan-tangannya yang mencoba menyerang Juda. Ujung kuku Susa sempat menggores tonjolan pipi Juda, tapi laki-laki itu tetap bergeming. Terganggu oleh busa yang dikeluarkan Susa, Juda lantas menutup mulutnya menggunakan selimut yang kusut bukan main.
Pemandangan itu berlangsung hingga beberapa menit hingga akhirnya kesadaran Susa tercabut paksa. Tangan yang tadinya bergerak liar telah jatuh lunglai. Netranya pun telah menutup disusul dengan bunyi samar napas yang teratur.
Juda melepaskan kunciannya. Disingkirkannya juga selimut yang membekap mulut Susa, tidak lupa membersihkannya juga. Dan seperti ritual yang sudah-sudah, Juda membenarkan posisi gadis itu supaya terbaring rapi lalu menyelimutinya.
Seharusnya itu sudah cukup. Dia lupa kapan tepatnya desir aneh itu mulai timbul. Melihat Susa yang semakin rentan di depannya, Juda tergoda mencondongkan tubuhnya lagi. Hanya di saat seperti inilah, Juda bisa mendekatkan diri tanpa khawatir gadis itu akan langsung menyentaknya menjauh.
Vonn juga tengah terlelap di luar sana, jadi Juda juga tidak perlu mengantisipasi pengganggu itu.
Juda pun tidak ragu lagi merangkum bibir ranumnya, melumat, mengeringkan candu manis di sekitarannya.
Puas dengan apa yang didapat, barulah dia menarik diri kemudian beranjak pergi. Pandangannya sempat berserobok dengan sepasang iris merah muda kecil yang mengintainya. Juda mendengkus samar sebelum sosoknya menghilang di balik papan pintu.
***
Kotak-kotak kecil ditumpuk bersusun di atas meja. Satu demi satu dibuka, dan tiap melihat isinya, senyum Teira makin melebar. Terakhir dia membuka kotak yang berukuran paling besar. Mulutnya membuka takjub, mengeluarkan salah satu benda berkilauan tersebut. Butiran-butiran berkilau ruby digabungkan hingga membentuk kalung yang terlihat mahal dan mewah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cassiopeia
FantasyStatus: COMPLETED Gadis itu selalu hadir tiap para bangsawan yang kotor menanti giliran mereka--di hadapan guillotine, disaksikan kerumunan yang menyemut. Betapa dia ditakuti sebagai malaikat pencabut nyawa, dengan kewenangan penuh yang diberikan sa...