Gail memperhatikan dalam diam Susa yang tengah mengemasi barang-barangnya. Gadis itu menolak dibantu, tapi Gail diam-diam menyuruh seorang pelayan menolongnya dan berpura-pura melakukannya dengan sukarela. Luka-lukanya belum sembuh benar—terutama melihat pembebat yang masih terpasang pada lengan kanannya. Gail tidak bisa berbuat banyak.
Terutama karena Corinth menghilang.
"Di mana dia, Susa? Kau memilikinya bukan? Entah itu saudaramu ... atau bahkan saudara kembarmu."
Gail bersumpah melihat raut Susa yang menegang. Tapi dengan cepat pula ekspresi itu beralih mengeras, kemudian Susa menertawakan hambar pertanyaan Gail.
"Kau pikir aku akan memberitahukannya pada seseorang yang hampir membunuhku?"
Mereka hampir tidak mengetahui apa pun tentang Susa. Corinth hanya berfokus pada wajahnya yang mirip dengan Kisara. Karena telah teramat yakin, dia merasa tidak perlu menggubris perihal identitas gadis itu sebagai anjing ratu, juga apa yang telah dilakukannya sejauh ini.
Kira-kira apa yang tengah dipikirkan Corinth?
Setelah koper barangnya siap, Gail melihat Susa yang menarik kotak yang agak berat itu sendiri ke pintu depan. Kakinya tertatih diiringi pandangan iba para pelayan yang menyadari benar perubahan suasana di sana. Gadis itu datang dengan pancaran penuh kebahagiaan, tapi kemudian dihempaskan begitu saja.
Tidak ada seorang pun yang bisa menemukan kastil itu karena terlindungi sebuah perisai. Akan tetapi Gail membuatnya melonggar hingga kereta kuda yang ditumpanginya akan bisa keluar tanpa kesulitan.
Tatapan Gail tetap mengiringi Susa sewaktu hendak naik ke kereta. Tidak sekali pun gadis itu menoleh. Seakan-akan pintu maafnya tidak akan pernah terbuka bagi Corinth. Seolah dia telah menciptakan jurang yang terlampau lebar untuk diseberangi. Gail tidak akan pernah tahu setelah pintu kereta kuda ditutup rapat.
Diam-diam Susa berjuang menahan tangisnya.
***
Tengah hari Juda bergeming tepat di tengah jalan. Sesaat setelah aura yang dinantikannya keluar dari lingkup perisai, dia lalu mencegat persis di jalan yang akan mereka lalui. Matanya melihat penampakan kereta itu dari kejauhan.
Angin menderu menerpanya. Terik matahari terhalang oleh lapisan awan abu-abu muram. Juda baru mengembalikan pandangannya lurus ke depan saat kereta kuda berhenti. Sang Kusir memberitahu Susa ada yang sedang menghalangi mereka. Gadis itu menggeser jendela dan Juda pun bergerak ke samping untuk melihat lagi sosok bermata hazel tersebut.
"Apa yang kau inginkan?" Sedikit pun Susa tidak menunjukkan reaksi terkejut. Suaranya terdengar serak. Tatapan yang diterima Juda saat ini hampir sama persis dari Susa yang dikenalnya dulu.
"Bethratèn sedang kacau selama kau pergi," kata Juda. "Teira ingin kau menemuinya secepat mungkin. Dia memberiku waktu tiga hari. Sekarang sudah hari yang ketiga."
"Kau bebas dariku, lalu ... beralih ke sisinya..?"
Tidak ada tanggapan dan Susa pun hanya berkedip lelah.
Tanpa menyelisik lebih jauh keadaan Susa, Juda meminta kusir untuk mengubah rute. Mereka akan lebih cepat sampai ke istana daripada manor Susa. Gadis itu diam saja, menurut saat digiring meski belum memberi persetujuan. Benaknya tidak berpikir jauh. Juda bukan lagi salah satu pionnya. Salah-salah Susa justru menjermuskan dirinya sendiri ke bahaya lain.
Selang dalam hitungan jam, mereka sampai di depan gerbang istana. Prajurit penjaga mempersilakan mereka masuk. Sang Kusir lantas membukakan pintu dan membantu Susa turun. Saat itulah Juda mengernyit mendapati langkah Susa yang pincang, serta tangan kanannya yang dibebat menggantung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cassiopeia
FantasyStatus: COMPLETED Gadis itu selalu hadir tiap para bangsawan yang kotor menanti giliran mereka--di hadapan guillotine, disaksikan kerumunan yang menyemut. Betapa dia ditakuti sebagai malaikat pencabut nyawa, dengan kewenangan penuh yang diberikan sa...