Tamar membuka sedikit tirai kamarnya. Salju mulai menumpuk di lantai dan garis atas pagar balkon. Dayang pengasuh pergi setelah menemaninya hingga tertidur. Namun tiga jam kemudian, gadis kecil itu terbangun. Semua penghuni istana mungkin juga telah terlelap termasuk Vonn.
Lagi-lagi tanpa mengenakan alas kaki, Tamar menyelinap pergi. Langkahnya tidak bersuara saat menuruni tangga. Tempat pertama yang dia tuju adalah kamar Rau. Berbeda dengan Tamar yang menginginkan kamarnya di lantai atas, Rau beranggapan naik turun tangga adalah aktivitas yang merepotkan. Lagipula perpustakaan ada di lantai bawah.
Bayangan Tamar menimpa pintu kamar Rau. Cahaya yang menyorot dari bawah sela pintu, memberitahu Tamar kalau Rau juga sedang terjaga sepertinya. Sesaat kemudian terdengar bunyi kertas yang dibalik.
Rau sedang membaca. Tamar memejamkan mata, membayangkan Rau yang tengah duduk menghadap mejanya. Tamar ingin menemui Rau. Namun setelah mempertimbangkan ulang, dia akhirnya berbalik pergi.
Kenyataannya diam-diam, Rau juga mengetahui kehadiran adiknya.
Tamar beralih ke balairung. Derit pintu yang dia dorong membuatnya meringis sedikit. Kegelapan tidak membuatnya takut. Lentera telah seluruhnya dipadamkan. Tamar hanya harus membuka lebar-lebar salah satu tirai. Cahaya yang redup dari luar sudah cukup membantunya melihat lukisan besar itu lagi.
Seorang wanita muda yang tersenyum anggun. Dia duduk di kursi panjang hingga gaun merah marun yang dia kenakan mengembang lebar. Sementara itu di belakangnya, seorang pria berdiri. Tangan kanan yang kokoh miliknya menangkup pundak kiri sang Istri.
Suami Ratu Bethraten.
Dari percakapan-percakapan yang Tamar kuping dari para dayang, dia lebih dulu meninggal sebelum ibunya dimahkotai menjadi ratu. Tamar juga masih ingat bagaimana salah seorang dayang pernah mengujar sesuatu yang menjadi penyebab Tamar murung selama berhari-hari.
Dia bilang jika seandainya Tamar tidak pernah ada, sang Ratu mungkin masih hidup.
Susa Llaner seharusnya tidak melahirkan anak kembar di saat kondisi kesehatannya memburuk dengan cepat.
Kaki Tamar melayang. Tahu-tahu posisinya telah sejajar dengan wajah Corinth di lukisan itu. Tangan kecilnya mengulur menyentuh bagian pipi.
Jika masih hidup ... apa kau akan menyalahkanku juga?
Tamar menarik tangannya. Puas dengan apa yang dia lakukan malam ini, dia pun pergi.
Tepat saat dia keluar dari balairung, pandangan Juda yang tanpa ekspresi mengiringinya.
***
Roti panggang, puluhan macam selai, kacang-kacangan, irisan telur rebus, dendeng, sari jeruk, susu hangat dan bermangkuk-mangkuk saus terhidang di atas meja.
Raut Rau tidak pernah menyenangkan meski saat makan, tapi pipi dan hidungnya telah berlumur selai. Dia tengah mengolesi lembar roti keempatnya dengan selai aprikot. Berbanding terbalik dengan Rau, Tamar memasukkan selonjor dendeng begitu saja setelah dicelupkan ke saus ke mulut. Bocah itu mendongak ke atas, dan rahangnya membuka lebar seakan bisa menelan dendeng secara utuh.
"Sebentar lagi ulang tahun kalian yang ketiga. Bagaimana? Harus dibuat pesta lagi seperti tahun lalu?"
Rau mematung, sama sekali tidak menyukai ide yang diutarakan Vonn. Pesta ulang tahun sebelumnya sungguh-sungguh bencana. Hanya Tamar yang antusias. Belum termasuk perbuatan adiknya itu berperang dengan gula krim lalu melemparkannya ke wajah Rau. Hanya pesta kecil namun keributannya luar biasa.
Karena mereka masih belum cukup umur, Juda tidak mengizinkan pesta yang akan condong ke arah politik. Tapi tetap saja setelah pesta itu usai, mereka tidak bisa membendung gunungan hadiah yang diantar ke istana.
![](https://img.wattpad.com/cover/149866415-288-k867730.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cassiopeia
FantasyStatus: COMPLETED Gadis itu selalu hadir tiap para bangsawan yang kotor menanti giliran mereka--di hadapan guillotine, disaksikan kerumunan yang menyemut. Betapa dia ditakuti sebagai malaikat pencabut nyawa, dengan kewenangan penuh yang diberikan sa...