Senja sudah mati-matian menolak ajakan Keira untuk mengikuti ekskul yang sama dengannya karena ia tahu pasti hal ini akan berujung sama seperti kemarin saat ia mencoba kegiatan Zoya. Namun pada akhirnya ia kalah.
Dan saat ini dirinya sudah berkumpul bersama orang-orang yang sudah memegang beberapa angklung—yang entah bagaimana caranya bisa berada dalam satu tangan dengan posisi rapih, posisi angklung yang paling kecil di depan sementara yang besar berada di lengan paling dalam.
Senja sibuk dengan dua angklung bernomor kecil yang entah harus ia apakan ini, sementara Keira masih sibuk mencari nomor angklung yang menjadi pegangannya, meninggalkan Senja yang sudah seperti orang bodoh yang tidak tahu harus melakukan apa.
Kerumunan anggota yang sebelumnya membentuk kelompok sesuai notasi untuk menyesuaikan nada kini membelah ketika seorang perempuan muda—Sepertinya seorang guru pengajar di sekolah ini, namun Senja baru melihatnya—datang dengan lelaki di sampingnya. Orang-orang yang tidak Senja hitung jumlahnya ada berapa ini kini mulai membentuk barisan memanjang berbentuk tiga banjar dengan rapih seolah semua sudah di atur sejak lama, sementara Senja hanya bisa memperhatikan karena Keira belum juga kembali.
Ketika Keira sudah berada di sampingnya dengan tampang cemberutnya, Senja berbisik, "Gue harus berdiri di mana?"
"Di lantai," jawab perempuan itu. "Bete banget, deh, angklung yang biasa gue pake kayaknya udah di ambil sama orang,"
"Terus kita nggak jadi, nih?" tanya Senja dengan wajah berbinar.
"Jadi, dong! kan satu nomor angklung ada lima sampe enam yang sama. Gue tetep megang, cuma nggak pake angklung kesayangan gue, padahal udah gue kasih tanda tuh," gerutu Keira sambil membenarkan posisi barisannya. "Udah, sini. Berdiri di samping gue aja." Katanya sambil menarik lengan Senja untuk masuk kedalam barisannya.
Senja tidak mengerti, memang apa bedanya jika satu nomor angklung dengan angklung lainnya jika nomornya masih sama?
"Itu siapa?" Tunjuk Senja menggunakan lirikan pada perempuan yang berdiri di depan sana.
Keira melirik perempuan yang dimaksud dari pertanyaan Senja barusan. "Itu Bu Laila, guru kesenian sekaligus pembina ekskul ini." Jawab Keira berbisik.
"Teman-teman," Bu Laila mulai berbicara di depan, mengikat semua jenis suara yang sebelumnya beradu di dalam ruangan ini. "Saya bawakan pelatih dari Bandung, beliau sudah cukup lama bermain seni, terutama Angklung. Ibu harap, dengan hadirnya beliau bisa membawa pengaruh positif untuk kita kedepannya, terlebih mengenai persiapan lomba dua bulan mendatang."
"Nama saya, Pandji, pake d, jadi masih jadul ejaannya." Lelaki bertubuh gempal dan berkumis itu bergurau di sela-sela perkenalannya. "Senang bisa bergabung bersama kalian."
"Saya tau, kalian adalah segerintil murid yang jauh dengan Budaya Sunda mengingat kalian berada di Jakarta. Namun yang saya harapkan, meski begitu kalian bisa mengenal rasa dari sebuah musik sunda. Saya dengar dari Bu Laila, di sekolah ini musik dan seni daerah tidak hanya dari Sunda, saya selaku seniman merasa bangga ada sekolah yang memperhatikan budaya yang kita miliki meksi bukan berasal dari sini. " Ujar Pak Pandji panjang lebar. "Dan saya lebih bangga pada kalian yang mencoba sedekat ini dengan kesenian daerah ini."
Yang Zoya dan Keira jelaskan. Di sekolah ini memang lebih unggul dibidang kesenian. Bahkan tahun lalu sekolah mengirimkan tim tari saman untuk tampil di Singapura dalam acara kementrian.
"Kita nggak latihan bareng Ibu lagi, dong?" salah satu murid perempuan bertanya.
"Sesuai bidang yang paling dikuasai saya, saya akan lebih fokus untuk penyanyi agar bisa mendalami rasa, apalagi lagu yang kalian bawakan adalah Sunda. Jauh dengan budaya anak zaman sekarang yang lebih menyukai musik pop." Bu Laila melirik Pak Pandji yang sedari tadi tersenyum ramah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lingga dan Senja
Teen FictionKepindahan Senja ke Jakarta berhasil menemukan dirinya dengan Lingga dalam satu tempat yang tidak pernah Senja bayangkan, terlebih ketika ia mendapati lelaki itu berada dalam sekolah yang sama dengannya, sekolah barunya, yang lagi-lagi tidak pernah...