Pada akhirnya, Lingga dan Senja berhenti di tempat bubur kacang ijo pinggir jalan. Lelaki itu membangunkan si perempuan satu jam sejak Senja terlelap di mobil Lingga.
Senja mengucek matanya pelan lalu meraih sejumput rambutnya untuk diikat. "Lama ya gue tidur? Sori ya?"
"Nggak, kok, lagian tadi macet. Lo udah makan nasi?"
Senja mengangguk.
"Gue lagi pengen burjo. Turun, yuk?"
"Sebentar dong, nyawa gue belum ngumpul."
Lelaki itu terkekeh, kemudian membuka laci dashboard mobil dan mengambil sebotol air mineral, membukanya kemudian diberikan pada Senja yang masih diam tanpa melakukan apapun selain mengedipkan kedua matanya pelan.
"Minum dulu,"
"Thankyou," sahut Senja meraih botol minum tersebut dan menenggaknya.
Ketika keduanya keluar dari mobil, angin malam kota Jakarta langsung menyambut kulit mereka yang tidak tertutup kain. Senja yang merasa bulu kuduknya meremang karena kedinginan memutuskan untuk kembali menggerai rambutnya.
"Kenapa di lepas?"
"Dingin."
"Gue perlu bertindak kayak cowok-cowok yang biasa minjemin jaketnya, nggak?"
"Hah? Nggak usah, ini gue udah pake sweater." Balas Senja mengedikkan bahunya.
"Sweater jenis apa ini transparan gini?" gerutu Lingga sambil mencubit pelan sweater rajut tipisnya.
Sementara Senja hanya nyengir, sebelum berjalan menghampiri tenda bubur kacang ijo disusul Lingga. Keduanya duduk berdampingan setelah memesan dua porsi bubur kacang hangat.
Lelaki itu menopang dagunya di atas tangan yang ia taruh di atas meja, matanya tidak lepas menatap gadis di sampingnya.
"Ja,"
"Hmm,"
"Nggak apa-apa, pengen manggil aja." Balas Lingga masih tersenyum sementara Senja hanya mendengus malas sambil scrolling timeline yang sebenarnya ia perhatikan juga tidak.
"Ja,"
"Kalo masih cuma mau manggil gue tabok beneran ya, Ngga?!" ujar Senja mendelik tajam.
"Kalo nanti sewaktu-waktu gue confess ke lo, jangan kaget ya."
"Hah?"
Lingga tidak memberi penjelasan lebih. Lelaki itu meraih dua mangkuk bubur kacang hijau yang baru saja disodorkan pemilik warung tenda. Melirik Senja sekilas, ia hanya tersenyum sambil bergumam, "Jangan di pikirin sekarang, nanti aja."
"Ini..., maksudnya lo lagi confess ke gue sekarang?"
Lelaki itu terkekeh sambil sibuk mengaduk isi mangkoknya. "Enggak, baru pemanasan. Tapi, be ready aja, oke?"
Yang perempuan diam tak membalas tapi netranya tidak lepas dari figure Lingga yang tengah memasukan suapan pertama bubur kacangnya. Sudut bibirnya tanpa sadar tertarik ke atas, membentuk senyum tipis yang disadari oleh Lingga namun lelaki itu bersikap pura-pura tidak sadar. Senja mengulum senyumnya setelah sadar bahwa alam sadarnya sempat tidak bekerja. Perempuan itu kini fokus pada makanan di depannya. Kedua pipinya tanpa sadar bersemu merah.
"Let it flow aja, Ja. Tapi tolong bantu gue, biar hati lo nggak kemana-mana sebelum kita official dan setelah kita official nanti."
Sekarang Senja yang pura-pura tidak mendengar. Ia menyendokan suapan pertama bubur kacang hijaunya sebelum menelannya bulat-bulat lalu kembali menyendokan suapan kedua, ketiga, dan seterusnya. Jantungnya berdebar keras. Kali ini, ia benar-benar merasa malu namun semua terasa menyenangkan.
***
Bagi Lingga, untuk menjalani sebuah hubungan tidak harus yang terburu-buru. Perempuan itu semakin dikejar akan semakin lari dan berujung mereka yang tidak saling mendapatkan. Jadi lebih baik ia jalan perlahan namun pada akhirnya saling menemukan. Lingga tidak ingin menggenggam terlalu erat hingga pada akhirnya salah satu dari mereka merasa tidak nyaman, berusaha sebisa mungkin menjalani hubungan yang sehat. Setidaknya prinsip ini yang ia pegang hingga sekarang.
Tanpa bantuan maupun alasan Bu Laila yang kerap ia gunakan untuk berinteraksi dengan Senja, kini biarkan Lingga memakai caranya sendiri.
Ponsel di atas dashboardnya bergetar panjang tanda sebuah panggilan masuk. Lingga baru saja mengantarkan Senja pulang. Namun perempuan itu menolak ia antar hingga depan unit. Katanya tidak nyaman mengingat waktu sudah menunjukan pukul dua belas malam. Padahal, siapa peduli? Ini Jakarta kalau perempuan itu lupa.
Namun seperti janjinya yang tidak ingin bersikap agresif, Lingga hanya mengiyakan, dan berpesan agar Senja menelponnya begitu sampai di unitnya.
"Hallo?"
"Hai," balas Lingga. Lelaki itu menaruh ponselnya di car holder setelah mengaktifkan mode loudspeaker. "Udah di kamar?" tanya lelaki itu.
"Hmm," gumam perempuan itu di seberang sana.
"Mau tidur?"
"Nggak," balas Senja. "Udah lo nyetir aja, teleponnya nggak usah dimatiin."
Kedua sudut bibir Lingga melengkung ke atas. "Sambil nyanyi, ya?"
"Apa sih nyanyi mulu, emang gue Nella Kharisma apa?" balas perempuan itu ketus, tanpa perlu mengaktifkan panggilan video, Lingga bahkan bisa membayangkan raut Senja saat ini.
Lingga terkekeh. "Yaudah nggak usah nyanyi. Lo ngomong aja gue seneng, Ja. Suka gue sama suara lo."
"Peres lo!"
Lingga tetawa kecil. Pada akhirnya ia merasa perjalanan pulang kerumah menjadi lebih menyenangkan bersama obrolan Senja yang tidak ada habisnya. Perempuan itu cukup banyak bercerita. Menceritakan kehidupannya sebelum pindah, menceritakan kakaknya yang menjadi penggemar berat ibunya, bahkan kucing yang biasa berkeliaran di kantin sekolah pun mereka bahas.
Suara lagu-lagu dari Ardhito Pramono yang terputar di radio menemani percakapan mereka hingga tidak terasa mobil Lingga sudah sampai di depan rumahnya. Lelaki itu menekan klakson sekali yang disusul suara gerbang yang dibuka oleh satpam rumahnya.
"Udah sampe?" tanya Senja.
"Udah," balas Lingga kembali melajukan mobilnya memasuki rumahnya hingga mobil tersebut terparkir sempurna di garasi. "Besok gue jemput, ya?"
Senja terdiam sesaat sebelum memberi jawaban, "Iya," katanya.
Mesin mobil sudah mati, namun Lingga belum mau keluar dari dalam mobilnya. Kedua tangannya melipat di atas setir sementara wajahnya menghadap ponsel yang masih melekat di car holder. Lelaki itu tersenyum lebar seolah perempuan di seberang sana bisa melihatnya.
"Gue masuk rumah dulu, ya. Lo tidur duluan, gih." Kata lelaki itu.
"Okay,"
"Selamat istirahat, Senja."
"Selamat istirahat juga, Lingga."
*****
Jalan berdua menuju warung tenda burjo #ea
KAMU SEDANG MEMBACA
Lingga dan Senja
Teen FictionKepindahan Senja ke Jakarta berhasil menemukan dirinya dengan Lingga dalam satu tempat yang tidak pernah Senja bayangkan, terlebih ketika ia mendapati lelaki itu berada dalam sekolah yang sama dengannya, sekolah barunya, yang lagi-lagi tidak pernah...