Sayup-sayup suara Pak Yanto masih terdengar di kelas meskipun hanya sebagian murid yang memperhatikan lelaki paruh baya yang sibuk dengan papan tulisnya itu. Pak Yanto terlalu baik, lelaki itu tetap sabar dan melanjutkan kegiatan belajar meskipun menyadari bahwa beberapa murid terpejam sambil menaruh kepala di atas lengan yang menyilang di meja. Bahkan ketika ada murid yang terang-terangan memakai earphone saat pelajarannya berlangsung, ia tidak banyak bicara.
Pak Yanto tidak pernah marah, namun ketika ulangan harian sudah dilaksanakan, lelaki itu tidak akan memberi toleransi.
Dan saat ini Pak Yanto sedang menjelaskan teori tentang Politik Etis dan Pergerakan Nasional dengan terperinci tanpa bantuan buku. Karena itu pula Pak Yanto sering dijuluki sebagai manusia sejarah karena pengetahuannya. Bahkan ketika ia menyuruh muridnya untuk membuka buku paketnya, Pak Yanto sudah sangat hafal dengan posisi halaman yang akan menjadi materi pembelajarannya hari itu.
Sekarang Lingga mengantuk, semalam ia hanya bisa tidur dua jam tanpa melakukan hal apapun selain membuka ruang obrolan dengan Senja yang tidak dibalas oleh perempuan itu. Lingga juga tidak mengerti mengapa bisa mengharap balasan dari Senja yang mungkin saja saat itu sudah masuk ke alam mimpi.
Setelah menanamkan pikiran positifnya sendiri baru lah lelaki itu bisa terpejam.
Pagi hari begitu ia terbangun dari tidur dua jamnya itu, Lingga langsung mengecek ponselnya untuk memeriksa siapa tahu Senja membalas pesannya dengan alasan semalam perempuan itu sudah tidur dan berhasil menyuntik sedikit energi untuk dirinya. Namun harapan memang hanya sebuah harapan, alih-alih mendapat pesan dari perempuan itu, ponselnya malah dibanjiri pesan grup kelas yang membahas bahwa hari ini akan diadakan ulangan harian Sejarah.
Jadi saat ini Lingga sedang berusaha mati-matian agar tidak tertidur seperti Genta di depannya demi memperjuangkan nilai ulangan Sejarahnya yang sudah gagal berkali-kali. Melirik ponselnya yang masih tidak ada tanda-tanda balasan dari Senja, Lingga memilih untuk menandai bukunya menggunakan pulpen untuk penjelasan yang penting hari ini.
Mungkin Senja memang berbeda. Jika perempuan lain akan terus berusaha agar tidak memutuskan pesan obrolan dengannya, Senja malah tidak menanggapinya.
Lagipula, kenapa jadi Lingga sangat penasaran dengan perempuan itu?
***
Senja baru tahu jika di setiap hari Jum'at, sekolahnya selalu mengadakan program keputrian yang dilaksanakan sebelum murid laki-laki Salat Jumat dan berakhir setelah Salat Jumat.
Tidak seperti kaum laki-laki yang wajib semua Jumatan di sekolah, untuk sesi keputrian dilaksanakan dengan sistem rolling perkelas. Setiap keputrian akan di wakili dengan tiga kelas dari masing-masing tingkatan dengan jurusan yang sama. Misalnya seperti sekarang, kelas Senja digabungkan dengan kelas 10 IPS 2 dan 12 IPS 2.
Selama keputrian berlangsung, mereka hanya berkumpul dalam satu ruangan yang cukup luas, disana tersedia bahan dan peralatan masak yang disediakan sekolah. Tugas mereka selama keputrian yaitu menyiapkan makanan untuk murid laki-laki dan dibantu oleh guru pendamping yang akan berganti setiap minggunya.
Sementara yang lain sibuk mencampur bumbu untuk membuat Cream Soup, Senja, Keira, dan Zoya memilih berada di luar dan bergabung dengan sebagian orang yang malas ikut campur urusan di dalam. Prinsip mereka, yang penting sudah tanda tangan sebagai bukti menghadiri keputrian dan nilai tetap aman.
"Pokoknya nanti gue mau dapet bagian nyiapin prasmanan biar liat Rayhan pas lagi antri!" ujar Zoya antusias.
Keira berdecak. "Halah, orang lagi kasmaran suka salting! Di tinggalin lagi baru tau rasa," respon perempuan itu ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lingga dan Senja
Teen FictionKepindahan Senja ke Jakarta berhasil menemukan dirinya dengan Lingga dalam satu tempat yang tidak pernah Senja bayangkan, terlebih ketika ia mendapati lelaki itu berada dalam sekolah yang sama dengannya, sekolah barunya, yang lagi-lagi tidak pernah...