13. Grup WhatsApp

196 22 0
                                    

Senja tengah mengelap meja yang terkena tumpahan kopi entah untuk yang keberapa kalinya. Sudah satu minggu ia menjadi pekerja paruh waktu di sebuah kedai kopi-lebih mirip disebut café sih, karena tempatnya cukup luas dan instagramable-yang tempo hari alamatnya ia tanyakan pada Lingga, namun ia masih merasa belum andal melakukan pekerjaan ini sehingga kerap mendapat teguran dari sang leader.

Perempuan itu menaruh lap kotor di atas sink sebelum mencuci kedua tangannya yang lengket. Mengusap pelipisnya yang berkeringat, Senja menghela napas lelah kemudian berjalan untuk mengambil minum dan meneguknya perlahan.

Menjadi seorang pelajar sekaligus pekerja paruh waktu tentu bukan hal yang mudah. Senja harus bisa memanage waktu sebaik mungkin agar ia bisa tetap bekerja tanpa mengganggu waktu belajar dan latihan angklung.

Kadang, ia masih merasa apa yang dilakukannya ini adalah hal yang salah, dan Bintang pasti tidak menyukainya. Tapi ia juga berpikir bahwa ia harus-setidaknya-bisa membantu meringankan beban kakaknya. Hidup di Ibu Kota sudah pasti berbeda dari apa yang mereka jalani selama di Bandung. Dari sewa apartemen aja sudah menghabiskan setengah dari hasil tabungan kakaknya, belum lagi untuk sehari-hari.

Tabungan peninggalan orangtuanya sudah semakin tipis dihabiskan oleh biaya sekolah Senja dan kuliah Bintang dulu. Jadi mungkin tindakan yang Senja lakukan saat ini adalah bentuk kepedulian atau kerjasama tim demi kelangsungan hidup ia dan Kakaknya.

"Senja, saya 'kan sudah bilang, bekas lap itu di gantung! Jangan disimpen di atas sink gitu aja! Berapa kali harus diingetin?"

Perempuan itu melonjak kaget saat omelan kembali datang untuknya. Mengerucutkan bibir, ia kembali melangkah dan membenarkan letak lap tanpa menimpali omelan sang leader.

Leader itu sudah seperti Raja. Mau benar atau salah, tidak boleh dibantah.

Suasana café sejak sore tadi cukup ramai. Begitu ia datang dan berganti pakaian untuk memulai pekerjaannya, ia tidak berhenti melayani dan baru memiliki waktu senggang saat ini ketika waktu menunjukan pukul delapan malam.

Masih dua jam lagi.

Melihat salah satu teman kerjanya yang baru kembali dari istirahat makan malamnya, Senja baru teringat jika ia belum makan malam, sejak pulang sekolah malah. Setelah ia meminta izin kepada leader shift dan memastikan ada yang memback-up dirinya selama istirahat, Senja melepas celemek yang sedaritadi melekat di tubuhnya, berjalan menuju loker untuk mengambil uang dan kemudian mencari sesuatu yang bisa dijadikan makan malam yang sebenarnya sudah sangat telat.

Setelah menimang-nimang akan makan dimana, Senja memutuskan mengunjungi tenda yang menyediakan pecel ayam yang letaknya bersebrangan dengan café tempatnya bekerja. Memesan seporsi pecel ayam, Senja duduk di kursi plastik sambil memainkan ponsel yang sejak beberapa jam lalu tidak disentuhnya.

Berbagai notifikasi masuk secara bersamaan begitu ia menghidupkan ponselnya. Menggeser layar ponselnya untuk membuka kunci, Senja langsung membuka aplikasi WhatsAppnya yang memang paling ramai memenuhi notifikasi ponselnya.

Pesan dari Kakaknya, dari grup kelas, dari grup angklung, dari grup yang berisikan Keira, Zoya dan dirinya sendiri. Hanya itu. Pertama-tama tanpa harus melakukan banyak pertimbangan, ia harus membuka pesan dari kakaknya.

Kak Bintang
Ada dimana? Belum pulang?

Senja mengetik balasan.

Senja
Di cafe, sama temen.
Udah tadi ganti baju, terus langsung kesini.

Senja yakin, yang ada di pikiran Bintang saat ini bukan apa yang dimaksudnya. Seminggu ia bekerja, Bintang sama sekali tidak tahu-menahu tentang kegiatannya ini. Senja sengaja tidak memberitahunya karena yakin akan menjadi sebuah masalah untuk kakaknya itu.

Lingga dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang