8. Pesan Pertama

217 32 10
                                    

Sepulang sekolah, Lingga langsung masuk kamar, mengunci pintu dan berbaring tanpa melepas kaus kaki. Lelaki itu menghela napas panjang sebelum mengubah posisi menjadi tengkurap sambil sibuk memikirkan cara bagaimana ia batal bergabung dalam tim angklung.

Bukannya ia tidak mencintai musik daerah, ia sangat menyukai pertunjukan musik. Dan bahkan sampai sekarang masih menikmati pertunjukan musik daerah walau hanya di sekolah, rasanya masih sama seperti saat Ibunya membawanya pada pertunjukan musik dan teater beberapa tahun silam.

Yang menjadi permasalahannya, selain takut merasa dimanfaatkan karena keberadaanya, Lingga tidak suka waktu luangnya menjadi terganggu karena harus mengisi waktu latihan. Biasanya, untuk tim sekolah yang akan menghadapi lomba, mereka akan mencuri waktu senggang untuk dipakai latihan. Seperti yang akan dilakukan pada hari Minggu besok lusa.

Dibanding bangun pagi dan bersiap pergi ke sekolah di hari libur, Lingga lebih memilih untuk tidur hingga siang sampai Ibunya membangunkan dengan menggedor pintu kamar untuk memastikan bahwa ia masih bernapas, seperti yang biasanya terjadi.

Lelaki itu mengacak rambutnya sebelum berguling dan bangkit duduk dengan kaki yang berada di sisi ranjang. Melepas kedua kaus kakinya, Lingga melepas dasi yang sudah longgar kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh wajah.

Suasana rumah terlihat sepi. Ia hanya melihat satpam di depan rumah dan beberapa asisten rumah tangga saat memasuki rumah. Orang tuanya tentu saja sibuk bekerja. Kehidupan selebriti tidak semenyenangkan yang terlihat di layar kaca. Pagi mengisi acara disini, siang pergi shooting, belum lagi jika mengisi acara talkshow saat malam. Oh, dan jangan lupakan kegiatan off-air diluar kota. Penuh dengan tekanan mental dan fisik.

Setelah mengeringkan wajahnya dengan handuk, Lingga berjalan keluar kamar dan menuruni tangga menuju meja makan. Melihat menu hari ini, lelaki itu mendesah kecewa karena merasa tidak menggugah selera.

Menutup kembali tudung saji, Lingga berjalan ke arah kamar Zefanya setelah mendengan suara Kakaknya itu di dalam sana. Membuka pintu, suasana yang langsung ia lihat adalah ring-light yang menyala, satu kamera vlog di depan kakaknya dan alat make up yang berserakan.

Zefanya menoleh setelah menyadari bahwa ada seseorang yang membuka pintu kamarnya. Perempuan itu melambai dengan antusias setelah mengetahui keberadaannya. Lingga memutar bola mata malas. Padahal, jika situasinya tidak sedang berada di depan kamera, kakaknya lebih sering mengumpat dibanding memberi reaksi seperti tadi.

Sebenarnya tidak jarang kakaknya mengajak ia untuk ikut tampil sesekali di channel YouTube-nya. Perempuan itu mengatakan bahwa pengikutnya selalu suka ketika Zefanya menampilkan bloopers yang terdapat Lingga di dalamnya. Kali inipun ia yakin bahwa Kakaknya tidak akan mengedit bagian Lingga yang membuka pintu tiba-tiba seperti yang ia lakukan beberapa saat yang lalu.

Semua memang sama saja.

***

Ini malam minggu.

Biasanya, Ibunya akan sibuk mengisi acara off-air sekarang ini. Namun entah bagaimana kini malah mengosongkan jadwalnya dan berakhir bersama dirinya di tempat ini.

Lingga menatap berbagai macam sayuran yang terpajang, melihat riuhnya suasana di sekitarnya yang lebih didominasi oleh Ibu-Ibu. Seperti Ibunya yang tengah berdiri memilih berbagai jenis ikan segar dengan trolly di depannya dan asisten rumah tangga yang sengaja ia bawa—selain dirinya—untuk menemaninya.

Sedikit menyisi agar tidak menghalangi jalan orang lain, Lingga merogoh saku celana pendeknya dan mengeluarkan ponselnya. Lelaki itu memainkan ponselnya beberapa saat, mengabaikan posisi dimana dirinya berada saat ini dan tidak menghiraukan Ibunya yang saat ini entah berada di posisi bagian mana supermarket ini.

Lingga dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang