Empat - Bertemu Kembali

1.8K 279 105
                                    

"Kak, Aga antar ya ke kampus" Arga menghampiri Reya sambil memasang dasi sekolahnya.

"Tumben. Biasanya juga nggak mau nganter kakak." Cibir Reya. Dulu ketika Reya masih SMA, adiknya itu susah sekali dimintai tolong antarkan Reya ke sekolahnya. Padahal searah, tapi alasan Arga selalu beragam.

Harusnya juga Arga satu sekolah dengan Reya. Tapi, Arga malah menolak mentah-mentah. Alasannya? Arga bilang dia capek kalau seandainya dia satu sekolah dengan kakaknya, teman-teman sekelasnya minta dikenalkan ke kakaknya. Wajar sih kalau Arga berpikiran seperti ini. Ketika SMP, karena mereka satu sekolah dan banyak yang tahu kalau Arga adalah adik dari Reya, semua murid lelaki genit itu langsung mendekati Arga dan mewawancarai Arga tentang kakaknya.

Lagipula Arga juga sudah kehabisan ide untuk menjelekkan-jelekkan kakaknya. Semua hal-hal jelek yang bahkan nggak dimiliki oleh Reya pun sudah ia beberkan. Ia bilang kalau kakaknya itu jarang mandi, suka buang angin sembarangan, pemakan segalanya, selalu bangun siang kalau hari minggu, malas beresin kamar, malas ganti baju, dan semacamnya. Dan kebanyakan dari itu semua adalah fitnah. Arga sengaja. Ia nggak mau melihat kakaknya berurusan dengan para lelaki genit, lalu setelah mendapatkan hati kakaknya, kakaknya disakiti dan dibuat menangis. Arga nggak akan tega melihat kakak satu-satunya itu tersakiti.

Reya juga sudah sering marah dengan Arga karena hal ini, dan Reya juga sering berkata, "Ga, berani jatuh cinta itu berarti berani sakit hati."

Tapi tetap saja, intinya Arga nggak mau kalau perhatian Reya yang harusnya tertuju ke dirinya tetapi malah tertuju ke orang lain.

"Udah buruan Kak, aku sekalian mau lihat tampang cowok yang ngantar kakak pulang ospek." Arga memakai helmnya. Ia memberikan helm satunya ke Reya, dan diterima oleh Reya.

"Cowok? Siapa?" Reya naik ke motor Arga, Reya melambaikan tangannya ke arah sang Mama, Arga juga membunyikan klakson sebagai tanda pamit.

"Senior kakak." Arga menjalankan motor sportnya dengan mulus di jalanan. Sedikit aneh karena pagi ini tidak macet. Biasanya kalau keluar sekitar jam setengah tujuh pagi seperti ini, pasti sudah macet sekali.

"Oh! Elvan?"

Arga mengangguk-ngangguk tapi tetap fokus pada jalanan, "Jadi namanya Elvan? Nama panjangnya?"

Reya memutar bola matanya, sifat posesif adiknya itu keluar lagi. "Ya mana kakak tahu! Emangnya kakak dukun?"

"Biasanya sih kak anak psikologi suka disama-samain sama dukun."

Kesal, Reya langsung memukul helm Arga membuat sang empunya langsung berteriak kencang.

"Dia cuma senior kakak, oke? Nggak akan terjadi apa-apa diantara kami dan kami dipastikan untuk nggak akan bertemu lagi." Ucap Reya setelah memukul helm Arga.







♆♆♆









Reya melangkahkan kakinya memasuki halaman fakultas Psikologi. Karena hari pertama kuliah, mahasiswa-mahasiswa baru memenuhi sepanjang koridor di lantai 1. Reya mencari-cari Beby diantara kerumunan itu. Reya dan Beby sudah berjanji untuk bertemu di lantai 1, tapi Reya benar-benar nggak menyangka kalau akan banyak orang seperti ini.

Reya mengeluarkan ponselnya, memberi tahu Beby kalau ia sudah sampai di kampus dan sedang menunggunya.

Drrt.

Reya membuka layar ponselnya, membaca balasan Beby dari notifikasi.

Beby Callista: ini udah nyampe..

My Perfect Kating | KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang