Dua Puluh Dua - Persiapan

1.3K 198 73
                                    

"Nak, mumpung kamu ada disini. Ikut kami makan siang di luar yuk."

Dan disinilah Elvan.

Duduk di hadapan Reya dan Mamanya dan di sebelah kirinya ada bocah ingusan yang sejak awal sampai di restoran ini sudah menatapnya sengit.

"Ma, kenapa dia harus diajak sih?!" Bocah ingusan itu dengan nada ketus protes kepada Mamanya.

Mama Reya tersenyum, "Kenapa? Kan Nak Elvan baik, Ga."

Arga cemberut. Ia langsung mengambil ponselnya dan memainkannya sekedar menghilangkan rasa bosan dan rasa kesal.

Sama dengan Elvan yang sedari tadi gelisah dan merasa gugup, Reya pun begitu. Entah sudah berapa kali Reya mencuri-curi pandang ke arah Elvan, Elvan hanya tertunduk dan memainkan jarinya serta menggigit bibir bawahnya.

"Nak Elvan udah semester berapa?" Memecahkan keheningan, Mama Reya melontarkan satu pertanyaan. Membuat kepala Elvan yang tadinya tertunduk langsung mendongak dan tak sengaja bertatapan dengan Reya yang sedang menatapnya. Buru-buru Elvan langsung mengalihkan pandangannya ke arah Mama Reya.

"Semester 5, Bu."

Mama Reya memotong steak pesanannya seraya mengangguk, "Sering ketemu Reya di kampus?"

Reya langsung menyenggol lengan Mamanya mendengar pertanyaan itu.
Elvan sedikit berdeham sebelum menjawab, "Lumayan sering, Bu."

"Kalau dipikir-pikir, Nak Elvan cukup sering ya antar Reya pulang."

Reya kembali menyenggol lengan Mamanya yang sepertinya sangat menikmati sesi 'wawancara' ini.

Elvan menggaruk leher belakangnya sambil menyengir, "Ya lumayan, Bu. Lebih dari sekali."

Mama Reya tertawa kecil, tangan dan mata Mama Reya fokus kepada steak miliknya namun terus melanjutkan sesi tanya-jawab ini, "Belum pernah loh ada cowok yang kerumah pagi-pagi nganterin kado untuk Reya."

Mendengar hal itu, Reya langsung menutup mukanya. Mamanya sangat terang-terangan menunjukkan bahwa dirinya seolah-olah akan menyetujui jika nanti Elvan menjadi pacar anaknya.

Elvan hanya tersenyum dan mengangguk kaku untuk menanggapi perkataan Mama Reya tersebut.

"Kalau Nak Elvan mau jadi pacar Reya, boleh kok. Silahkan aja."

Tuh kan. Dibilangin juga apa. Terang-terangan banget.

Elvan langsung terbatuk-batuk mendengarnya. Sementara Elvan sedang terbatuk, Arga justru malah protes seraya meletakkan garpu dan sendoknya, berhenti makan sejenak.

"Apaan! Enggak! Nggak boleh!"

Mama Reya mendelik, "Kenapa?"

"Nggak boleh! Kak Reya nggak boleh pacaran!" Masih sama dengan peraturannya sejak dulu bahwa kakaknya tidak boleh memiliki pacar.

"Mau sampai kapan? Kakakmu udah rela menjomblo 17 tahun demi Arga." Ucap Mama Reya.

Tak bisa menjawab, Arga kembali mengerucutkan bibirnya dan memakan makanannya.

"Nak Elvan ngekost?" Oh ternyata sesi wawancaranya belum berakhir.

Reya menyenggol lengan Mamanya, "Ma, udahan dong."

Tak peduli dengan Reya yang memintanya berhenti, Mamanya justru malah semakin menatap Elvan dengan tatapan 'jawab dong pertanyaan saya'.

Mengerti arti tatapan itu, Elvan mengangguk, "Iya Bu."

"Asli mana?"

"Asli Bandung, tapi ke Jakarta dari awal kuliah."

Mama Reya mengangguk, "Berarti tinggal sendiri disini?"

My Perfect Kating | KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang