Nayla dan Fariel sudah tiba di mall yang dimaksud Nayla. Mereka segera turun dari mobil dan karena canggung, Nayla memilih untuk berjalan lebih dulu memasuki gedung mall, meninggalkan Fariel yang masih berada di basement.
"Nay, tega banget sih ninggalin aku." Fariel memasuki gedung mall dan langsung mengerucutkan bibirnya kepada Nayla yang menunggunya.
"Lelet sih." Ketus Nayla. Nayla kembali berjalan meninggalkan Fariel.
Fariel tertawa kecil. Aneh memang, dirinya sedang diledek Nayla, tapi dia malah tertawa. Sangat lucu baginya melihat wajah Nayla yang seperti itu. Malu-malu kucing.
Fariel tersenyum dan melangkahkan kakinya. Ia berjalan di belakang Nayla sembari terus menatap punggung gadis itu yang tertutupi dengan rambutnya yang panjang. Fariel menemukan salah satu hal yang membuatnya bahagia.
Memandangi Nayla dari belakang.
Sesederhana itu.
Fariel mengangkat kedua alisnya ketika melihat Nayla berbalik badan dan menatapnya dengan tatapan 'Cepetan dikit kek jalannya'. Fariel tersenyum dan berlari kecil untuk mensejajarkan langkahnya dengan langkah calon gadisnya itu.
"Jadi, kamu mau kasih apa untuk Reya?" Tanya Fariel. Mata Nayla saat ini sibuk kesana kemari, melihat apa yang cocok untuk dijadikan sebagai kado Reya.
"Aksesoris atau baju?" Tak kunjung mendapat jawaban, Fariel bertanya lagi.
Nayla mengangkat kedua bahunya, "Bagusnya apa?"
Fariel tersenyum lembut, "Sesuain sama Reya. Kalo kamu sering lihat Reya pakai aksesoris, kasih aksesoris juga cukup bagus." Senyum Fariel semakin melebar setelah menjawab pertanyaan Nayla. Satu lagi, Fariel kembali menemukan satu hal lagi yang membuatnya bahagia.
Ketika dirinya dilibatkan dalam pengambilan keputusan Nayla.
Nayla tampak memikirkan perkataan Fariel, "Hmm.. Nggak pernah lihat Reya pakai aksesoris sih. Cuma jam doang."
"Kalau gitu kasih baju atau semacam cardigan gitu aja. Bakal lebih berguna kan. Pasti dipakai juga."
Nayla tersenyum dan mengangguk lucu, memperlihatkan bahwa ia setuju dengan ide Fariel.
Tangan kanan Fariel sedikit terangkat ketika Nayla tersenyum dan mengangguk seperti anak kecil. Ia melirik tangannya dan kembali menurunkannya. Rasanya ia ingin sekali mengacak rambut gadis di depannya ini. Gemas sekali.
Setelah Nayla selesai membeli kado untuk Reya, Nayla dan Fariel memutuskan untuk makan terlebih dahulu sebelum pulang karena Nayla sudah merengek kelaparan.
"Lu nggak beli kado untuk Reya, Riel?" Nayla mengaduk minumannya dengan sedotan dan menyedotnya sekali.
Fariel melipat kedua tangannya di meja, menatap Nayla dengan intens, "Diwakilin aja ntar sama Elvan."
Nayla menggeser gelasnya ke tengah meja, "Kok gitu? Kenapa nggak beli sendiri? Mumpung kita masih di mall nih."
Fariel tersenyum lembut, "Kamu mau ngasih ide kado apa yang cocok aku kasih?"
"Baju aja."
Fariel tertawa kecil, "Itu mah ide dari aku tadi."
Nayla tertawa, menampakkan deretan giginya, "Beli baju aja, ntar dugabungin sama kado gue. Nanti gue buat surat ini kado dari Nayla dan Fariel."
Fariel sedikit terkejut. Namun, diam-diam ia mengulum senyum. Astaga, hari ini Fariel menemukan banyak hal baru yang bisa membuatnya bahagia. Mendengar Nayla mengatakan bahwa kado mereka akan digabung saja rasanya sudah senang sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Kating | KTH
أدب الهواةElvan Adhyastha, mahasiswa Psikologi tingkat 3 yang memiliki trauma untuk berhubungan dengan lawan jenisnya. Dia belum pernah memiliki pengalaman berpacaran, sialnya sudah harus mengalami trauma. Namun, hidupnya perlahan berubah semenjak ia selalu b...