Dua Puluh - Statistika

1.3K 209 72
                                    

Elvan melemparkan kunci motornya ke meja belajar. Laki-laki itu membuka satu persatu kancing kemejanya, setelah itu ia membiarkan kemejanya dengan kondisi semua kancing yang sudah terbuka sehingga memperlihatkan tubuhnya yang tidak bisa dibilang berotot itu.

Elvan menghela nafas dengan berat. Ia duduk di sisi tempat tidurnya dan mengusap wajahnya dengan gusar.

"Hah.." Entahlah. Ia merasa sedikit frustasi dengan dirinya. Merasa bodoh dengan dirinya yang tidak bisa mendekati Reya seperti kebanyakan laki-laki di luar sana. Merasa malu tterhadap dirinya yang terus-terusan salah tingkah jika harus berada di dekat Reya.

Kalau boleh jujur, Elvan tidak suka dengan dirinya sekarang. Ia benci dengan trauma yang ia alami sekarang. Traumanya benar-benar mengubah dirinya seratus persen.

Mengingat kembali awal dari traumanya ini. Airin. Gadis yang ia dekati dulu, hampir memutuskan untuk berpacaran. Insiden yang menimpa Airin ternyata berdampak kepada dirinya juga. Memang, yang mengalami kecelakaan adalah Airin, bukan dirinya. Namun, semua kesalahan, makian, dan sindiran tertuju untuknya. Semua orang yang dekat dengan Airin menghakiminya. Mengatakan bahwa dirinya lah penyebab Airin kecelakaan, mengatakan seharusnya dirinya tidak mendekati Airin sejak awal, mengatakan bahwa dirinya seorang lelaki pengecut yang bahkan tidak bisa menjaga perempuan.

Ia bahkan tidak tahu kondisi gadis itu saat ini. Entah selamat dari kecelakaan itu atau bahkan tidak selamat. Terakhir kali ia mengunjungi rumah sakit, gadis itu masih terbaring lemah belum sadarkan diri.

Ting!

Dentingan ponselnya mengalihkan perhatiannya. Membuat Elvan seketika melupakan hal yang dipikirkannya barusan. Ia mengambil ponsel dari saku celananya dan membaca sebuah pesan dari...

Astaga!

Reya Abella: Kak

Reya Abella: Ada catatan statistika gak? Aku mau minjem untuk belajar UAS nanti, hehe..

Memang benar-benar pantas kata 'bucin' ditambahkan di belakang nama Elvan. Setelah beberapa hari memang tidak pernah saling bertukar pesan lagi, dirinya sekarang menjadi tak karuan hanya mendapat pesan dari Reya yang sekedar menanyakan catatan statistika miliknya.

Baru beberapa jam yang lalu ia salah tingkah di depan gadis itu. Astaga, sungguh banyak hal memalukan yang ia tunjukkan hari ini.

Berusaha untuk tenang, Elvan pun mengetikkan balasan untuk Reya.

Elvan Adhyastha: Ada, senin jumpa abis kelas.

Balasan terkirim.

Elvan meletakkan ponselnya ke atas meja belajarnya. Ia memutuskan untuk mandi. Tubuhnya terasa lengket dan gerah karena seharian ia berada di luar. Ia juga perlu menjernihkan otaknya. Semenjak ia menyukai Reya, otaknya benar-benar tidak bisa diajak bekerja sama. Ada yang salah dengan pekerjaan otaknya.

✨✨✨

Elvan memasuki kelasnya. Ia melihat Fariel yang sudah duduk di barisan keempat dengan anteng. Tak biasanya sahabatnya itu datang cepat.

"Tumben cepat datang" Elvan menendang kaki Fariel yang ia selonjorkan ke bangku depan sehingga menghalangi jalan Elvan menuju bangku di samping Fariel.

"Gue presentasi, bodoh!" Sungut Fariel. Tangan lelaki itu tidak bisa diam dan berulang kali lelaki itu menghembuskan nafas.

Elvan mengangguk. Paham mengapa Fariel sangat sensitif dan terlihat gugup seperti itu. Ya, memang diantara dirinya dan Jeyka, Fariel memang 'agak lain'. Kalau Elvan dan Jeyka biasa saja jika akan presentasi, maka Fariel kebalikannya. Anak itu tidak pernah bisa tenang kalau akan maju presentasi. Berbeda dengan Elvan dan Jeyka yang selalu dipuji oleh dosen setiap selesai presentasi, Fariel lebih sering kena omelan dan dimarahi oleh dosen. Ah, bahkan dosennya pernah mengakhiri kelas ketika Fariel masih presentasi.

My Perfect Kating | KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang