• promise 2 •

62 13 4
                                    

Anin jalan tertatih-tatih sambil memegangi perutnya yang masih terasa sakit. Ia berani sangsi kalau perutnya ini memar. Mungkin cara terbaik untuknya saat ini adalah pergi ke UKS terlebih dahulu karena ia benar-benar tidak dapat menahan rasa sakitnya.

Anin merebahkan tubuhnya di atas brankar UKS setelah dilihat oleh petugas kondisinya. Bahkan perawat UKS pun ikut meringis saat melihat luka lebam itu. Mungkin akibat kesakitan membuat Anin terlelap nyenyak tanpa ada gangguan.

"Nin, bangun udah pulang" Anin menggeliatkan tubuhnya saat merasakan goyangan dibahunya, ia melirik sekilas ke arah Aura yang duduk disampingnya dan menenteng tas miliknya.

"Enghh, udah pulang ya? Duh maaf Ra gue ketiduran" Ucap Anin merasa bersalah. Aura membantu Anin duduk dan ia prihatin dengan keadaan Anin sekarang. Mata yang sembab, kadang bibirnya mengeluarkan suara kesakitan. Ia baru tahu kalau Navanlah penyebab keadaan Anin seperti ini.

Mereka sudah berjalan ke gerbang dan menunggu jemputan supir Aura. Aura memaksa Anin untuk pulang bersamanya, tidak mungkin ia tega menelantarkan sahabatnya dalam keadaan seperti ini. Tak lama, mobil Aura berhenti tepat di depan kedua gadis itu.

Tak membutuhkan waktu lama untuk sampai di rumah Anin, ia segera turun dari mobil Aura dan tak lupa mengucapkan terimakasih. "Makasih Ra, Pak, udah nganter"

———

Malam hari ini, seluruh orang tengah menyiapkan kebutuhan untuk acara malam ini. Kedua orang tua Anin sedang merayakan hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke 19 tahun. Dimana yang lain sudah memakai pakaian rapinya, hanya Aninlah yang masih berpakaian piyama tidurnya. Ia tidak diperbolehkan keluar kamar selama acara berlangsung, tidak ada yang namanya perkenalan bagi dirinya di depan rekan atau sahabat orang tuanya.

Kadang Anin merasa iri dengan Navan. Laki-laki itu selalu beruntung bisa mendapatkan kasih sayang orang tua selama hidupnya, tidak seperti Anin yang merasa terbuangkan. Anin merasa benar-benar merasa bosan di dalam kamar. Ia berinisiatif untuk keluar kamar dan berdiam diri di kolam renang, karena tidak mungkin ia pergi ke taman belakang rumah karena disanalah pesta diselenggarakan.

Anin memcelupkan kakinya di dalam air, "Gini rasanya kesepian didalam keramaian" Gumamnya sambil memainkan kakinya di dalam air.

Puk

Anin mengalihkan perhatiannya pada seseorang yang menepuk bahunya kencang. "Ngapain lo disini? Kan udah dibilang lo diem di kamar aja ga usah keluar!" Ucap Navan sambil setengah berteriak.

Anin merasa gugup karena ketahuan oleh Navan, padahal ia sudah duduk dipaling pojok kolam renang, di tempat cahaya remang-remang. "Eh-itu K-kak, ak-ku.."

"Sejak kapan lo gagap? Punya mulut tuh digunain bener-bener, kayak nggak disekolahin aja lo" Ucapnya sarkas.

"Anin bosen Kak di dalem kamar" Ucap Anin pelan, ia benar-benar takut melihat ekspresi wajah Navan yang err menyeramkan. "Eh emang siapa lo berani ngelanggar ucapan gue. Udah dibesarin masih aja ngelunjak, ga tau diuntung hidup lo!" Navan berjalan meninggalkan Anin, tak lupa ia juga memberikan sebuah toyoran di kepala adiknya itu.

Anin menatap nanar kakak satu-satunya itu. Tidak pernah ia merasakan rasa sayang seorang kakak pada adik. Navan selalu menatap benci ke arah Anin tanpa Anin tau apa alasannya. Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya jatuh. Tanpa Anin sadari, ada seseorang yang melihatnya dari kejauhan, berawal dari Anin yang turun tangga, sampai kelakuan Navan padanya.

———

Raydhan baru saja sampai di rumahnya setelah kumpul di kafe bersama teman-temannya. Ia segera membersihkan dirinya dan tak lama ia sudah memejamkan matanya. Mungkin akibat kelelahan membuat dirinya lelah.

Raydhan perlahan membuka matanya saat merasakan perutnya sangat lapar. Padahal ia tadi sudah makan banyak di kafe tadi. Ia baru akan menyuapkan sendoknya tetapi ditahan terlebih dahulu karena panggilan Bundanya. "Raydhan"

"Iya Bun, kenapa?" Barulah ia menyuapkan nasinya setelah membalas panggilan Bundanya.

"Malam ini kamu ikut ke rumah rekan kerja Ayah ya"

Raydhan menelan makanannya terlebih dahulu, "Emang harus Bun?"

"Udah jangan protes, habis makan langsung siap-siap" Tanpa menyanggah perintahan Bundanya, Raydhan segera menyelesaikan makannya dan membersihkan tubuhnya.

Mobil sedan hitam itu sudah terparkir rapi berjejer dengan barisan mobil yang lain. Suasana halaman rumahnya saja sudah ramai, apalagi di dalam rumah pikir Raydhan.

"Yuk turun" Ajak Bundanya yang ternayata sudah keluar dari mobil. Raydhan menatap kesekeliling rumah, tidak ada yang ia kenal. Raydhan yang bosan akhirnya menjauhkan dirinya dari kumpulan orang tua dan pilihan jatuh pada kolam renang, tapi...

"Ngapain lo disini? Kan udah dibilang lo diem di kamar aja ga usah keluar!" Ucap laki-laki sambil setengah berteriak pada gadis yang duduk di pinggir kolam renang.

"Eh-itu K-kak, ak-ku.." Ucap gadis itu terbata-bata.

"Sejak kapan lo gagap? Punya mulut tuh digunain bener-bener, kayak nggak disekolahin aja lo" Ucapnya laki-laki itu kencang.

"Anin bosen Kak di dalem kamar" Ucap gadis itu pelan, sangat terlihat kalau dirinya ketakutan dengan laki-laki itu. "Eh emang siapa lo berani ngelanggar ucapan gue. Udah dibesarin masih aja ngelunjak, ga tau diuntung hidup lo!" Setelah mengucapkan kalimat yang menyakitkan hati itu, laki-laki itu pergi menjauh darinya.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang