Anin berjalan melewati koridor kelas-kelas yang masih dipenuhi oleh murid lain yang ingin pulang juga. Ia melihat ponselnya dan terlihat pesan Pak Amin yang mengatakan kalau ia telat menjemput.
Sudah sekitar setengah jam Anin berdiri di depan gerbang, tapi tidak ada tanda-tanda mobil yang dikendarai Pak Amin terlihat. Anin memilih untuk menunggu di kafe dekat dengan sekolahnya.
Dari kejauhan, terlihat mobil sedan berwarna merah yang dikendarai dengan kecepatan kencang. Anin yang memang sedang ingin menyebrang tidak dapat memundurkan langkahnya lagi. Gadis itu terus memanjatkan doa.
Braakkkk...
Suara dentuman keras itu terdengar, tubuh mungil Anin terlempar cukup jauh dari tempatnya berdiri. Seseorang di dalam mobil tersenyum puas. Akhirnya apa yang ingin ia lakukan sudah selesai. "Hahaha akhirnya..." Tawanya dengan nada sinis.
Anin terbatuk-batuk mengeluarkan darah. Tubuhnya terasa mati rasa, dan pandangannya perlahan mengabur. Hanya satu kata yang berhasil keluar dari bibirnya sebelum matanya terpejam, "Ra-Raydhan"
———
Raydhan, laki-laki itu baru saja selesai dari pertemuan ekskulnya. Band sekolah rencananya akan mengikuti lomba tingkat nasional yang diselenggarakan di kotanya. Karena lumayan lama berlatih, membuat dirinya menjadi haus. Raydhan membuka air mineralnya dan seketika terjatuh membasahi celananya. Ia izin pada anggota yang lain untuk membersihkan celananya.
Setelah selesai berlatih, Raydhan memilih untuk langsung pulang kerumah karena perasaannya tidak enak sejak tadi. "Gue pulang duluan semuanya" Pamitnya sambil menenteng tas di bahu kirinya.
Ia mengernyitkan dahinya saat melihat keramaian yang berada tak jauh dari sekolahnya. Dengan rasa penasaran, ia mendekatkan motor maticnya ke kerumunan itu.
"Ada apa ya Pak? Kok rame gini" Tanyanya pada salah satu Bapak-bapak yang ikut melihat keramaian itu. "Ituloh Dek, ada kecelakaan. Sekarang korbannya tak sadarkan diri" Terang bapak itu.
"Eh-korbannya cewek apa cowok Pak?"
"Cewek Dek, dilihat dari bajunya sih sama kayak yang Adek pake" Tubuh Raydhan menegang, pakaiannya sama dengan korban itu. Dengan penasaran Raydhan menerobos kerumunan itu.
Deg...
Jantungnya serasa terlepas dari tempatnya. Tubuhnya menegang melihat korban itu. Dan bibirnya tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Raydhan mengguncangkan badan Anin yang tergeletak lemas di jalanan. "Nin!! Bangun, ini gue Raydhan" Teriaknya. Dengan sigap ia menelpon salah satu rumah sakit. Ia merutuki dirinya, kenapa ia tidak membawa mobil hari ini. Dan terlebih lagi pada warga sekitar, mereka hanya menyaksikan tanpa adanya rasa empati.
Tak lama, sebuah mobil ambulance datang. Raydhan ikut masuk ke dalam mobil mendampingi Anin. Motornya ia biarkan disana, keadaan Anin jauh lebih penting dibanding motor kesayangannya itu. Raydhan menggenggam erat tangan dingin Anin, dan menciumi punggung dan telapak tangan itu. Sungguh tragis keadaan gadis itu, pakaiannya sudah bercampur dengan warna merah.
Anin sudah dibawa ke UGD salah satu rumah sakit, menyisakan Raydhan terduduk lemah di lantai seorang diri. Dengan lemas tangannya menekan nama Navan dan menaruh ponselnya ditelinga. Sambungan pertama tidak diangkat oleh laki-laki itu, begitu juga yang kedua. Dengan amarah yang memuncak, Raydhan kembali menelpon laki-laki brengsek itu, dan untungnya diangkat.
"Apaan-..."
"Anjing lo!! Brengsek jadi Kakak, tau ga!!" Potong Raydhan sebelum Navan menyelesaikan ucapannya.
"Apaan lo ngata-ngatain orang. Emang napa sih!" Ucapnya kesal.
"Anin kecelakaan bangsat!! Adek lo lagi kritis dan lo berleha-leha dirumah?! Dimana otak lo bego!!" Ucap Raydhan emosi. Nafasnya memburu, ia belum bisa menetralkan amarahnya.
Ponsel yang dipegang Navan seketika terlepas dari genggamannya. Jantungnya pun berdegup kencang layaknya orang habis lari. Dengan cekatan ia meraih kunci mobilnya dan bertanya dimana rumah sakit yang merawat Anin.
"Mau kemana Van? Bukannya baru sampe rumah, kok mau pergi lagi" Ucap Mamanya yang masih memandang ke arah TV.
"An-anin Ma, dia ke-kecelakaan" Ucap Navan terbata-bata. Mamanya menoleh cepat ke arah Navan dengan wajah pucat piasnya. "Apa? Anin kecelakaan? Cepet kita kesana" Navan mengangguki ucapan Mamanya.
———
Raydhan masih terduduk di depan pintu UGD. Daritadi belum ada dokter yang keluar dari ruangan itu. Tentu hatinya tidak tenang. Apakah ucapan Keenan tadi pagi memang pertanda. Raydhan juga sudah memberi tahu kepada keluarganya dan juga kedua sahabatnya.
"Bang...gimana Anin? Udah ada kabar?" Raydhan menoleh kesamping dan mendapati Mamanya disana. Raydhan menggeleng pelan, "Belum Ma" Lirihnya.
Mamanya mendekap tubuh Raydhan dan mengelus puncak kepala putranya itu. Mamanya dapat merasakan kalau Raydhan benar-benar kalut.
"Denger Mama! Anin itu kuat jadi dia bakal bareng kamu lagi. Ga usah sedih gitu, kan mirip bebek jadinya"
"Ssstt, udah jangan nangis. Masa mau nyaingin hujan diluar sana. Eh Nin, lo tau nggak kenapa lo ngerasa selalu diuji seperti itu?" Anin menautkan dahinya, lalu menggelengkan kepalanya. "Karena Tuhan tau kalo lo mampu, lo kuat, dan lo bakal bertahan. Lo perempuan yang tegar, lo harus buktiin itu ke Mama Papa dan Kakak lo, ke Aura dan Keenan. Dan juga gue yang selalu menjadi sandaran lo ketika lo butuh, kalo lagi gak butuh juga gapapa kok kalo mau nyender disini gue ikhlas" Ucapnya sambil membusungkan dada dan menepuk bahunya seolah siap untuk disandari.
Raydhan tersenyum tipis mengingat itu. Laki-laki itu teringat pada kata-katanya waktu itu. Ia harus yakin kalau Anin akan baik-baik saja. Anin, gadisnya yang paling kuat.
TBC!!

KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Teen Fiction"Cewek nangis gak selalu cengeng" __________ "Panggil gue jika lo butuh sandaran" __________ "Perempuan dapat tersenyum kepada banyak laki-laki. Namun hanya kepada satu laki-laki ia dapat berbagi air matanya, dan gue harap itu gue" -Raydhan- By :...