• promise 1•

63 14 8
                                    

"Pokoknya lo harus kerjain nih pr gue!! Awas aja kalo nggak kelar, gue pites lo," Ucap Navan -Kakak Anin- dengan gaya angkuh layaknya bos yang memerintah karyawan.

Anin tidak dapat menjawab selain menganggukan kepalanya, ia tidak berani untuk melawan Navan. Kalaupun ia berani, pihak Navan akan bertambah karena dukungan dari Mamanya. Anin mengambil buku pr Navan dan mulai mengerjakan soal fisika yang menurut Anin lumayan sulit. Bagaimana tidak? Ia masih duduk di bangku kelas XI dan tugas ini untuk kelas XII. Dengan modal google dan sebagainya, ia dapat menjawab seluruh tugas Navan.

Diliriknya hari sudah pukul 23:00 malam, ia sudah sangat lelah dan segera membaringkan tubuhnya di kasur setelah menaruh buku fisika milik Navan dimeja belajar laki-laki itu.

———

Pagi ini, Anin sudah siap dengan seragam sekolahnya. Hari ini adalah hari senin, ia sudah menyiapkan perlengkapan untuk upacara, mulai dari topi, dasi, dan tak lupa ikat pinggang.

Anin turun dari kamarnya dan berjalan menuju ruang makan. Ia memilih sarapan dengan segelas susu saja dan pamit untuk pergi sekolah. Anin dan Navan berada di satu sekolahan, tetapi hubungan mereka berdua tidak pernah diketahui oleh murid bahkan guru disana. Sebenarnya, Anin mau saja mengakui keberadaan Navan, tetapi tidak dengan laki-laki itu. Ia bahkan mengancam Anin kalau gadis itu berani memberitahu hubungan adik kakak mereka.

Walaupun Anin tidak memberitahu hubungan mereka, tetap saja Navan selalu membullynya di sekolah. Bagi Navan, Anin adalah sasaran empuk untuk dibully, ia hanya pasrah apa yang dilakukan oleh kakaknya itu kepada dirinya. Ia tak berani melawan, selain itu juga tenaganya jauh lebih kecil dari Navan yang selalu membawa rombongan gengnya.

Anin sudah duduk di bangkunya dan tak lama Dara-anak hits- datang ke mejanya. "Eh Anin udah dateng, pasti udah selesai kan tugas kimia lo, gue pinjem dong"

Anin mengangguk dan memberikan buku tugasnya pada Dara. Setelah Dara pergi, Aura teman sebangku sekaligus sahabat Anin mengela nafas kasar dan menatap garang Anin. "Nin, kok lo kasih si!!"

Anin mengalihkan perhatiannya, "Udahlah Ra, nggak usah diperpanjang lagi"

"Tapi Nin, lo itu selalu dimanfaati tuh uler, dia selalu datang pas butuhnya. Selebihnya? Kagak Nin kagak" Ucap Aura gemas dengan kepasrahan sahabatnya itu. Anin tidak ingin berdebat lagi dengan Aura, ia memilih untuk diam saja karena sebentar lagi pelajaran akan segera dimulai.

———

"Nin, kantin kagak?" Tanya Aura setelah guru pelajaran keluar dari kelasnya. Anin menggelengkan kepalanya. "Nggak Ra, gue mah ke perpustakaan aja. Duluan Ra" Anin berlalu meninggalkan Aura yang melihat dengan pandangan prihatin padanya.

"Semoga lo selalu bahagia Nin" Gumam Aura tak lupa ia mengaminkan doanya itu.

Anin sedang bejalan ke perpustakaan, pintu perpustakaannya pun sudah terlihat di mata Anin. Tapi...

"Akhh" Teriak Anin ketakutan. Ia melihat ada rombongan Navan yang berdiri di depannya. Perasaan Anin sudah tidak baik, berbagai macam pikiran negatif hinggap di kepalanya.

"Eh eh eh ada Anin nih guyss. Apa kabar Anin, masih baik-baik aja kan?" Ucap Navan dengan gaya angkuhnya.

Anin mengangguk takut, "I-iya Kak, A-anin baik-baik a-aja" Ucapnya terbata-bata. Sontak seluruh siswa di depannya ini tertawa keras, "Hahaha, karena lo baik-baik aja dan gue ga suka itu gimana kalo gue kasih hadiah? Mau kagak??" Ucap Navan dan diangguki oleh Ando, anak geng Navan.

"Mau dong Kak, apa tuh hadiahnya nih??" Ucap Ando seakan-akan dirinya adalah Anin.

"Teneng aja Nin, enak kok hadiahnya. Nih..."

Bughh

Anin tersungkur kelantai setelah mendapat terjangan dari Navan. Ia memegangi perutnya yang diinjak oleh Navan, dan terlihat kilatan amarah dibola mata Navan. Anin selalu bertanya di dalam hati, apa salah dirinya sampai ia selalu dibenci oleh kakaknya sendiri.

"Aww ssh sa-sakit K-kak" Ucap Anin lirih sampai tak terasa air matanya menetes. Tak menghiraukannya, Navan semakin menginjak perut Anin dan Anin kembali berteriak.

"Shh sa-kit Kak. Aww K-kak, sak-it perut ssh Anin Kak" Ucapnya sangat lirih, bahkan Ando dan Dino selaku anak buah Navan ikut meringis kesakitan.

"Udahlah Van, kasihan tuh anak. Liat udah ngerintih-rintih gitu" Ucap Arga yang tak tega pada adik sahabatnya ini. Ya, Arga tau tentang hubungan Anin dan Navan bahkan ia tahu alasan mengapa Navan membenci Anin.

Navan menoleh sekilas ke arah Arga dan mendapat tatapan memohon dari Arga untuk menghentikan aksinya itu. Dengan setengah ikhlas, ia mengangkat kakinya dan berjalan melalui Anin yang tergeletak lemas tak berdaya. Tenaganya habis setelah menahan rasa sakitnya. Ia bahkan tak mampu mengangkat beban dirinya sendiri.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang