Selama Anin dirawat di rumah sakit, Raydhan selalu hadir kesana. Tidak pernah absen sekalipun. Laki-laki itu masih betah disana walaupun oang yang ditunggu belum bangun juga. Dan selama Raydhan disana, ia selalu membagi cerita pada Anin. Semua kegiatannya setiap hari selalu diceritakan kepada Anin. Kadang Keenan dan Aura merasa sedih melihat keadaan sahabatnya itu.
Di ruangan rawat Anin, hanya ada Raydhan yang menjaga. Keluarganya? Tidak ada yang menjaga. Mamanya hanya menjaga Anin sekitar 2 harian, sedangkan Papanya dan Navan tidak pernah menjaga Anin. Sekalipun mereka menjenguk, itu hanya sampai 1 jam saja, bahkan tidak sampai. Raydhan rasanya ingin menceramahi keluarga Anin yang tidak tahu diri itu. Bisa-bisanya mereka menelantarkan gadis itu seorang diri disini. Bagaimana jika Anin sudah sadar dari komanya? Atau yang lebih buruknya, bagaimana jika keadaan Anin menurun?
"Heii Anin...cogan datang nih. Masa lo diemin aja sih, ntar laletan gimana? Oh ya, tadi si belegug Raja nanyain lo. Dia nanya kemana aja lo, kenapa minggu ini ga pernah ada disekolah. Sebagai calon pacar yang baik, gue jelasin ke si belegug. Tapi sayangnya ga gue kasih tau rumah sakitnya hehehe"
"Nin, tau ga gue di sekolah kayak orang oon tau, bawaanya linglung gitu. Lo tau kenapa? Tandanya gue itu kangen sama lo. Sehari ga jahilin lo kayak ada yang kurang gitu, lah sekarang udah masuk hari ke empat"
"Kira-kira kalo gue gelitikin badan lo, lo ngerasa geli ga yah?" Gumamnya, tangan Raydhan pun berada tepat di kaki gadis itu, dan mulai menggerakan jari tangannya. Tubuh Anin seketika bergerak dan mengeluarkan kekehan kecil. Raydhan menghentikan gerakannya, otaknya masih belum dapat connect.
"Hahaha lo kan emang kayak orang oon Ray" Tubuh Raydhan mematung mendengar suara itu, suara yang sangat di rindukannya. Sudah 4 hari ia tidak mendengar suara itu. "A-nin..?"
Anin menghentikan tawanya dan tersenyum, walaupun bibirnya masih terlihat pucat, senyum itu masih terlihat manis. Akhirnya, Raydhan dapat melihat senyum itu kembali, senyum yang sekarang menjadi candunya.
"Haii, lama ga ketemu" Dengan sigap Raydhan memeluk tubuh Anin. Sangat erat sampai-sampai Anin memukul pundak Raydhan karena ia sulit bernafas. "Kenceng amat meluknya, engap tau" Gerutu gadis itu.
"Duh ilah malah nangis, cengeng banget. Kayak ngeliat setan aja lo" Ucap Anin sambil menyeka air mata Raydhan. Laki-laki itu tentu sangat senang, Aninnya sudah kembali lagi. Rasanya risau di hatinya sudah terangkat saat melihat Anin kembali. "Kapan lo sadar? Perasaan kemaren gue kesini masih belum sadar" Tanya Raydhan sambil duduk kembali.
"Gue sadarnya semalem, tapi ga ada siapa-siapa disini. Dan ga lama dokter dateng" Jelasnya sambil menunjukan sebuah tombol menggunakan bibirnya. Dengan gemas Raydhan mencubit kedua pipi Anin, "Raydhan!! Jangan rese deh"
Raydhan terkekeh sumbang untuk menutupi kekesalannya. Bagaimana tidak? Saat Anin bangun dari komanya, tidak ada seorang pun yang berada disini termasuk keluarganya sendiri.
"Yaudah lo istirahat gih" Ucap Raydhan sambil mengusap lembut rambut hitam Anin. Anin setuju saja karena memang tubuhnya masih belum terlalu fit.
———
Berulang kali Raydhan menelpon anggota keluarga Anin, tapi tidak ada satu pun yang mengangkatnya. Bahkan Navan dengan terang-terangan mereject telpon Raydhan. Hari sudah menunjukkan pukul setengah 5 sore, dan Anin masih bergelung dalam tidurnya.
"Emh, Raydhan? Belum pulang?" Tanya Anin sambil menggeliatkan tubuhnya. "Nggak ah, males" Jawabnya singkat.
Anin merasa ada yang beda dari laki-laki disampingnya ini, bahkan tempat duduknya masih sama seperti sebelum ia tidur tadi. "Udah sore Ray, mending lo pulang. Gue gapapa kok disini sendirian"
Raydhan masih keukeuh dengan pendiriannya, "Nggak Anin, gue udah izin kok ke Mama. Lagian emang lo ga bosen apa disini sendirian. Gue aja bosen 2 jam sendirian disini"
"Lo nya aja itu mah, gue sih nggak"
"Eh Nin, kita ke taman rumah sakit bawah aja yuk. Sekalian cari udara seger lah" Senyum Anin seketika luntur. Wajahnya langsung muram. Anin kembali sadar dari khayalannya saat Raydhan menggoyangkan bahunya.
"Woi! Kayaknya emang bengong hobi lo ya. Dikit-dikit bengong, udah ayok ke taman keburu malem nanti" Ajak Raydhan sekali lagi. "Emm, lo aja deh Ray sendirian. Gue mau disini aja, mager gue" Tolak Anin halus.
"Ga seru lah kalo cuma sendiri, ayoklah Nin ke bawah. Malesan amat nih anak, ntar kaki lo nggak bisa jalan lagi tau rasa lo" Ajak Raydhan dengan sedikit memaksa.
Anin semakin menundukan kepalanya dan perlahan air matanya menetes. Raydhan merengut bingung, apa ada yang salah dari ucapannya tadi. "Eh Nin, lo marah ya sama gue. Gue minta maaf kalo ada salah, tapi jangan nangis dong" Bujuk Raydhan.
Isak tangis Anin tidak sememilukan tadi, tapi ia masih saja diam. "Anin...." Panggil Raydhan. Anin merasakan sapuan lembut di kedua pipinya, dan ia pun mendongakan kepalanya.
"..Non piangere tesoro.." Tak lupa disusul dengan senyuman khas seorang Raydhan. Anin merasakan degupan di jantungnya kian mengencang.
TBC!!
Haiii semuanyaaa, maap yakk kalo updatenya ga teratur. Tugas sekolah lagi pada numpukkk. Mohon maap yahh🙏🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Teen Fiction"Cewek nangis gak selalu cengeng" __________ "Panggil gue jika lo butuh sandaran" __________ "Perempuan dapat tersenyum kepada banyak laki-laki. Namun hanya kepada satu laki-laki ia dapat berbagi air matanya, dan gue harap itu gue" -Raydhan- By :...
